Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

7 Dimensi yang Harus Dirawat Lansia agar Tangguh Menjalani Hidup

8 Januari 2021   06:00 Diperbarui: 8 Januari 2021   15:31 3056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proses penuaan adalah hal yang wajar dan merupakan suatu keniscayaan. Saya percaya bahwa semua orang berharap dapat menjalani masa tua dengan tenang dan bahagia. Namun, tidak semua lansia dapat menikmati kondisi tersebut.

Dilansir ourworldindata.org, pada tahun 2018, untuk pertama kalinya jumlah penduduk usia 65 tahun ke atas (678 juta jiwa) melampaui jumlah penduduk usia balita (676 juta jiwa). Jumlah lansia di dunia diproyeksikan akan mencapai satu milyar jiwa pada tahun 2031.

Di Indonesia, seseorang disebut lansia jika telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Hal ini diatur dalam UU No. 13 Tahun 1998. Dilansir dari laman BKKBN, lansia di Indonesia diperkirakan akan meningkat menjadi 80 juta jiwa pada 2030.

Bersama pakar geriatri, sejak tahun 2014, BKKBN berusaha mengembangkan program lansia tangguh. Lansia tangguh adalah upaya agar lansia tetap produktif meskipun telah berusia di atas 60 sampai 70 tahun.

Ada tujuh dimensi yang perlu dirawat agar seorang lansia dapat menjadi lansia tangguh. Yuk, simak!

Pertama: Dimensi Spiritual

Ilustrasi dimensi spiritual (www.freepik.com)
Ilustrasi dimensi spiritual (www.freepik.com)
Dimensi spiritual dapat dideskripsikan sebagai kebutuhan akan makna, tujuan dan pemenuhan dalam hidup. Beberapa orang menyebutnya harapan atau keinginan untuk hidup. Ada juga yang mengaitkannya dengan iman atau kepercayaan.

Saya teringat seseorang yang saya panggil “kimpo”. Beliau adalah tante dari ibu saya. Beliau meninggal dunia pada tahun 1984 dalam usia 90 tahun.

Dahulu kami tinggal bersama di rumah salah satu paman saya. Setiap pagi, saya melihat kimpo dengan khusyuk berdoa sambil memegang tasbih di depan patung dewi Kwan Im yang diteladaninya. Beliau menyebut ritual tersebut “niamkeng”.

Setiap kali saya bertanya mengapa beliau mampu menghabiskan waktu berjam-jam untuk niamkeng, kimpo selalu menjawab bahwa beliau memohonkan kesejahteraan untuk seluruh keluarga besar kami.

Nenek saya (ibu dari ayah saya) meninggal pada tahun 1994 dalam usia 75 tahun. Beliau berdevosi kepada Sang Buddha. Seperti kimpo, nenek juga banyak berdoa untuk kesejahteraan seluruh keluarga besar di hari tuanya.

Sebelum pandemi, saya rutin menghadiri Misa di gereja pada pagi hari. Lebih dari setengah umat yang mengikuti Misa adalah para lansia. Sebagian besar adalah pasangan suami isteri yang selalu berjalan bergandengan tangan.

Dalam uraian tentang dimensi spiritual yang dilansir laman BKKBN, disebutkan bahwa “Setiap orang percaya akan adanya kekuatan yang Maha Besar di luar kemampuan manusia. Kekuatan itu dalam agama disebut Tuhan Yang Maha Esa”.

Dari pengalaman dengan kimpo, nenek dan para pasutri lansia di gereja, saya belajar bahwa mereka tekun beribadah karena percaya akan adanya kekuatan yang Mahabesar di luar kemampuan manusia. Dengan beribadah, mereka memiliki harapan untuk hidup yang bermakna.  

Kedua: Dimensi Intelektual

Dilansir laman BKKBN, kegiatan membaca, menulis, mengarang, dan berkesenian; melakukan permainan-permainan (catur, halma, congkak, ular tangga, teka-teki silang, puzzle, dan lainnya); meningkatkan silaturahmi, dan rekreasi dengan keluarga dapat meningkatkan atau mempertahankan fungsi intelektual pada Lansia.

Di Kompasiana, dapat kita temukan beberapa lansia yang mempertahankan fungsi intelektual mereka dengan membaca, menulis, dan mengarang. Mereka memberi makna pada hidup dengan menginspirasi para pembaca melalui tulisan-tulisan mereka.

Ketiga: Dimensi Fisik

Masih menurut laman BKKBN, aktivitas fisik seperti jalan kaki, berlari santai, naik sepeda, dan latihan otot kaki, serta makan makanan yang sehat dan seimbang perlu diperhatikan dalam memelihara kesehatan lansia.

Saya teringat almarhum kakek saya (ayah dari ayah saya) yang masih bekerja sebagai tenaga pembukuan saat usia beliau menjelang 70 tahun. Tinggal di kota kecil, memungkinkan beliau melakukan aktivitas fisik bersepeda dalam perjalanan pergi dan pulang kantor.

Beberapa tahun lagi, saya juga akan memasuki fase lansia. Untuk mempersiapkan diri, saya selalu berjalan kaki saat pergi dan pulang gereja sebelum pandemi. Setelah Misa harian di gereja ditiadakan akibat pandemi, saya mengganti aktivitas berjalan kaki tersebut dengan naik turun tangga.

Keempat: Dimensi Emosional

BKKBN menghimbau keluarga untuk menyediakan waktu, memberi perhatian, menciptakan suasana yang menyenangkan, dan memfasilitasi kegiatan sesuai dengan keinginan para lansia.

Himbauan ini dapat menjadi suatu tantangan tersendiri, terutama bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar. Kesibukan dan mobilitas tinggi membuat manusia seolah berpacu dengan waktu.

Dengan waktu yang terbatas dan jadwal yang ketat, manusia menjadi hanya terfokus pada jadwal tersebut. Manusia berpotensi melupakan orang-orang yang ada di sekitar mereka.

Sangat indah jika orang-orang muda mempertimbangkan dan berusaha melaksanakan himbauan BKKBN di atas. Menciptakan suasana yang menyenangkan bagi orang tua yang sudah lansia adalah sikap yang bijaksana.

Meskipun orang tua kita jauh dari sempurna dan dalam banyak hal mungkin mengecewakan kita, namun kenyataan bahwa orang tua telah berjasa membesarkan kita adalah panggilan bagi kita untuk membahagiakan mereka di masa tua. 

Kelima: Dimensi Sosial Kemasyarakatan

Komunitas lansia sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hidup mereka. Para lansia yang aktif dalam komunitas cenderung lebih mampu merawat diri dan hidup lebih bahagia.

Sebelum pandemi, beberapa komunitas lansia di lingkungan saya melakukan aktivitas senam pagi, taichi, dan yoga. Saat ini, mereka secara berkala bertukar pengalaman melalui pertemuan virtual dan saling menyemangati untuk tetap melakukan aktivitas fisik tersebut di rumah.

Ada juga komunitas lansia berdasarkan kesamaan minat di bidang rohani. Pengurus lansia dari gereja kami secara berkala tetap mengadakan pertemuan virtual untuk saling berbagi pengalaman iman dan saling menguatkan.

Ya, hakekat dari komunitas adalah saling memberi dukungan kepada sesama anggota agar dapat berkembang bersama. Ketika pertemuan fisik terhalang oleh pandemi, pertemuan-pertemuan virtual tetap memungkinkan untuk dilakukan. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut, para anggota dapat salinng berbagi pengalaman dan saling menguatkan.  

Keenam: Dimensi Profesional Vokasional

Saya pernah menulis tentang ibu Mariyati yang tetap mengabdikan diri di dunia pendidikan meskipun sudah lansia. Kecintaan ibu Mariyati terhadap dunia pendidikan dapat dibaca di sini.

Sepanjang perjalanan karier saya, beberapa kali perusahaan tempat kerja saya mengundang konsultan yang sudah lansia untuk berbagi keahlian. Mereka terdiri dari ahli teknik, ahli strategi, ahli manajemen, ahli keuangan, dan banyak lagi.  

Umumnya para profesional tersebut sangat menghargai perusahaan yang memberi mereka kesempatan untuk berbagi ilmu dan pengalaman. Dengan berbagi ilmu dan pengalaman kepada generasi yang lebih muda, mereka merasa hidup mereka bermakna.

Ketujuh: Dimensi Lingkungan

Carmen Stephanie De Keijzer, pakar kesehatan lingkungan, mengingatkan tentang pentingnya menyediakan lingkungan yang sehat bagi lansia. Penelitian menunjukkan bahwa lansia yang tinggal di ruang hijau secara umum lebih sehat.

Manfaat tinggal di ruang hijau bagi lansia antara lain mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, memperlambat penurunan fungsi kognitif, memperlambat penurunan kecepatan melangkah, memperkecil angka kematian, meningkatkan kepuasan hidup dan mengurangi stres.

Wasana Kata

Menjadi tua adalah fase yang niscaya dalam hidup manusia. Jika Anda adalah seorang yang sedang mendekati fase tersebut, apakah Anda sudah mempersiapkan diri untuk menjadi lansia tangguh?

Jika Anda memiliki orang tua yang sedang atau sudah memasuki fase lansia, bersediakah Anda mendampingi mereka agar dapat menjadi lansia tangguh? Sudah siapkah Anda membahagiakan mereka?

Jakarta, 08 Januari 2021
Siska Dewi
Referensi: satu, dua, tiga


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun