Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

"Work Life Balance", Apa Kata CEO?

31 Januari 2021   17:57 Diperbarui: 4 Februari 2021   08:19 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga bersama meningkatkan work-life balance (foto: IG Dionisius Novan Andrianto)

Menjalankan bisnis itu seperti membesarkan anak, Anda harus tahu bagaimana setiap pegawai memaknai pencapaian dan keberhasilan. Demikian babaran Ulf Mark Schneider, CEO sebuah konglomerasi pengolahan makanan dan minuman yang berpusat di Vevey, Switzerland.

Dalam sebuah wawancara dengan Inc.com, Schneider mengajak kita untuk menggali motivasi setiap calon karyawan pada saat wawancara. “Jika motivasinya tidak sesuai dengan apa yang ditawarkan perusahaan, jangan memaksakan sebuah pasak berbentuk bundar untuk masuk ke dalam lubang berbentuk persegi. Ia tidak akan bertahan lama di sana.

Ibarat baut bertemu mur yang pas, bekerja di perusahaan dengan budaya yang sesuai mimpi kita, tentu mendatangkan kebahagiaan. Tiga orang marketer – Novan, Yudha, dan Wira – berkenan berbagi cerita tentang keberuntungan menemukan “Rumah Kedua” yang tak henti mereka syukuri. Tentu saja saya juga mewawancarai Mardi Wu, CEO dari ketiga anak muda ini.

Apa kata Novan, Yudha, dan Wira tentang “Rumah Kedua” mereka? Bagaimana kiat Mardi, anak desa itu, membangun “Rumah Kedua” bagi ribuan profesional muda di Indonesia? Yuk, simak!

Memberikan yang terbaik karena cinta

Cinta kepada “Rumah Kedua” yang bersemi sejak kedatangan pertama (foto: IG Wiradetia)
Cinta kepada “Rumah Kedua” yang bersemi sejak kedatangan pertama (foto: IG Wiradetia)

“Waktu coba melamar jadi MT (Management Trainee) gue tuh hopeless sebenarnya. Pesertanya ribuan! Ya, you know-lah, sosiologi sering di-underestimate, kan?” Cerita Wira. “Beyond my expectation, pagi gue ikut test, sore langsung dapat informasi diterima!”

“Pernah nonton ‘Pursuit of Happiness’?” Wira bertanya. “Di akhir cerita ketika Will Smith diterima di salah satu perusahaan, dia terharu banget sampai netesin air mata. Nah, seperti itulah kondisi gue saat dapat kabar diterima. Maklum aja, sebelumnya hampir 28 kali gue gagal saat melamar kerja di tempat lain.”

Wira bercerita bahwa dia tidak pernah lupa wawancara 5 menit dengan Pak Mardi. “Waktu itu beliau sempat bilang ‘susah ya, anak sosiologi mencari kerja’, lalu beliau bilang ‘tunggu depan ya, akan ada kabar gembira buat kamu’. Sesederhana itu!”

Yang membuat Wira sangat nyaman bekerja di perusahaan tersebut adalah budaya organisasi yang sangat sederhana, yakni mengajak masyarakat hidup sehat. “Gue selalu bersyukur di ‘Rumah Kedua’ ini. Kadang saking asyiknya sampai ga mau pulang, pengennya di kantor aja. Ibarat kamu mencintai seseorang, kamu selalu rindu melakukan yang terbaik buat dia.”

Dari total kolesterol 256 hingga maraton 42,2 kilometer

Seperti Wira, Yudha juga mengaku jatuh cinta pada “Rumah Kedua”-nya dan bersyukur atas budaya organisasi yang menginspirasi gaya hidup sehat.

“Aku punya histori total kolesterol di angka 256. Ketika diajak lari maraton, aku sempat menggerundel, ‘Ngapain lari-lari gak jelas gitu!’ Tapi saat aku jabanin, mulai dari half marathon sampai maraton sendiri 42 kilometer, alhamdulillah sejak saat itu sampai sekarang, angka kolesterol aku selalu normal.”

