Hari Kamis, empat hari menjelang Tahun Baru Imlek 1982. Susy Christina memandang bayi dalam gendongannya. Dia baru saja membersihkan diare anak sulungnya itu. Seorang bayi laki-laki yang hadir saat usia Susy sudah tidak muda lagi.
Susy menikah saat usianya sudah melewati angka tiga puluh. Sebelum membangun rumah tangga, Susy dan suaminya menabung selama beberapa tahun untuk mengumpulkan biaya.
Anak sulung mereka hadir saat usia pernikahan Susy dengan suaminya sudah menginjak tahun ke enam. Bukan karena Tuhan tidak berkenan memberi mereka momongan lebih awal, melainkan karena mereka sepakat menunda kehamilan.
Suami Susy sempat mencicipi bangku sekolah SMA, namun hanya sampai kelas dua. Kondisi keluarga memaksanya putus sekolah karena harus mencari nafkah. Susy sungguh bersyukur, meskipun tidak lulus SMA, suaminya diberi kepercayaan menjadi tenaga akuntansi di sebuah perusahaan swasta, berkat kejujuran dan ketekunannya.
Dengan kondisi ekonomi seperti itu, mereka sepakat menabung terlebih dahulu. Mereka ingin memiliki tabungan yang cukup agar kelak dapat memberi pendidikan yang layak kepada anak-anak. Alangkah bahagianya mereka, ketika Tuhan menganugerahkan seorang anak laki-laki yang mereka namai “Indra”.
Hari itu, Susy dan suaminya membawa Indra yang baru berusia satu minggu ke dokter anak di RSIA Harapan Kita. Dokter mengatakan bahwa Indra menderita “intoleransi laktosa”. Tak dapat dilukiskan sedihnya hati Susy.
Karena ASI Susy tidak produktif, ia memberi Indra susu formula. Setelah terdiagnosis menderita “intoleransi laktosa”, buah hatinya itu tak dapat lagi diberinya susu formula. Indra kecil terpaksa hanya diberinya minum teh manis dan air tajin saja.
Aku Ingin Menjadi Dokter
Hingga usia 7 tahun, Indra harus bolak-balik berobat ke dokter anak di RSIA Harapan Kita. Selain sakit intoleransi laktosa, ia juga mengalami batuk berkepanjangan. Saat anak-anak yang lain menikmati kegembiraan bermain, Indra harus menjalani terapi asma, terapi TBC hingga fisioterapi paru.
Sosok “malaikat” berjas putih yang selalu ramah dan dengan penuh kasih membantu meringankan penderitaannya akibat sakit, terpatri kuat di hatinya. Indra kecil memupuk cita-cita menjadi dokter. Ia ingin menjadi “malaikat” berjas putih. Ia ingin menjadi perpanjangan tangan kasih Tuhan untuk meringankan penderitaan orang-orang sakit.