Mohon tunggu...
AN NADHOFAH ADLIN
AN NADHOFAH ADLIN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

Saya adalah seorang mahasiswa Fakultas Keperawatan di Universitas Airlangga.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Breaking The Silence: Kekerasan Seksual terhadap Korban Laki-laki

19 Mei 2024   22:42 Diperbarui: 19 Mei 2024   22:42 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

10. Pemaksaan Aborsi

11. Pemaksaan Kontrasepsi dan Sterilisasi

12. Penyiksaan Seksual

13. Penghukuman Tidak Manusiawi dan Bernuansa Seksual

14. Praktik Tradisi Bernuansa Seksual yang Membahayakan atau Mendiskriminasi Perempuan

15. Kontrol Seksual, termasuk lewat Aturan Diskriminatif beralasan Moralitas dan Agama.

Kelima belas bentuk kekerasan seksual tersebut bukanlah merupakan daftar final, terdapat kemungkinan bentuk kekerasan seksual lain yang masih belum dikenali akibat keterbatasan informasi. Daftar bentuk kekerasan seksual tersebut menggarisbawahi kompleksitas dan beragamnya kasus kekerasan seksual yang dapat terjadi di masyarakat.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh tim peneliti International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) yang dilakukan pada bulan Mei-Juli 2020, dengan jumlah 2.210 responden yang tersebar di seluruh Indonesia, 71,8% diantaranya pernah mengalami kekerasan seksual. Dari hasil survei tersebut didapatkan juga sebanyak 64,8% pernah mengalami kekerasan seksual pada diri sendiri, dengan sejumlah 33,3% yang mengalami bergender laki-laki dan 66,7% bergender perempuan. Meskipun pada umumnya korban kekerasan seksual adalah kaum perempuan, namun bukan berarti bahwa kaum laki-laki kebal terhadap kekerasan seksual.

Berkaitan dengan kasus kekerasan seksual yang menarik untuk dibahas, pada bulan Februari 2024 lalu, Sadam Permana yang merupakan seorang konten kreator berjenis kelamin laki-laki yang sering membagikan pengalaman kuliah dan pengalaman lomba debatnya, sekaligus merupakan seorang alumni dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia telah menjadi korban pelecehan seksual ketika sedang melakukan siaran live streaming di akun Instagram miliknya (@sadampermana.w). Dirinya memperoleh tindakan pelecehan secara verbal berupa komentar yang bernuansa seksual oleh salah satu penontonnya. Dalam akun TikTok pribadi miliknya (@sadampermana.w), Sadam berusaha membuat konten video untuk menyuarakan keresahannya kepada pengguna TikTok atau media sosial lain, untuk tidak menormalisasikan tindakan pelecehan seksual apapun bentuknya. Namun sangat disayangkan, terdapat salah satu pengguna media sosial yang ikut menanggapi konten tersebut dengan membawa opini bahwa tidak wajar bagi kaum laki-laki bersuara bahwa dirinya telah menjadi korban pelecehan seksual. Opini tersebut merupakan suatu hal yang sangat miris sekaligus ironis untuk diungkapkan. 

Dalam konteks ini menjadi bukti bahwa tidak hanya kaum perempuan saja yang bisa menjadi korban kekerasan seksual, namun kaum laki-laki pun rentan menjadi korban kekerasan seksual. Kekerasan seksual dapat terjadi oleh siapapun, kapanpun, dan dimanapun. Menurut Luki Rudianto selaku peneliti magang di Indonesia Judicial Research Society (IJRS), faktor-faktor yang mirip dalam kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, juga dapat ditemui pada kasus kekerasan seksual terhadap laki-laki yang menjadi korban, seperti beberapa faktor termasuk jarang dilaporkannya kasus ke pihak Kepolisian atau orang terdekat, kesulitan mencari tempat perlindungan yang aman, dan ketidakmampuan korban untuk melawan ketika mengalami kekerasan seksual. Selain itu, kasus kekerasan seksual terhadap laki-laki cenderung jarang terungkap akibat dari adanya faktor stereotip maskulinitas yang melekat pada kaum laki-laki. Hal ini sering disebut sebagai istilah "toxic masculinity".

Toxic masculinity adalah hasil negatif dari seperangkat aturan atau budaya yang menentukan standar normal seorang laki-laki dalam berprilaku. Istilah toxic masculinity berasal dari seorang psikolog bernama Shepherd Bliss pada tahun 1990, yang digunakan sebagai pembeda serta pemisah nilai positif dan nilai negatif dari gender laki-laki. Adanya toxic masculinity disebabkan oleh budaya masyarakat patriarkis yang turut andil dalam konstruksi sosial. Ketika menjadi korban kekerasan seksual, laki-laki dewasa maupun anak laki-laki cenderung untuk enggan melaporkan kasusnya, sehingga membuat dirinya menjadi sulit melihat dengan akurat ruang lingkup di sekitarnya (Russell, 2007). Toxic masculinity menyebabkan korban laki-laki menjadi takut untuk melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialaminya. Hal ini karena korban laki-laki tersebut takut dianggap sebagai seseorang yang lemah oleh orang lain. Hal itulah yang menyebabkan data statistik kasus kekerasan seksual dengan korban laki-laki lebih sedikit jumlahnya, dibandingkan dengan jumlah kasus kekerasan seksual dengan korban perempuan. Kekerasan seksual pada laki-laki pasti ada, namun sebagian besar tidak terdokumentasi. Hal ini menyebabkan kurangnya keadilan dan bantuan bagi laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun