Dia yang dengan sabar mendengar curahan kekesalan saya ketika mendapat pertanyaan “sudah punya pacar belum”, “kapan kawin”, dan kegalauan saya menghadapi quarter life crisis. Dia yang menjawab “tanyakan pada rumput yang bergoyang” ketika saya bertanya dengan gemas, “Apa sih tujuan hidup saya?”
Dia yang suatu ketika iseng meminta saya menggambar gunung, matahari, rumah, pohon dan ular pada secarik kertas yang dirobeknya dari buku tulisnya, saat kami sedang menunggu kedatangan seorang klien yang selalu meminta rapat after office hours.
Dia yang pada saat itu menjelaskan kepada saya bahwa jodoh saya sangat dekat tetapi saya tidak menyadarinya. Usianya terpaut dua puluh empat tahun dari ayah saya dan empat puluh delapan tahun dari kakek saya. Mereka bertiga punya shio yang sama. Apakah ini suatu kebetulan?
Saya meninggalkan karier di KAP pada usia 25 tahun
Bukan karena calon suami menginginkan saya menjadi ibu rumah tangga purnawaktu. Tidak sama sekali.
Kami menyadari bahwa bekerja di KAP terkadang tidak kenal waktu terutama jika sedang dikejar tenggat. Belum lagi tugas keluar kota.
Sungguh suatu anugerah, saya mendapat tawaran kerja dari sebuah pabrik kimia yang baru berdiri. Saya memutuskan untuk menerimanya.
Itu adalah kali pertama saya membuat keputusan besar dalam hidup saya tanpa campur tangan ibu. Saya bersyukur bahwa beliau mendukung keputusan saya.
Saya melepas karier sebagai Manajer divisi Konsultasi Manajemen di sebuah KAP yang cukup punya nama, dan memulai dari bawah lagi sebagai Chief Accountant di sebuah pabrik kimia yang baru berdiri. Gaji pertama saya di pabrik kimia hanya 50% dari gaji terakhir saya di KAP.
Dua bulan yang lalu, usia pernikahan kami genap dua puluh sembilan tahun. Saya tidak pernah menyesali keputusan besar itu. Harapan saya sekarang sederhana saja.
Saya ingin menua bersama dia. Kami adalah dua orang yang tidak sempurna, yang ingin bersama membangun cinta, seperti Sang Khalik yang telah terlebih dahulu mencintai kami.
Jakarta, 13 Mei 2021