Beberapa di antara mereka juga menanggung biaya kuliah anak. Seorang teman saya, sebut saja namanya Surya, mengungkapkan alasan yang berbeda.
“Anak-anakku sudah menikah dan orangtuaku sudah bahagia di surga. Tetapi aku dan istriku punya penyakit degeneratif sehingga perlu rutin minum obat, periksa lab, dan konsul dokter.”
Surya merasa lebih aman jika terus bekerja karena ada fasilitas asuransi kesehatan dari kantor. Ia paham bahwa anak-anaknya memiliki keluarga sendiri yang harus dibiayai sehingga tidak dapat memberi kontribusi finansial untuk dirinya dan isterinya.
Sudah siap secara finansial tetapi ingin tetap bekerja
Mayoritas kelompok ini adalah karyawan yang sudah lama bekerja, jajaran manajemen senior, atau pemilik perusahaan.
Dua alasan yang sering diungkapkan adalah kecintaan akan pekerjaan dan keinginan untuk mengaktualisasi diri. Mereka ingin tetap bekerja selama kesehatan masih memungkinkan.
Salah satu contoh adalah direktur operasional di perusahaan tempat saya bekerja. Sehari sebelum ulang tahun ke-76 Republik Indonesia, beliau merayakan ulang tahun ke-68.
“Saya bersyukur bahwa Tuhan masih memberi saya kesehatan yang prima dan kesempatan untuk berbagi pengalaman dengan rekan-rekan muda di perusahaan ini.” Katanya.
Ketika diminta untuk make a wish di hari istimewanya, beliau berkata, “Setiap hari, saya berdoa agar saya selalu sehat. Jika sudah waktunya Tuhan memanggil saya pulang, saya berharap jalan saya dipermudah. Jangan sakit hingga tak berdaya, jangan menjadi beban bagi keluarga.”
Contoh lain adalah tante saya. Menjelang usia 80 tahun, tante saya dan suaminya memilih tinggal di kampung halaman dan mengelola sebuah toko.
Pasutri yang saya kagumi ini memiliki 3 orang anak yang tinggal di Jakarta. Anak pertama pengusaha UMKM. Anak kedua CEO yang sukses. Anak ketiga juga memiliki karier gemilang di bidang pemasaran.
Kegiatan mengelola toko dan melayani pembeli, memberi kebahagiaan tersendiri bagi tante dan om saya. Bagi kami para keponakan, pasutri ini adalah salah satu panutan.