Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Mengapresiasi dan Menanggapi Langkah Pemulihan Ekonomi Nasional

9 Agustus 2020   02:06 Diperbarui: 9 Agustus 2020   19:28 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Biaya Penanganan Covid-19. Sumber: Kemenkeu

Pandemi Covid-19 adalah kejadian yang tak terduga, yang membawa dampak signifikan terhadap aspek kesehatan, sosioekonomi, hingga keuangan. Sejak diundangkannya PP nomor 23 tahun 2020 pada tanggal 11 Mei 2020, serangkaian upaya telah dilakukan oleh Pemerintah untuk menunjukkan kehadirannya di tengah masyarakat yang terdampak oleh pandemi Covid-19.

Langkah pertama adalah upaya untuk melandaikan kurva penyebaran Covid-19 dengan penanganan kesehatan dan physical distancing atau PSBB. Sebagai konsekuensi dari PSBB, sejumlah aktivitas ekonomi terhenti.

Industri-industri yang aktivitasnya terhenti, terpaksa memotong gaji atau memberhentikan karyawan. Sektor informal yang banyak menyerap tenaga kerja juga terkena imbasnya. Daya beli masyarakat menurun, konsumsi terganggu, investasi terhambat dan terjadi perlambatan pertumbuhan pada berbagai sektor industri.

Kinerja ekonomi yang turun tajam ini telah menimbulkan dampak sosial: PHK dan pengangguran meningkat, masyarakat miskin bertambah. 

Pemerintah menganggarkan dana yang tidak sedikit untuk biaya penanganan dampak Covid-19. Anggaran tersebut pada awalnya ditetapkan sebesar total Rp677,20 triliun sebagaimana tampak pada gambar-gambar di bawah ini:

Biaya Penanganan Covid-19. Sumber: Kemenkeu
Biaya Penanganan Covid-19. Sumber: Kemenkeu

Biaya Penanganan Covid-19. Sumber: Kemenkeu
Biaya Penanganan Covid-19. Sumber: Kemenkeu

Dilansir dari Kompas.com, anggaran tersebut kemudian ditambah menjadi sebesar Rp695,2 triliun dengan rincian: sebesar Rp 87,55 triliun untuk anggaran kesehatan, anggaran perlindungan sosial Rp 203,9 triliun, insentif usaha sebesar Rp 120,61 triliun, sebesar Rp 123,46 triliun disiapkan untuk sektor UMKM, pembiayaan korporasi menjadi Rp 53,57 triliun, dan untuk dukungan sektoral K/L dan Pemda sebesar Rp 106,11 triliun.

Pengalaman Memanfaatkan Insentif Perpajakan 

Dari seluruh jenis biaya penanganan Covid-19 yang dicanangkan pemerintah, saya hanya dapat berbagi pengalaman mengenai insentif perpajakan karena tidak mengalami yang lainnya. Di bawah ini adalah uraian mengenai beberapa Peraturan Menteri Keuangan terkait dengan insentif perpajakan.

Peraturan Menteri Keuangan nomor 23/PMK.03/2020

Peraturan Menteri Keuangan tentang insentif pajak untuk wajib pajak terdampak wabah virus Corona pertama kali ditetapkan pada tanggal 21 Maret 2020 dengan nomor 23/PMK.03/2020 (PMK-23). Segera setelah PMK tersebut beredar, banyak karyawan di kantor yang bertanya kepada saya tentang PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (PPh Ps.21 DTP).

Mereka mengharapkan dapat menikmati insentif. Namun, setelah saya pelajari PMK tersebut, ternyata perusahaan tempat saya bekerja tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Ps. 21 DTP karena insentif hanya diberikan kepada sektor manufaktur tertentu (102 KLU) dan perusahaan yang mendapat fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).

Tentu saja jawaban saya mengecewakan mereka. Saya pun merasa kecewa karena insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 serta pengembalian pendahuluan PPN juga hanya diberikan kepada sektor manufaktur tertentu (102 KLU) dan WP KITE.

Ada perasaan bahwa ini tidak adil, karena kami pun mengalami penurunan penjualan lebih dari 50%. Dengan komponen biaya yang sebagian besar bersifat tetap, secara otomatis, keuntungan turun lebih tajam lagi. Belum lagi bicara soal penagihan piutang yang mulai tersendat, arus kas perusahaan pun semakin ketat.

Beberapa teman saya dari UMKM juga mengeluh karena PMK-23 sama sekali tidak menyentuh pemberian insentif kepada mereka, meskipun di dalam PP 23/2020 tercantum insentif perpajakan untuk UMKM sebesar Rp2,4 triliun.

Peraturan Menteri Keuangan nomor 44/PMK.03/2020

Setelah PMK-23 dicabut dan diganti dengan PMK nomor 44/PMK.03/2020 (PMK-44) pada tanggal 27 April 2020, kami dapat bernafas lega. KLU perusahaan kami termasuk di dalam daftar wajib pajak penerima insentif PPh Pasal 21 DTP, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% dan pengembalian pendahuluan lebih bayar restitusi PPN hingga maksimum Rp3 milyar.