Lari Maraton (foto: IG Yudha Febri Utama)
Lari Maraton (foto: IG Yudha Febri Utama)

“Sekarang aku berusaha mengimplementasi nilai besar perusahaan untuk menginspirasi gaya hidup sehat, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang-orang terdekat. ‘Samarinda Run’ yang awalnya hanya terbangun lewat lima orang, kini dilanjutkan oleh teman-teman kami di Samarinda bersama keluarga-keluarga mereka dengan luar biasa.” Yudha menutup ceritanya.

Belajar tentang “Kehidupan” dari hal-hal kecil di dunia “Kerja”

“Jangan sepelekan hal kecil, karena sesuatu yang besar itu berasal dari hal-hal kecil.” Novan mengawali kisahnya. “Awal-awal mendengar kerjanya pindah-pindah area, kesannya bikin capek. Tapi setelah dijalani, jiwa petualang dan rasa penasaranku semakin tinggi. Aku menikmatinya!”

Novan bertutur bahwa banyak hal kecil yang tidak dia dapatkan sebelum bekerja, yang membuatnya belajar tentang “Kehidupan”.  Kesenangannya bertemu banyak orang hingga sharing tentang “Kehidupan”, membuatnya belajar  banyak hal yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan.

Gathering bersama tim di Nusa Tenggara Barat (foto: IG Dionisius Novan Andrianto)
Gathering bersama tim di Nusa Tenggara Barat (foto: IG Dionisius Novan Andrianto)

“Mulai dari menginjakkan kaki di Papua, punya saudara banyak di Papua, kena palak di Papua, melihat keindahan alam di Papua, menyentuh titik 0 Kilometer Merauke, hingga berkunjung ke rumah sahabatku sejak kuliah.” Tutur Novan. 

“Lalu, bertemu serta berbincang dengan Mantan Menteri Pariwisata Pak Arief Yahya, mengungsi lama karena gempa lombok, merasakan keindahan sunset di Lombok, dapat saudara lagi di Lombok, terpukau melihat elang yang sangat besar saat kunjungan area ke Bima.”

Novan menyadari bahwa semua pengalaman berharga itu tidak akan dia dapatkan jika tidak menemukan “Rumah Kedua”-nya ini. “Ke Manado dapat saudara baru, jadi tahu makanan ekstrim di Manado. Jatuh bangun juga di Manado. Kemudian ke Palopo, kota kecil namun orang-orangnya ramah banget, dapat saudara juga di sana. Lalu merasakan kenikmatan beli durian Rp. 50.000 dapat tiga, juga jadi tahu Toraja bagaimana.”

Intinya, Novan yang berlatar belakang ilmu komunikasi media ini merasa sangat bersyukur diterima menjadi bagian dari “Rumah Kedua” setelah melamar di berbagai perusahaan media tetapi tidak diterima.

Apa kata Mardi tentang “work-life balance”?

Work-life balance dipahami sebagian besar orang sebagai keseimbangaan antara waktu yang dialokasikan untuk bekerja (work) dan untuk kehidupan pribadi (personal life). 

Pemahaman tersebut menimbulkan kesan bahwa pekerjaan seseorang dan kehidupan pribadinya adalah dua entitas yang saling berkonflik satu sama lain, sehingga harus ditemukan keseimbangan di antara keduanya. 

Padahal kenyataannya, pekerjaan merupakan bagian yang integral dalam kehidupan seseorang. Dengan demikian, bekerja sebaiknya dipandang sebagai salah satu sarana untuk membentuk kehidupan yang lebih baik bagi seseorang.”

Bekerja sebagai sarana aktualisasi diri

Mengutip teori Maslow, Mardi mengatakan pada dasarnya setiap orang mempunyai tingkat kebutuhan, mulai dari kebutuhan paling dasar untuk bertahan hidup hingga kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Bekerja sebagai bagian dari kehidupan seseorang harus mampu memfasilitasinya untuk memenuhi semua tingkat kebutuhan tersebut.

Bekerja, menurut Mardi, bukan sekedar sebagai cara mendapatkan upah untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, melainkan juga sebagai sarana untuk mencapai potensi pribadi secara menyeluruh. Di saat semua kebutuhan ini telah terpenuhi, bekerja akan dinilai sebagai sebuah panggilan hidup yang membuat hidup seseorang menjadi bermakna.

“Ketika pekerjaanmu membuat kamu merasa excited; ketika kamu dapat mengekspresikan dirimu dan merasa bahwa potensi dirimu dapat terus berkembang melalui pekerjaan yang kamu lakukan; dan ketika kamu menemukan makna di dalam pekerjaan tersebut, di situlah kamu menemukan work-life balance yang sesungguhnya.”

Apa yang akan terjadi jika work-life balance tidak tercapai?

Menurut Mardi, ketika work-life balance individu tidak tercapai, maka seseorang tidak dapat engage dengan pekerjaan/lingkungan pekerjaannya. Potensinya tidak berkembang dan motivasi intrinsiknya menjadi rendah. Pada akhirnya, hal ini akan memicu stres dan demotivasi.

Mardi menuturkan bahwa kondisi ini akan berdampak negatif bagi perusahaan, antara lain:

  • Turnover rate menjadi tinggi karena job satisfaction yang rendah dari masing-masing karyawan.
  • Kemampuan perusahaan untuk berinovasi menjadi terbatas karena karyawan tidak dapat mengekspresikan diri untuk berkreasi menciptakan peluang inovasi.
  • Lingkungan kerja menjadi transaksional karena dengan motivasi intrinsik karyawan yang rendah, perlu ada iming–iming reward dari perusahaan agar karyawannya dapat mencapai suatu target tertentu.
  • toxic working environment.

Mardi Wu pada tahun 2019, ceria di antara para pegawai baru (foto: FB Mardi Wu)
Mardi Wu pada tahun 2019, ceria di antara para pegawai baru (foto: FB Mardi Wu)

Seperti apa budaya organisasi yang menumbuhkan work-life balance?

Mardi memberikan dua kata kunci, yakni “Respect” dan “Excellence”.

  • Respect. Memahami bahwa setiap anggota tim merupakan individu yang unik dengan value yang dipercaya masing-masing dan potensi yang beragam satu sama lain. Selain itu, setiap anggota baik junior maupun senior perlu diberikan kesempatan untuk berkontribusi sesuai potensinya masing-masing di dalam lingkungan kerja. Dengan merayakan keberagaman di dalam organisasi dan memberikan kesempatan kepada setiap anggota untuk berkontribusi, pengembangan potensi  masing-masing anggota tim dapat terfasilitasi oleh lingkungan kerja.
  • Excellence. Selain memfasilitasi setiap anggota tim untuk berkontribusi sesuai potensinya masing-masing, organisasi juga harus terus memfasilitasi anggotanya untuk terus mengembangkan potensi masing-masing . Dengan demikian, mereka akan terus termotivasi untuk mengembangkan diri.

Akhirulkalam, saya ingin mengutip kata-kata Nicolas Orlando, salah satu pegawai di perusahaan yang Mardi pimpin. “Belajar dan bertumbuh, itulah yang terus aku rasakan selama 3,5 tahun di ‘Rumah Kedua’ ini. Bukan hanya tentang otak tapi jauh lebih dari itu, tentang hati. Tentang bagaimana kita bekerja bukan hanya sekedar karena materi, tapi karena kita ingin terus menginspirasi orang-orang untuk hidup lebih sehat. Tentang bagaimana kita menghormati dan menyayangi setiap orang, tentang bagaimana kita memanusiakan manusia.”

Itulah kisah Mardi dan “Rumah Kedua”-nya. Bagaimana kisah Anda?

Jakarta, 31 Januari 2021.

Siska Dewi

Referensi: satu

Catatan: seluruh foto ilustrasi artikel ini digunakan dengan seizin pemiliknya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun