Ketiga faktor tersebut adalah: tipe orangtua yang perfeksionis, tipe orangtua yang pencemas, dan ibu. Ya, penelitian tersebut menyimpulkan bahwa lebih besar kemungkinan para ibu menerapkan pola asuh helikopter dibanding para ayah
1. Orangtua yang perfeksionis cenderung menerapkan pola asuh helikopter
"Orangtua yang perfeksionis memandang prestasi anak-anak mereka sebagai perwujudan prestasi mereka. Mereka ingin melihat anak-anak mereka berprestasi karena itu membuat mereka tampil baik," ujar Segrin.Â
"Saya tidak mengatakan mereka tidak peduli dengan anak-anak mereka; tentu saja mereka peduli. Tetapi mereka menjadikan keberhasilan anak-anak sebagai tolok ukur kesuksesan mereka sendiri sebagai orangtua".
2. Orangtua yang pencemas cenderung menerapkan pola asuh helikopter
"Orangtua yang pencemas cenderung terlalu khawatir jika hal-hal buruk terjadi pada anak mereka. Hal ini menyebabkan mereka berusaha menghindari risiko",kata Segrin.Â
Penelitian Segrin menunjukkan bahwa orangtua yang banyak menyesali kehidupan mereka sendiri mungkin menerapkan pola asuh helikopter untuk mencegah anak-anak mereka mengulangi kesalahan serupa.
3. Dibanding para ayah, lebih besar kemungkinan para ibu menerapkan pola asuh helikopter
"Kami meminta anak-anak muda yang menjadi subjek penelitian untuk meminta salah satu orangtua mereka ikut mengisi survei. Kami membiarkan mereka memilih ayah atau ibu, dengan pemahaman bahwa mereka secara alami akan memilih orangtua yang menerapkan pola asuh helikopter", kata Segrin.Â
"Dan, bagaikan serangga yang mendekati bola api, anak-anak muda ini membawa kami kepada orangtua yang paling banyak terlibat dalam kehidupan mereka, yakni ibu".
Pengalaman menjadi anak dari orangtua yang menerapkan pola asuh helikopter
Membaca penelitian tentang pola asuh helikopter mengingatkan saya pada almarhumah ibu saya. Uraian Segrin membantu saya memahami bahwa sebagai seorang perfeksionis, ibu saya merasa gagal jika beliau memandang saya gagal. Apakah ibu tidak menyayangi saya? Oh, beliau menyayangi saya, amat sangat! Setelah ayah kembali ke alam baka sejak saya masih bayi, ibu tidak menikah lagi. Saya adalah satu-satunya harta ibu yang sangat berharga.
Ibu memandang prestasi saya sebagai cerminan prestasi beliau
Karena ibu sangat menyayangi saya, beliau menerapkan pola asuh helikopter dengan sempurna. Hingga saya lulus SMP, beliau selalu menanyakan nilai-nilai ulangan saya.Â
Jika sesekali mendapat nilai jelek, saya harus mampu menjelaskan penyebabnya. Saya juga harus memaparkan rencana perbaikan yang akan saya lakukan pada kesempatan berikutnya. Ibu ingin saya selalu mendapatkan nilai "sempurna".
Dari kelas satu hingga kelas empat SD, saya selalu menjadi juara kelas. Saya tahu hal itu membuat ibu bangga. Di kelas lima, saya hanya berhasil menjadi nomor dua. Saya tidak berhasil mempertahankan gelar juara kelas. Rasanya sedih sekali mengecewakan ibu.Â