Saya segera mengajukan permohonan untuk memanfaatkan fasilitas melalui laman pajak.go.id yang ternyata prosesnya sangat lancar dan mudah. Semuanya dapat dilakukan sendiri dari rumah karena pada saat itu kami masih memberlakukan work from home.

Hanya dengan beberapa klik, konfirmasi persetujuan fasilitas PPh Pasal 21 DTP dan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% sudah langsung kami peroleh. Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 Impor pun dapat kami cetak sendiri setelah seluruh prosedur input data diikuti.

Karena tanggal penggajian kami adalah setiap tanggal 28 dan sosialisasi PMK-44 baru saya ikuti pada tanggal 2 Mei, maka PPh Pasal 21 DTP bulan April baru kami bayarkan kepada karyawan yang berhak menerimanya, bersamaan dengan gaji bulan Mei.

Peraturan Menteri Keuangan nomor 86/PMK.03/2020

PMK-44 kemudian dicabut dan diganti dengan PMK nomor 86/PMK.03/2020 (PMK-86) pada tanggal 16 Juli 2020. Melalui PMK-86, wajib pajak yang berhak menerima insentif diperluas. Masa berlaku insentif juga diperpanjang dari September 2020 menjadi Desember 2020.

Di bawah ini adalah perbandingan antara PMK-23, PMK-44 dan PMK-86:

PPh Ps. 21 DTP. dokpri
PPh Ps. 21 DTP. dokpri
Insentif PPh final UMKM. dokpri
Insentif PPh final UMKM. dokpri

Insentif pembebasan PPh Ps. 22 Impor. dokpri
Insentif pembebasan PPh Ps. 22 Impor. dokpri

Insentif pengurangan angsuran PPh Ps. 25. dokpri
Insentif pengurangan angsuran PPh Ps. 25. dokpri
Pengembalian pendahuluan PPN. dokpri
Pengembalian pendahuluan PPN. dokpri

Survei Dampak Covid-19 terhadap Kondisi Ekonomi Pelaku Usaha Indonesia

Saya sedikit terkejut ketika menerima surel dari Direktorat Jenderal Pajak pada tanggal 21 Juli 2020. Ternyata surel tersebut berisi undangan untuk berpartisipasi dalam survei yang dilaksanakan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak.

Survei tersebut dilaksanakan untuk mengetahui kondisi terkini dari pelaku usaha di Indonesia yang terdampak oleh pandemi Covid-19. Kuesioner survei terdiri dari tiga bagian yaitu kondisi usaha, keberlangsungan usaha, dan stimulus yang dibutuhkan oleh pelaku usaha.

Survei tersebut disusun dengan mempertimbangkan perluasan sektor usaha (KLU) dan perpanjangan jangka waktu stimulus fiskal sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020.

Survei bersifat anonim dan kami diberi kebebasan untuk mengabaikan undangan tersebut jika tidak bersedia ikut berpartisipasi. Tentu saja saya memilih ikut berpartisipasi karena dengan cara tersebut saya ikut membantu upaya pemerintah untuk mengetahui kondisi dunia usaha.

Batas waktu yang diberikan kepada kami untuk memberi respons adalah tanggal 7 Agustus 2020. Pada tanggal 6 Agustus, menurut surel yang saya terima dari Direktorat Jenderal Pajak, sudah ada lebih dari delapan ribu respons yang mereka terima.

Kami berharap semoga data dan informasi yang kami berikan, dapat berguna dalam membantu pemerintah merumuskan respons kebijakan fiskal dan nonfiskal yang lebih tepat sasaran dalam menghadapi dampak wabah Covid-19.

Wacana Pemberian Santunan kepada Karyawan Swasta dengan Gaji di Bawah Rp5 juta per Bulan

Pada tanggal 5 Agustus 2020, setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan wacana pemberian santunan kepada karyawan swasta dengan gaji di bawah Rp5 juta per bulan, berbagai macam pro dan kontra pun bermunculan.

Ketika pertama kali mendengar wacana tersebut, pertanyaan yang muncul di benak saya adalah: bagaimana cara pemerintah mengetahui data mereka yang berhak atas santunan tersebut dan bagaimana cara pendistribusian santunannya.

Pertanyaan saya terjawab ketika membaca berita pada tanggal 7 Agustus 2020. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, "Support untuk mereka yang bekerja sedang dimatangkan datanya. Sedang disiapkan dari BPJS Ketenagakerjaan. Kalau data sudah by name, by address, by rekening sudah ketemu baru program ini difinalisasi."

Permintaan dari BPJS Ketenagakerjaan

Tanggal 7 Agustus 2020 sore, saya menerima pesan dari BPJS Ketenagakerjaan bahwa pemberitaan mengenai "subsidi gaji pekerja" benar adanya, dengan sumber dana dari APBN.

