Tahun 1578 merupakan tahun yang penting dalam sejarah pembangunan kota Banyumas, karena menurut tradisi, keinginan Sang Adipati untuk pindah dari Wirasaba ke Kejawar diawali sebuah mimpi gaib agar Sang Adipati merencanakan pindah dari Wirasaba. Mimpi gaib itu ditafsirkan Sang Adipati sebagai hilangnya daya gaib rumah Kadipaten di Wirasaba sehingga Sang Adipati merasa gelisah dan ingin pindah ke wilayah Kejawar, sebagaimana telah dikisahkan pada buku Babad Banyumas versi C tulisan Patih Poerwosoeprodjo di atas.
Penyebutan nama Sang Adipati Wirasaba VII dengan sebutan Adipati Wargahutomo II oleh penulis Babad Banyumas versi ISSB, sangat tepat. Karena gelar Wargahutomo II, menunjukkan bahwa Sang Adipati belum pindah ke kota Banyumas. Sedangkan penulis Babad Banyumas versi C agak kurang tepat ketika dia menulis,”Kacarios Ki Dipati Mrapat boten kersa dedalem ing Wirasaba, kersanipun bade dedalem ing pasiten tlatah dusun Kejawar…”.(hal 19). Sebab saat itu Sang Adipati belum mendapat gelar Adipati Mrapat. Saat itu Sang Adipati masih menyandang gelar Adipati Wargahutomo II.
Karena secara filologi tahun 1578 adalah tahun peletakan batu pertama pembabatan hutan Mangli, berarti tahun 1578 adalah tahun Sang Adipati menurut tradisi menerima wisik untuk membuat rencana memindahkan rumah Kadipaten Wirasaba. Hal ini mengandung arti bahwa tahun 1578 adalah tahun pengangkatan Jaka Kahiman oleh Adipati Pajang untuk menggantikan kedudukan mertuanya yang wafat. Dan berarti pula tahun 1578 adalah tahun wafatnya Adipati Wirasaba VI dalam tragedi Sabtu Pahing.
Dengan demikian berdasarkan analisa filologi, kita telah dapat menetapkan tahun 1578 sebagai (1) tahun wafatnya Adipati Wirasaba VI, (2) tahun diangkatnya Jaka Kahiman oleh Sultan Pajang sebagai Adipati Wargahutama II, (3) tahun peletakkan batu pertama pembabatan hutan Mangli untuk pembangunan kota Banyumas.
Sekarang apakah analisa historis memberikan dukungan terhadap angka 1578 sebagai tahun terjadinya tragedi Sabtu Pahing?
Dukungan tahun 1578 sebagai tahun wafatnya Adipati Wirasaba VI dapat kita peroleh dari analisa seorang sarjana Belanda, Pakar Sejarah Jawa De Graaf dalam bukunya Kerajaan Islam Pertama di Jawa, Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI.[Bersambung]
Artikel lanjutan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H