Meski tuntutan beliau yang ingin sederajat dengan laki-laki, tidak dibeda-beda kan dalam hal belajar dan melakukan hak-hak nya, ibu Kartini tetap menghormati tradisi Jawa yang sopan kepada orang tua tanpa melawan.
3. Pantang menyerahÂ
Tercacat dalam sejarah bahwa usia di akhir hayatnya cukup terbilang muda, yaitu 23 tahun. Selama ia hidup, telah menghabiskan masa mudanya untuk terus belajar dan belajarÂ
tanpa pantang menyerah, walau kondisi tak mendukungnya. Usia nya yang sangat singkat itu beliau telah torehkan pada tinta sejarah bahwa perjuangan untuk mengangkat derajat manusia tak akan pernah padam.
4. Gigih dalam memperjuangkan hak kaum sesama nyaÂ
Bukanlah seorang yang egois, hanya mementingkan dirinya sendiri. Dengan segala fasilitas dan keluarga bangsawan yang mengelilinginya, beliau tak bangga diri dan hanyut dalam kenikmatan sebagaimana perempuan pada umunya.
Beliau lebih mengedepankan jiwa kemanusiaan nya dari pada dirinya sendiri.
Derajat yang sama dan tidak membeda-bedakan kan antara laki-laki dan perempuan adalah impian terbesar ibu Kartini, sehingga semua perempuan dengan latar belakang apapun bisa merasakan bangku belajar dunia pendidikan.
Ibu Kartini adalah pejuang yang dilahirkan di tanah Jawa, tapi pengaruh nya melampaui penduduk Jawa. Siapapun kita dan apapun profesi kita, selama terus memberikan yang terbaik dengan berusaha nahi negara maupun keluarga, kita adalah para Kartini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H