Mungkin ada beberapa pemahaman yang berpendapat kalau LTS tidak sepenuhnya menjadi bahaya laten bagi NKRI, karena jaraknya cukup jauh apabila dilihat dari peta. Namun benarkah demikian ? Pada artikel sebelumnya bertajuk “Membaca Pergerakan AS dan RRT di Asia Pasifik” menjelaskan gambaran besar kawasan Asia Pasifik dan ancamannya bagi Indonesia. Pada kesempatan ini saya akan mencoba mendalami wilayah Asia Pasifik yang dimaksud dan ancamannya bagi Indonesia dari sudut pandang geopolitik.
Apa Itu LTS ?
Laut Tiongkok Selatan (LTS) adalah laut tepi bagian dari Samudera Pasifik yang luasnya sekitar 3.500.000 km persegi. LTS merupakan laut terbesar setelah kelima samudera di dunia. Kawasan Laut Tiongkok Selatan membentuk sebuah kepulauan yang berjumlah ratusan ada lebih dari 200 pulau dan karang yang diidentifikasi diantaranya pulau Spratly dan Paracel. Laut ini biasa disebut sebagai Laut Selatan saja di daratan Tiongkok. Negara-negara dan wilayah yang berbatasan dengan laut ini di antaranya Republik Rakyat Tiongkok, Makau, Hongkong, Taiwan, Filipina, Malaysia, Brunei, Indonesia, Kamboja, dan Vietnam.
Sejarah singkat, pada abad 19 LTS terdahulu lebih dikenal dengan Jalur Sutra (Silk Road) yang menghubungkan Asia Timur dengan Asia Barat bahkan hingga Asia Tenggara. Jalur ini dihubungkan oleh pedagang, pengelana, biarawan dan prajurit menggunakan kapal. Pertukaran ini sangat penting karena tidak hanya mengembangkan budaya Tiongkok, India dan Roma, tetapi juga merupakan dasar dari dunia modern. Ramainya rute perdagangan jalur sutra menjadikan kawasan ini menjadi yang paling sibuk di dunia zaman itu.
Namun apakah jalur sutra tersebut hanya sebatas nama ? lantas, mengapa saat ini menjadi perebutan negara-negara sekitarnya termasuk negara adidaya Tiongkok ? Tentu saja ada alasannya mengapa wilayah tersebut diidamkan beberapa negara.
Apa Saja Kelebihan LTS ?
Setelah ditelisik dari beberapa sumber referensi, pulau Spratly yang merupakan bagian dari kawasan LTS memiliki kekayaan alam melimpah. Pulau tersebut menabung cadangan minyak dan gas bumi yang konon 2 kali lipat Pulau jawa atau 10 kali lipat negara Amerika Serikat. Wow, betapa kayanya pulau tersebut, padahal ditinjau dari geografis, pulau ini hanya seluas 3 km persegi, tidak sebanding dengan luas wilayah Jawa dan Amerika. Selain itu wilayahnya yang strategis dapat dijadikan pos militer. Jelas saja wilayah ini diperebutkan oleh negara super kuat.
Ingat, itu baru pulau Spratly, sedangkan ada sekitar 200 pulau di kawasan konflik. Dan tentunya sangat memungkinkan berpotensi SDA yang diprediksi tidak akan habis sampai 10 generasi mbah buyut kedepan. Nihil sekali apabila ada negara yang tidak tergiur dengan kekayaan kawasan Silk Road. Jika pernah mendengar bahwa kawasan Asia merupakan Atlantis yang terkubur bisa jadi benar adanya.
Tidak heran jika banyak negara yang agresif berbondong-bondong menciptakan klaimnya untuk merebut pengaruh di singgasana LTS. Andaikan LTS bisa berbicara, mungkin ia berharap tidak dilahirkan. Toh diciptakan bukannya menciptakan perdamaian, malah membentuk perselisihan yang tak kunjung usai. Situasi ini menjadi dilema, siapa yang salah, pulau nya apa emang dasar manusianya yang nggak pernah puas.
