Sosiologi kesehatan adalah bidang ilmu yang mempelajari bagaimana faktor sosial, budaya, dan ekonomi memengaruhi kesehatan dan penyakit dalam masyarakat. Salah satu kasus yang menarik untuk dikaji dari perspektif ini adalah HIV/AIDS. HIV/AIDS bukan hanya masalah kesehatan tetapi juga isu sosial yang kompleks. Individu yang hidup dengan HIV/AIDS, atau yang dikenal sebagai ODHA, sering kali menghadapi stigma, diskriminasi, dan tantangan dalam mengakses layanan kesehatan.
Artikel ini bertujuan untuk membahas permasalahan sosial yang dialami ODHA, respons masyarakat terhadap mereka, serta upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dari perspektif sosiologi kesehatan.
HIV/AIDS dalam Perspektif Sosial
1. Stigma dan Diskriminasi
Stigma terhadap ODHA menjadi salah satu hambatan terbesar dalam penanganan HIV/AIDS. Penelitian menunjukkan bahwa stigma tidak hanya datang dari masyarakat umum tetapi juga dari petugas kesehatan. Di Kabupaten Sukoharjo dan Grobogan, misalnya, stigma terhadap ODHA mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Banyak keluarga merasa malu dengan status ODHA sehingga kurang memberikan dukungan emosional dan finansial.
Penelitian lain di Kota Kupang mengungkap bahwa stigma juga disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang HIV/AIDS. Sebanyak 44% responden melaporkan bahwa ODHA dianggap sebagai kelompok yang “berisiko” karena perilaku mereka, tanpa memahami berbagai jalur penularan HIV yang sebenarnya lebih kompleks.
2. Keluarga
Dukungan keluarga sangat menentukan kualitas hidup ODHA. Keluarga yang memahami pentingnya perawatan cenderung memberikan dukungan emosional, seperti empati, rasa peduli, dan perhatian. Namun, tidak semua keluarga mampu melakukannya. Sebagian besar keluarga di daerah pedesaan, seperti di Kabupaten Grobogan, lebih memilih menyembunyikan status ODHA karena takut akan stigma masyarakat.
3. Faktor Sosial Ekonomi
Kemiskinan menjadi faktor penghambat utama dalam perawatan ODHA. ODHA yang berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi rendah sering kali kesulitan mengakses pengobatan antiretroviral (ARV). Selain itu, beberapa ODHA kehilangan pekerjaan setelah status mereka diketahui, yang semakin memperburuk kondisi ekonomi mereka.
Upaya Penanggulangan dalam Sosiologi Kesehatan
1. Peningkatan Kesadaran Masyarakat
Edukasi tentang HIV/AIDS perlu ditingkatkan untuk mengurangi stigma. Pemerintah dan organisasi non-pemerintah (NGO) harus bekerja sama dalam memberikan informasi yang benar tentang cara penularan dan pencegahan HIV. Kampanye kesadaran, seperti program “Zero Discrimination” dari UNAIDS, telah membantu meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap ODHA.
2. Dukungan Psikososial
Dukungan psikososial memainkan peran penting dalam pemulihan ODHA. Sebuah penelitian di Kota Semarang menunjukkan bahwa ODHA yang mendapatkan dukungan emosional dari keluarga dan komunitas lebih mampu menghadapi tantangan mereka, baik secara fisik maupun mental.
3. Peningkatan Akses Layanan Kesehatan
Program nasional seperti Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT) dirancang untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Namun, pelaksanaan program ini menghadapi tantangan besar, seperti kurangnya tenaga medis terlatih dan rendahnya partisipasi ODHA, terutama dari kalangan ibu rumah tangga. Oleh karena itu, peningkatan akses layanan kesehatan melalui penyediaan tenaga profesional dan fasilitas yang ramah ODHA menjadi prioritas.
Kesimpulan
Masalah yang dihadapi ODHA tidak hanya sebatas kesehatan fisik tetapi juga melibatkan tantangan sosial yang kompleks. Sosiologi kesehatan membantu kita memahami hubungan antara faktor sosial dan kesehatan, sehingga dapat merancang solusi yang lebih efektif. Dukungan keluarga, edukasi masyarakat, dan peningkatan akses layanan kesehatan adalah kunci untuk mengurangi stigma dan meningkatkan kualitas hidup ODHA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H