Pernahkah Anda mengunjungi Desa Cibogo, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran? Setiap orang  yang baru pertama kali mengunjungi Desa Cibogo, dalam benaknya langsung bertanya-tanya, apakah di desa ini banyak ikan bogo? Memang  toponim kata Cibogo  terdiri dari dua kata yakni ci yang berarti sungai atau sumber air, dan bogo, suatu jenis ikan rawa yang dalam bahasa ilmiyahnya disebut Channa Striata. Toponim suatu desa bisa mengungkapkan sejarah desa itu di masa lalu. Kenyataannya di Desa Cibogo tidak ada sungai yang namanya sungai Cibogo. Yang ada hanya sungai Cipaku Haji, yang bermuara di sungai Citanduy.
Tetapi benar di Desa Cibogo dan desa-desa sekitarnya banyak ditemukan ikan bogo di sebuah rawa terkenal, yang bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata pemancingan ikan bogo, yakni rawa Lengkong, rawa Cakung, dan rawa Cilalay. "Rawa Cilalay sangat luas dan airnya tidak pernah kering sekalipun didera musim kemarau bagaimana pun lamanya," jelas Haji Sugino Atmodjo  baru-baru ini ketika saya mengunjungi desa Cibogo akhir Oktober lalu. Haji Sugino Atmodjo adalah penduduk asli Desa Cibogo yang sudah lama merantau dan berhasil menjadi pengusaha sukses di Kota Bandung.
Rawa Cilalay menghasilkan ikan bogo dengan rasa khas yang berbeda dengan ikan bogo daerah lain. Ikan bogo Rawa Cilalay terasa lebih lezat, lebih gurih, dan dagingnya lebih empuk. Penduduk Cibogo percaya bahwa ikan bogo rawa Cilalay tak akan pernah habis, dan airnya pun tak akan pernah surut. Sudah berpuluh-puluh tahun sampai sekarang rawa Cilalay merupakan sumber daya alam yang memberikan penghidupan bagi para nelayan rawa Cilalay. Â Lalu dari mana asal muasal nama Desa Cibogo?
 Juga diceriterakan, bahwa suatu ketika ada rombongan pengamen ronggeng yang akan manggung di Desa Cibogo, tetapi lupa membawa gong. Maka atas saran penduduk, ketua rombongan seni ibing itu berziarah menemui Ki Bodas di Belandongan. Ternyata permohonannya dikabulkan. Esok harinya di tepi sumur tua itu ditemukan gong yang sangat diperlukan untuk pentas ronggeng. Dari kata ci yang berarti sumber air dari sumur tua dan ikan bogo keramat itulah, terbentuk nama dusun Cibogo.
Seorang ahli antropologi terkenal E.Durkheim, banyak mengupas tentang kepercayaan pada binatang yang dianggap memiliki kesaktian, sakral, dan keramat, yang disebut Totemisme. Kepercayaan ini banyak dianut oleh berbagai suku bangsa di dunia yang masih rendah tingkat kebudayaanya. Mereka umumnya masih hidup sebagai peladang, peramu, dan pemburu ikan di rawa-rawa, sungai-sungai, atau tepi pantai.Â
Penyebab timbulnya pemujaan kepada obyek keramat seperti tumbuh-tumbuhan, binatang, dan benda-benda keramat, adalah karena dalam diri manusia ada potensi jiwa yang disebut emosi religi atau emosi keagamaan. Adapun obyek yang dikeramatkan itu berfungsi menjadi semacam simbol dari masyarakatnya. Dalam Totemisme binatang yang dipuja, bukan hanya ikan bogo seperti di Dusun Cibogo pada masa lalu. Ada pula buaya, Â kura-kura, burung hantu, kera, dan lainnya lagi yang disakralkan dan dipuja.
Dengan meminjam teori Durkheim tentang totemisme dan emosi keagamaan, dapat kita simpulkan, bahwa Desa Cibogo berasal dari sebuah dusun yang sudah sangat tua, paling tidak berasal dari masa ketika agama Islam belum masuk ke Desa Cibogo. Atau bahkan berasal dari suatu masa yang lebih tua lagi, yaitu masa ketika penduduk masih menganut kepercayaan animisme. Desa Cibogo yang luasnya sekitar 369 ha atau sekitar 2 % dari luas Kabupaten Pangandaran itu, hanya terdiri dari dua dusun, yakni Dusun Cibogo dan Dusun Cibeureum. Dusun Cibogo dekat rawa Lengkong, sedangkan Dusun Cibeureum, dekat rawa Cilalay.
Dari sisi geografi, tampaknya pada masa lalu rawa Lengkong, rawa Cakung, dan rawa Cilalay sempat menjadi satu, dan Dusun Cibogo merupakan satu-satunya dusun tua yang berada di tepi rawa yang luas itu. Â Pemukim awal dusun Cibogo itulah yang diabadikan dalam legenda Sumur Belandongan dengan Ki Bodas, ikan bogo yang dikeramatkan. Mereka hidup dengan berladang dan menangkap ikan bogo di rawa-rawa. Pemujuaan kepada Ki Bodas, merupakan simbol ungkapan rasa terima kasih penduduk atas anugerah ikan bogo yang melimpah di rawa-rawa tempat mereka tiap hari menangkap ikan bogo yang dipandangnya sebagai anak keturunan dari Ki Bodas.
Emosi religi, biasanya tidak hanya melahirkan suatu sistem kepercayaan. Tetapi juga melahirkan ritus-ritus pemujaan dan mitologi. Bisa jadi pada masa lalu di Dusun Cibogo ada upacara-upaca untuk memuja Ki Bodas di sumur Belandongan. Tetapai seiring dengan perjalanan waktu, rawa-rawa yang ada menyusut, sehingga terbentuk tanah darat yang semakin lama semakin luas di sekitar Dusun Cibogo. Pendangkalan rawa itu, bisa jadi akibat seringnya terjadi banjir Sungai Citanduy dan Cipaku Haji. Setiap banjir meluap, membawa ribuan meter kubik lumpur yang akhirnya membuat dangkal rawa, dan lama-lama memunculkan daratan yang memecah rawa di tepi Dusun Cibogo itu jadi tiga, yaitu rawa Lengkong, rawa Cakung, dan Rawa Cilalay.
Ketika daratan di sekitar Dusun Cibogo semakin luas, mulai berdatangan penduduk dari daerah lain untuk membuka tanah-tanah darat yang baru terbentuk dari proses pendangkalan rawa tadi menjadi tanah-tanah tegalan, tanah persawahan, dan tanah pemukiman, akhirnya muncul dusun-dusun dan desa-desa baru. Sementara itu, agama Islam pun berhasil masuk ke Dusun Cibogo dan dusun-dusun di sekitarnya, sehingga ritus-ritus pemujaan kepada Ki Bodas, lama-lama tersingkir digantikan dengan kepercayaan baru yang bercorak Islam. Yang masih tertinggal dari sisa-sisa emosi keagamaan masa lalu terhadap ikan bogo, adalah mitologi kisah Ki Bodas dari Sumur Belandongan yang menjadi cikal bakal nama Dusun Cibogo.