Apa Bahayanya Bagi Indonesia ?
Lalu, dengan luasnya konflik LTS yang semakin carut marut apakah tidak membahayakan keamanan NKRI ? tentu saja ada hal yang berpotensi menjadi ancaman.
Kepulauan Natuna, yang merupakan pulau yang paling Utara menghubungkan Samudera Hindia dengan Laut Tiongkok Selatan. Karena konflik di Laut Tiongkok Selatan yang kian memanas dan cenderung menimbulkan sensitivitas tinggi, rute perdagangan internasional berbelok melewati Kepulauan Natuna. Jalan pintas ini diambil karena pertimbangan keamanan dan jarak yang cukup dekat dibanding jalan pintas lainnya.
Bayangkan dari sudut pandang geopolitik, letaknya yang bersinggungan sangat memungkinkan masuk pengaruh asing yang turut ingin menghancurkan stabilitas keamanan. Perlahan akhirnya Kepulauan Natuna harus angkat koper dari kerajaan Garuda Merah Putih. Sangat disayangkan apabila salah satu anggota keluarga besar kita harus berpisah beda atap karena tidak ada yang mempedulikan dirinya.
Ada bukti lain yang dianggap relevan mampu mengamcam NKRI. Australia dan Singapura yang merupakan sahabat pena Om Sam juga turut mendukung kebijakan yang diambil Om sepenuhnya. Sadar atau tidak, AS sudah menanam pangkalan militer di Pulau Diego Garcia, Christmas, Cocos, Darwin (semua pulau tersebut milik Australia) dan juga negara Guam, Filipina dan memungkinkan perluasan hingga Malaysia dan Singapura. Bukankah letak Indonesia terkepung dari semua wilayah tersebut ?
Indikasi tersebut jangan dianggap remeh, justru kepentingan politik datangnya terselubung, tidak ujug-ujug menyampaikan maksud dan tujuannya kedatangannya.
Karena Kepulauan Natuna yang sangat rentan menjadi efek domino dari sengketa LTS, bisa jadi Alusista kita sebagian besar dipindahkan untuk menjaga kawasan Natuna, sedangkan masih banyak wilayah perbatasan lain yang rawan dicaplok negara lain. Akibatnya mengkhawatirkan pertahanan dan keamanan yang semakin loyo karena tidak mampu mengamankan NKRI yang begitu luasnya.
Keterlibatan Asing (AS) dan Aseng (RRT) dalam sengketa LTS tentu akan menurunkan ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom and Neutrality) yang merupakan pedoman dasar negara penghimpun ASEAN dalam menyelesaikan sengketa. ZOPFAN yang tidak berjalan maksimal sangat memicu kesenjangan berbagai sektor termasuk fokus utama Pak Presiden Jokowi, IMEP.
Terus Aku Kudu Piye ?
Masalahnya, tidak semua dari kita mampu menguasai ilmu pendidikan militer, hankam ekonomi, sospol, geopolitik dan sebagainya. Langkah kecil yang bisa kita lakukan jangan pernah meninggalkan kebudayaan dan sejarah kita. Bahkan sang Proklamator Ir. Soekarno sudah menekankan sedalam-dalamnya di pidatonya berjudul “Jas Merah” (JANGAN SAMPAI MELUPAKAN SEJARAH) karena itulah yang akan menimbulkan rasa cinta kita kepada Indonesia. Bukan berarti kita harus meninggalkan globalisasi.
Kalau sudah tumbuh rasa cinta tanah air, tentu saja melakukan hal apapun yang bertujuan untuk membangun Indonesia terasa nyaman. Manfaatkan momen detik-detik menjelang Dirgahayu RI ke 70 dengan menumbuhkan semangat yang tinggi. Penulis pun ingin menumbuhkan semangat yang tinggi meski tidak sehebat pejuang terdahulu. Intinya, satu kepala sudah berkontribusi besar bagi bangsa Indonesia. Bantu dukung kabinet Jokowi-JK.
“AYO KERJA”
Salam Indonesia ! Dirgahayu RI ke 70.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H