“Tetapi ilmu hitam sejenis ini, sebenarnya mudah sekali dilawan. Mereka punya pantangan takut setengah mati dengan segala jenis monyet. Jika sampai tergigit monyet, bukan hanya kekebalan yang mereka miliki hilang. Nyawa mereka pun akan secepatnya meninggalkan tubuh mereka,” kata Raden Wirapati mengakhiri keterangannya.
Raden Kamandaka kembali mengambil alih pembicaraan dengan mengajak para peserta pertemuan untuk merenungkan dan mengendapkan dengan sebaik-baiknya semua hal yang telah disampaikan wakil panglima tinggi dan panglima komandan operasi sektor barat itu.
“Itulah tadi penjelasan dari Dinda Wirapati yang menarik sekali. Telah dijelaskan kekuatan formasi perang Kerajaan Nusakambangan, tetapi sekaligus juga kelemahan-kelemahan yang mereka miliki. Sekarang, marilah kita dengar pandangan-pandangan tentang ilmu perang hasil telaah Dinda Dewi dari rontal-rontal yang berisi kisah-kisah tentang peperangan besar, seperti perang Bharata Yudha dan perang Brubuh Alengka. Silahkan Dinda Dewi,” kata Raden Kamandaka kepada Sang Dewi yang duduk di sampingnya.
“Baiklah Kanda Kamandaka,“ kata Sang Dewi, “Suatu kadipaten, ataupun kerajaan manapun tanpa memiliki kemampuan berperang yang memadai, pastilah akan cepat runtuh dan rakyatnya akan diperbudak oleh sang penakluk. Apakah kita akan membiarkan rakyat Kadipaten Pasirluhur dan Kadipaten Dayeuhluhur diperbudak oleh Nusakambangan?” tanya Sang Dewi kepada peserta rapat yang segera dijawab dengan penuh semangat,”Tidaakkkk!”
“Terimakasih,” kata Sang Dewi. “Apakah kita akan membiarkan gadis-gadis yang cantik-cantik dari Pasirluhur dan Dayeuhluhur, diculik prajurit Nusakambangan untuk dikorbankan dalam ritual aliran sesat?”
Kembali para peserta menjawab serentak dan penuh semangat,” Tidaaakkk!!!”
“Terimakasih! Kita hanya bisa mempertahankan kemerdekaan dan kebebasan kita sehingga terlepas menjadi budak, hanya apabila kita menguasai ilmu perang. Kita hanya bisa melindungi anak-anak gadis kita dari penculikan-penculikan yang terus dilakukan oleh prajurit Nusakambangan, hanya apabila kita menguasai ilmu perang. Apakah ilmu perang itu sebenarnya?” tanya Sang Dewi kepada hadirin yang hanya dijawab dengan tatapan sinar mata keinginan yang besar untuk memperoleh pengetahuan apa itu hakekat dari ilmu perang.
“Perang itu sebenarnya merupakan seni, ketrampilan dan keahlian untuk mempertahankan keselamatan diri sendiri, keluarganya, masyarakatnya, bangsanya dan tanah airnya. Perang bukanlah ketrampilan untuk menaklukan masyarakat dan bangsa lain untuk kemudian memperbudak dan menguasai mereka. Perang bukanlah ilmu untuk menjajah dan memperbudak kemanusiaan. Perang, sekali lagi, adalah ilmu untuk mempertahankan dan membela diri. Karena itu kita harus terus mewariskan semangat, daya juang, dan nilai-nilai perjuangan dan ilmu perang kepada generasi penerus dari para penduduk yang tinggal di lembah Ciserayu. Kita hanya bisa memenangkan perang dengan Kerajaan Nusakambangan hanya apabila kita memiliki semangat bersatu padu untuk bisa menggabungkan kekuatan-kekuatan perang yang terpisah-pisah yang dimiliki oleh masyarakat menjadi satu kekuatan. Apa sebab Kadipatan Kalipucang dan Banakeling, dengan begitu mudah dilindas kekuatan perang prajurit Nusakambangan? Karena Banakeling dan Kalipucang tidak mau bersatu,” kata Sang Dewi.
“Lihatlah Sungai Ciserayu dan sungai-sungai besar lainnya. Sungai Ciserayu menjadi sebuah sungai yang besar dan arusnya lebih bertenaga dan lebih hebat, karena ke dalam Sungai Ciserayu telah mengalir anak-anak sungai, seperti Sungai Cingcinggoling, Sungai Logawa dan anak-anak sungai yang lain. Kenapa Sungai Logawa lebih besar dari Sungai Kabunan dan Sungai Banjaran? Karena kedalam Sungai Logawa telah mengalir anak-anak sungainya. Tenaga yang dimiliki Sungai Logawa, adalah gabungan dan persatuan dari tenaga anak-anak sungainya. Hanya apabila semua anak-anak sungai bersatu padu, maka semua anak sungai itu akan bisa mencapai tujuannya, yaitu bermuara di Samudra Raya yang luas, bebas , damai dan merdeka. Mencapai Samudra yang luas yang menjanjikan kemerdekaan, kebebasan dan keadilan, itulah sejatinya tujuan dari setiap perang,” kata Sang Dewi melanjutkan.
“Kita pun akan bisa memenangkan perang dengan Nusakambangan apabila kekuatan perang Dayeuhluhur dan Pasirluhur bersatu padu melawan kekuatan perang Kerajaan Nusakambangan. Kita akan memenangkan perang, bila pusat-pusat pelatihan prajurit di Dayeuhluhur, di Baturagung dan di Kendalisada, dibawah panglima-panglima perangnya bersatu padu melawan prajurit Nusakambangan. Untuk memenangkan perang, tentu saja semangat bersatu saja tidak cukup,” kata Sang Dewi masih melanjutkan penjelasannya.
“Pusat-pusat pelatihan prajurit harus bisa dijadikan mandala untuk meningkatkan ketrampilan dan kecakapan ilmu perang. Pelatihan-pelatihan tidak cukup dengan hanya mengandalkan ketrampilan perang berbasis daratan. Ketrampilan perang berbasis sungai dan lautan juga harus diajarkan,” kata Sang Dewi dengan semangat.Sang Dewi berhenti sejenak. Dilihatnya semua wajah pendengarnya. Nampak semuanya mendengarkan apa yang dikatakan Sang Dewi dengan penuh perhatian. Sang Dewi bangga juga, kata-katanya disimak dengan sungguh-sungguh.