Adapun mengenai teknis, besaran dan mekanismenya akan diatur melalui regulasi pemerintah, melalui Permenaker  dari Kementerian Tenaga Kerja. PIC perusahaan diwajibkan menyiapkan data berupa nama bank, kode bank, nomor rekening, nama rekening, no KTP, email dan no HP untuk masing masing tenaga kerja.

Kami diharapkan sudah memiliki data yang dibutuhkan tersebut paling lambat hari selasa, tanggal 11 Agustus 2020 dan meng-input melalui channel SIPP Online. Berita tersebut dilengkapi dengan lampiran berupa petunjuk cara input data.

"Mohon kerjasama dari Bapak/Ibu agar kita sama-sama mengawal kebijakan pemerintah ini dengan memberikan data nomor rekening dengan sebenar-benarnya sehingga penyaluran bantuan pemerintah ini dapat terlaksana dengan baik dan tepat waktu." demikian kalimat penutup pesan tersebut.

Setelah menerima pesan tersebut, saya mengerti mengapa pemerintah menggunakan data BPJS Ketenagakerjaan. Selama ini, saya sering mendengar ada banyak perusahaan yang tidak mengikutsertakan seluruh pegawai dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Dengan adanya persyaratan penerima santunan adalah peserta BPJS Ketenagakerjaan aktif, maka karyawan akan mendesak perusahaan untuk patuh kepada aturan BPJS Ketenagakerjaan.

Tentang Validasi Data 

Dalam sebuah konferensi bertajuk "DBS Asian Insights Conference 2020: Navigating a Brave New World" yang diselenggarakan secara online oleh Bank DBS Indonesia pada tanggal 16 Juli 2020, Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, S.H., M.H., Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (dukcapil) menceritakan tentang komitmen pemerintah untuk menerapkan single identity number (SIN).

Menurut Prof. Zudan, saat ini ada lebih dari 2.200 lembaga yang bekerja sama dengan dukcapil dalam program "dukcapil go digital". Lembaga-lembaga tersebut mencakup kepolisian, perbankan, BPJS, dan asuransi.

Lembaga-lembaga tersebut mensyaratkan e-KTP. Prof. Zudan bercerita bahwa sebelum e-KTP digunakan secara masif, butuh waktu lama untuk melakukan updating. Semakin banyak data kependudukan digunakan, akan terjadi updating terus-menerus. Sekarang 99,04% penduduk Indonesia yang wajib e-KTP, sudah memiliki e-KTP.

Dapat kita bayangkan, untuk menampung data lebih dari 267 juta penduduk Indonesia, tentu tidak mudah. Menurut Prof. Zudan, saat ini sudah ada big data di server dukcapil di dalam negeri. Big data tersebut dikelola oleh putra-putri Indonesia sendiri, yang tersebar dari Aceh sampai Papua.

Mengapresiasi dan Menanggapi Langkah Pemerintah

Membaca dan mendengar begitu banyak langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah serta mengalami secara langsung beberapa di antaranya, saya merasa sudah sepantasnya langkah-langkah tersebut diapresiasi, meskipun masih ada kekurangan di sana-sini.

Saat ini, pemerintah seluruh negara di dunia sedang berusaha untuk melandaikan kurva penyebaran Covid-19 dan menjaga perekonomian negaranya agar dapat menjauh dari resesi. Pemerintah memerlukan kerja sama dari rakyat agar upayanya membuahkan hasil. Kerja sama seperti apa yang dapat kita berikan?

Bagaimana pun, kita perlu bertanggung jawab menjaga kesehatan sendiri. Dengan mematuhi himbauan pemerintah untuk rajin mencuci tangan, disiplin memakai masker dan menjaga jarak aman, serta menjaga pola hidup sehat dan tidak berada di keramaian, kita telah berpartisipasi di dalam upaya pemerintah untuk memutus rantai penularan Covid-19.

Kepada rekan-rekan karyawan swasta yang memenuhi syarat menerima santunan Rp600.000 per bulan untuk empat bulan ke depan, saya percaya Anda akan menggunakan dana tersebut untuk sesuatu yang produktif dan ikut menggerakkan ekonomi negara sesuai harapan pemerintah. Ini adalah bentuk kerja sama yang dapat Anda berikan di dalam menanggapi langkah pemerintah memulihkan ekonomi negara.

Semoga dengan doa kita bersama, pandemi Covid-19 akan segera berlalu. Dan semoga dengan kerja sama dari kita, upaya pemerintah untuk memutus rantai penularan Covid-19 dan membawa bangsa ini menjauh dari jurang resesi akan membuahkan hasil yang baik untuk semua. 

Jakarta, 9 Agustus 2020

Siska Dewi

Referensi: DBS Asian Insights Conference 2020: Navigating a Brave New World ; Kemenkeu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun