Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

"Anak Bawang" dan Mentor yang Toxic

17 April 2021   07:12 Diperbarui: 20 April 2021   11:17 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam periode magang tersebut, saya belajar membuat kertas kerja pemeriksaan (audit working papers), memeriksa kesesuaian jurnal dengan bukti-bukti pendukung (vouching) dan memeriksa kesesuaian operasi hitung (footing). Pada tahun 1980-an, segala sesuatu memang masih dikerjakan secara manual. PC (Personal Computer) baru mulai dikenal di Indonesia pada era tahun 1990-an.

Saya beruntung karena diberi tugas yang merupakan bagian dari kegiatan audit, sesuai dengan bidang studi saya di jurusan Tata Buku (sekarang akuntansi). Beberapa teman saya bercerita bahwa tugas mereka di tempat magang hanya melayani para senior untuk fotokopi, bahkan membuatkan minuman kopi!

Membuat kopi - Coffee photo created by rawpixel.com/freepik
Membuat kopi - Coffee photo created by rawpixel.com/freepik
Menurut saya, perilaku para senior teman-teman saya tersebut dapat dikategorikan toksik. Mereka memanfaatkan kesempatan untuk memperbudak anak-anak magang yang dijuluki 'anak bawang'.

Hal ini tentu sangat disayangkan. Program magang kerja bertujuan memberi kami, para pelajar kelas akhir, kesempatan untuk memahami penerapan ilmu yang kami pelajari. Jika dalam periode magang, kami hanya diminta mengerjakan fotokopi (bahkan membuatkan minuman kopi) untuk para senior, apa yang dapat kami pelajari?

Mentor yang merasa diri paling sempurna

Mentor yang merasa diri paling sempurna - Photo by Icons8 Team on Unsplash
Mentor yang merasa diri paling sempurna - Photo by Icons8 Team on Unsplash
Mentor ini merasa tidak ada mentor lain yang sempurna selain dirinya. Dia dengan mudah dapat menemukan kesalahan pada setiap mentor lain yang dikenalnya, dan menyebutkan kesalahan tersebut dengan fasih.

Bagi mentor ini, juniornya harus tetap berada di bawah bimbingannya. Dengan cara ini, ia berharap suatu hari nanti si junior bisa sampai pada level di mana dia berada.

Sekilas tampaknya gagasan mentor ini sangat mulia. Mungkin juga ia betul-betul berniat ingin memberikan yang terbaik bagi junior yang dibimbingnya.

Mentor ini mungkin tidak menyadari toksisitas dalam dirinya. Ia merasa dirinya terbaik dan ingin membentuk juniornya menjadi yang terbaik menurut versinya.

Ia tidak menyadari bahwa perilakunya telah membatasi juniornya untuk berkembang dengan bebas menjadi diri sendiri. Ia tidak menyadari bahwa perilakunya berpotensi membuat juniornya frustrasi.

Belajar dan berusaha menjadi mentor yang baik

Sambil menganggit artikel ini, saya bertanya kepada diri sendiri. Barangkali saya pun pernah menunjukkan perilaku sebagai mentor yang toksik tanpa saya sadari.

Khilaf sesekali, itu manusiawi. Yang terpenting adalah bagaimana seseorang menyadari dan mengakui kekhilafannya, serta berusaha untuk memperbaiki. Setelah sekian puluh tahun, saya masih terus belajar dan berusaha untuk menjadi mentor yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun