Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama FEATURED

Wahai Bumil, Waspadai Diabetes Gestasional

21 November 2020   06:30 Diperbarui: 24 Mei 2022   14:47 1664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Woman photo created by freepik - www.freepik.com

Diabetes gestasional adalah jenis diabetes yang berkembang selama kehamilan pada wanita yang belum menderita diabetes. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), setiap tahun, 2% hingga 10% kehamilan di Amerika Serikat diwarnai diabetes gestasional.

Dilansir dari laman Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (kemkes) Indonesia, prevalensi diabetes gestasional di Indonesia mencapai kira-kira 1 dari 7 kelahiran.

Memahami cara mengelola diabetes gestasional akan membantu memastikan Anda memiliki kehamilan dan bayi yang sehat. Yuk, simak ulasannya di bawah ini.

Gejala dan Dampak Diabetes Gestasional

Lola (nama samaran) berusia 32 tahun ketika hamil anak pertama. Selain faktor usia, Lola tidak memiliki faktor risiko lain. Saat kehamilannya mencapai trimester kedua, Lola sering mengeluh lelah dan merasa penglihatannya buram.

Dokter kandungan mengatakan bahwa apa yang Lola alami mengindikasikan gejala diabetes gestasional. Namun, supaya lebih pasti, beliau menyarankan Lola untuk konsultasi ke dokter konsultan endokrin-metabolik-diabetes (dokter dengan gelar SpPD, KEMD).

Dilansir dari laman P2PTM Kemkes, diabetes gestasional secara umum tidak menunjukkan gejala. Namun pada saat gula darah melonjak tinggi (hiperglikemia) beberapa wanita hamil dengan diabetes gestasional dapat merasakan gejala-gejala berikut:

  • Sering buang air kecil terutama pada malam hari
  • Sering merasa haus
  • Mudah merasa lelah
  • Mulut terasa kering
  • Penglihatan buram

Saat pemeriksaan oleh dokter subspesialis KEMD, kadar gula darah Lola hampir mencapai 400 mg/dl. Dokter menganjurkan Lola dirawat inap untuk menurunkan kadar gula darah dan memantau kondisi janin.

“Aku shocked karena pada saat MCU sekitar sebulan sebelum hamil, gula darah aku masih dalam rentang normal. Aku sama sekali tidak mengira peningkatannya secepat dan setinggi itu.” Cerita Lola. “Lebih shocked lagi ketika divonis rawat inap.”

Meskipun sempat terkejut, Lola memutuskan untuk mematuhi anjuran dokter. Ia mengingatkan dirinya untuk bersyukur bahwa kondisi diabetes gestasional yang dialaminya terdeteksi cukup dini sehingga dapat diatasi sebelum terlambat.

“Kata dokter, diabetes gestasional membawa risiko preeklamsia. Preeklamsia adalah  kondisi yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba, yang dapat mengancam kehidupan ibu dan bayi.

Selain itu, masih ada risiko lain yang cukup serius bagi bayi. Mulai dari risiko lahir prematur, risiko mengalami sindrom distres pernapasan akut, risiko gula darah rendah saat dilahirkan, risiko obesitas hingga risiko kematian sebelum atau setelah dilahirkan.”

Selama 3 hari dirawat inap, Lola menjalani diet rendah gula, terapi insulin serta pemeriksaan kadar gula darah setiap 4 jam. Dia diperbolehkan pulang setelah gula darahnya dinyatakan cukup terkendali. Sesungguhnya, apa yang memicu terjadinya diabetes gestasional?

Penyebab Diabetes Gestasional

Dilansir dari laman CDC, diabetes gestasional terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin selama kehamilan. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertindak seperti kunci untuk membuka jalan bagi gula darah ke dalam sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai energi.

Selama kehamilan, tubuh menghasilkan lebih banyak hormon dan mengalami perubahan lain, seperti penambahan berat badan. Perubahan ini menyebabkan sel tubuh menggunakan insulin secara kurang efektif, suatu kondisi yang disebut resistensi insulin. Resistensi insulin meningkatkan kebutuhan tubuh akan insulin.

Semua wanita hamil mengalami resistensi insulin seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Namun, beberapa wanita mengalami resistensi insulin bahkan sebelum mereka hamil. Mereka memulai kehamilan dengan peningkatan kebutuhan insulin dan lebih cenderung menderita diabetes gestasional.

Faktor Risiko Diabetes Gestasional

P2PTM Kemkes mengajak wanita hamil mewaspadai faktor risiko diabetes gestasional berikut ini:

Faktor risiko diabetes gestasional (sumber: p2ptm.kemkes.go.id)
Faktor risiko diabetes gestasional (sumber: p2ptm.kemkes.go.id)

Menyikapi faktor risiko di atas, jika Anda mengalami kelebihan berat badan, maka Anda dianjurkan menurunkan berat badan sebelum hamil. Setelah hamil, konsultasikan dengan dokter Anda mengenai peningkatan berat badan yang ideal selama kehamilan agar bayi Anda tetap sehat. Anda juga dianjurkan makan lebih sehat dan melakukan aktivitas fisik secara teratur.

Diabetes gestasional umumnya berkembang sekitar minggu ke-24 kehamilan. Ada baiknya Anda menjalani pemeriksaan kadar gula darah pada kehamilan antara 24 dan 28 minggu untuk mendeteksinya.

Menjalani Kehamilan Setelah Terdeteksi Diabetes Gestasional

Lola bercerita bahwa setelah kembali dari rawat inap, dia berusaha memenuhi komitmen kepada diri sendiri untuk menjalani kehamilan dengan bahagia. Lola berbagi kisah tentang pengalamannya di bawah ini.

Menjaga kedekatan hubungan dengan Tuhan

“Itu adalah kehamilanku yang pertama,” Lola memulai ceritanya. “Terdeteksi diabetes gestasional di akhir trimester kedua, awalnya sempat membuatku membayangkan hal-hal yang buruk. Namun setelah rawat inap dan kadar gula darah terkendali, aku sudah merasa lebih tenang.”

Sebagai seorang Katolik, Lola berusaha menghadiri Misa setiap hari. Sambil tertawa, ia mengatakan bersyukur bahwa pada saat ia hamil, belum ada pandemi Covid-19. Ia juga bersyukur bahwa jarak antara rumah dan gereja dapat ditempuhnya dengan berjalan kaki.

“Sekarang jika aku refleksikan kembali, aku sungguh bersyukur atas semua kemewahan yang Tuhan beri. Jalan kaki dari rumah ke gereja pulang pergi memberi aku aktivitas fisik yang cukup. Saat berjalan kaki pulang dari gereja, aku juga mendapatkan sinar matahari yang cukup.

Dengan merefleksikan firman Tuhan yang diwartakan dalam Liturgi Sabda, aku dituntun untuk lebih mengenal diri sendiri. Ada waktu aku merasa ditegur oleh firman Tuhan. Aku mohon ampun dan membuat resolusi untuk memperbaiki diri. Ada waktu aku merasa diteguhkan oleh janji-janji Tuhan.

Sakramen Ekaristi yang aku terima setiap pagi, memberi aku kekuatan di dalam menjalani sisa kehamilanku. Ketika aku menatap Hosti yang diangkat Pastor pada saat konsekrasi, aku menyerahkan seluruh diri dan bayiku kepada Allah yang maha kasih.

Penyerahan itu memberiku ketenangan yang luar biasa. Aku percaya, aku dan bayiku akan baik-baik saja sampai tiba saatnya dia melihat dunia. Kami berdua aman dalam tangan Tuhan.”

Menjaga Asupan Makanan

Setelah pulang dari rumah sakit, Lola tetap menjalankan diet rendah gula. Agar kebutuhan nutrisi janinnya terpenuhi, ia juga berkonsultasi dengan dokter gizi.     

“Aku berusaha mematuhi semua pantangan dan aturan diet. Dokter gizi menyarankan mengganti gula pasir dengan pemanis alami lain yang lebih sehat. Karena aku juga hobi masak, aku benar-benar menikmati proses mengolah menu diet dengan bahan-bahan yang disarankan dokter gizi. Jika ada orang yang merasa bahwa diet itu menyiksa, aku tidak demikian. Aku menjalani diet dengan bahagia.” cerita Lola sambil tertawa.

Dukungan Suami

Lola juga bersyukur memiliki suami yang selalu mendukung. “Dia menemani aku ke gereja setiap hari. Aku merasa sungguh diberkati. Setiap hari pulang pergi gereja kami berjalan bergandengan tangan. Pada saat kami berlutut bersama menghadap altar, aku tahu, dia berdoa untukku dan untuk bayi kami. Itu, sesuatu banget.”

Sambil tersenyum dengan mata berkaca-kaca penuh haru, Lola melanjutkan ceritanya, “Setiap akhir pekan atau hari libur, dia menemani aku memasak. Saat aku perlu bercerita, dia menjadi pendengar yang baik.

People photo created by tirachardz - www.freepik.com
People photo created by tirachardz - www.freepik.com

Dia membaca catatan kadar gula darahku, memastikan semua dalam rentang normal. Dia menemani aku kontrol ke dokter dan mengikuti tumbuh kembang janinku. Dukungan dan cintanya yang demikian besar memampukan aku menjalani kehamilanku hingga tuntas.

Rasanya bahagia sekali bisa mempersembahkan dua bayi perempuan yang cantik sebagai buah cinta kami yang pertama. Ya, anak kami kembar. Mereka sudah berusia dua tahun sekarang. Mereka tumbuh sehat. Aku sungguh bersyukur.” Lola menutup ceritanya.

Wasana Kata    

Meskipun diabetes gestasional umumnya beralih ke normal setelah melahirkan, namun P2PTM Kemkes mencatat bahwa 1 dari 2 wanita yang mengalami diabetes gestasional akan berkembang menjadi diabetes tipe 2 dalam waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.

Lola bercerita bahwa setelah melahirkan, ia berusaha menerapkan pola hidup sehat. Ia menerapkan pola makan gizi seimbang untuk seluruh keluarga. Pandemi Covid-19 memang membatasi ruang gerak, namun ia berusaha tetap melakukan aktivitas fisik dan olahraga ringan di rumah.

Semoga sharing pengalaman Lola bermanfaat bagi para ibu yang sedang hamil maupun yang sedang merencanakan kehamilan.

Jakarta, 20 November 2020
Siska Dewi

Referensi: satu, dua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun