Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang Patih R. Arya Wiryaatmaja(1879 - 1907 M), Bapak Bank Rakyat

15 Desember 2015   22:26 Diperbarui: 16 Desember 2015   07:45 1545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayah Raden Wiryaatmaja adalah seorang Demang dari Ayah-Adireja dengan pangkat ngabehi, yakni Raden Ngabehi Dipadiwirya. Sedang istri Wiryaatmaja, adalah anak dari Mas Ngabehi Kertajaya, seorang demang di Adireja yang punya hubungan kekerabatan dengan Kraton Surakarta. Dari garis keturunan istrinya, sudah jelas Wiryaatmaja, cukup akrab dengan sastra babad, terutama Babad Tanah Jawi koleksi ayahnya maupun keluarga istrinya.

Akan tetapi dalam usianya yang panjang, pengaruh sastra babad dan sastra mitos dari keluarganya, tidak menjadikan Patih Raden Wiryaatmaja tenggelam ke dalam logika mistik. Sebab, Wiryaatmaja dalam perjalanan karirnya, lebih banyak berada dibawah asuhan atasannya yang sebagian besar adalah orang-orang Belanda. Orang-orang Belanda atasan Wiryaatmaja itulah yang telah mendidiknya sebagai seorang punggawa atau birokrat berpikiran maju dengan logika rasional.

Wiryaatmaja sendiri lahir pada bulan Agustus 1831, bertepatan dengan proses pembentukan Karesidenan Banyumas, sesudah daerah mancanegara barat dari Kraton Surakarta itu diambil alih Pemerintah Hindia Belanda sebagai ganti ongkos memadamkan Perang Diponegoro ( 1825 – 1830 M), yang berakhir dengan kemenangan Belanda dengan koalisinya. Pada usia 21 tahun, Wiryaatmaja diangkat menjadi juru tulis seorang controlir Belanda di Banjar. Tiga tahun kemudian dia diangkat jadi mantri polisi di Bawang distrik Singamerta. Karirnya terus menanjak, sehingga tahun 1873, dia sudah menduduki jabatan kursi wedana asal istrinya, yakni Wedana Adireja, setelah sebelumnya selama tujuh tahun jadi Wakil Wedana Batur. Tahun 1875 dia dipindahkan menjadi Wedana Banyumas. Tetapi empat tahun kemudian, tahun 1879 M, Wiryaatmaja sudah menduduki jabatan puncak, yakni diangkat Pemerintah Hindia Belanda sebagai Patih Kabupaten Purwokerto ( 1879 - 1907 M).

Sumbangan Patih Raden Wiryaatmaja  di dunia sastra babad,  dilakukannya  pada tahun 1898 M, ditengah-tengah kesibukannya sebagai seorang patih, pengurus masjid dan pengawas proyek perkreditan rakyat yang dirintisnya. Di tengah-tengah hingar bingar kesibukannya sebagai punggawa kadipaten, ternyata Sang Patih  masih bisa menyempatkan diri menulis sebuah kitab Babad Banyumas, yang ditulisnya atas perintah tuan wakil Residen Banyumas.

Karya Babad Banyumas tulisan Raden Arya Wiryaatmaja, telah diteliti oleh Prof.Dr.Sugeng Priyadi,M.Hum, dan dinilai sebagai suatu karya rintisan sastra Babad Banyumas yang kemudian berkembang menjadi karya tradisi besar atau arus utama sastra babad daerah Banyumas.

Perlu dicacat, Patih Raden Arya Wiryaatmaja, telah menulis kitab sastra babadnya, sesuai dengan watak pribadinya yang kuat,  jujur, dan hati-hati. Padahal sebagai seorang  penulis sastra babad, dia punya kebebasan sepenuhnya untuk menuliskan semua gagasannya dan semua yang dipikirkannya. Ternyata ketika dia harus menceriterakan berdirinya Kabupaten Banyumas, dia bertindak dengan jujur, sehingga karena kejujurannya itu dia tidak pernah mau melakukan rekonstruksi kapan tahun berdirinya Kabupaten Banyumas. Ada kesalahan kecil ditemukan Sugeng Priyadi, yakni jumlah nama Bupati Banyumas Yudanegara. Tetapi kesalahan yang demikian masih dalam batas yang sangat wajar, mengingat sastra babad bukan sepenuhnya kitab sejarah dalam pengertian historiografi modern. Namun secara kesuluruhan Babad Banyumas karya Wiryaatmaja itu cukup berbobot, ditulis dengan mengacu pada kitab Babad Tanah Jawi, dan penyelidikan empiris dengan melakukan serangkaian wawancara dan tanya jawab secara tradisional dan sambil lalu. Tetapi memenuhi kaidah metode ilmiyah sederhana.

Dalam menulis kitab babadnya,  Patih Raden Wiryaatmaja yang cerdas itu, rupanya  tidak mau terjebak dalam suatu rekonstruksi historografi sejarah  yang tidak dikuasainya. Tugasnya sebagai seorang penulis sastra babad, hanyalah memotivasi, melakukan rintisan dan meletakan landasan, dasar dan fondasi bagi penulisan Babad Banyumas yang lebih mendekati fakta sejarah. Generasi peneruslah yang dia harapkan mampu melakukan rekonstruksi ilmiyah kapan Kabupaten Banyumas didirikan.

Memang sebuah fenomena yang aneh, jika Pemerintah Hindia Belanda lebih mempercayai Patih Wiryaatmaja untuk menuliskan kitab Babad Banyumas yang oleh Sugeng Priyadi disebut Babad Banyumas versi Wiryaatmajan. Padahal Patih Wiryaatmaja bukan Patih Kabupaten Banyumas. Tapi Patih Kabupaten Purwokerto. Rupanya sikap santun, jujur, berintegritas, dan tidak pernah memandang rendah karya penulis babad sebelumnya, yakni Kanjeng Purwokerto yang menulis lebih dulu ( 1889). Patih Raden Arya Wiryaatmaja tidak pernah  memandangnya karya lain dengan sebelah mata dan tidak pula pernah menganggap karya orang lain  sebagai karya sampah.  Semua itu menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda lebih menghargai Babad Banyumas Karya Patih Raden Wiryaatmaja.

Nampaknya memang  Babad Banyumas karya Patih Wiryaatmaja lebih memiliki bobot tersendiri dan  lebih memiliki obyaktivitas  tinggi. Hal ini bisa jadi karena Patih Arya Wiryaatmaja tidak memiliki konflik kepentingan untuk memuja Adipati Mrapat Joko Kahiman sebagai tokoh legenda. Patih Wiryaatmaja yang terdidik secara Barat itu, berusaha menempatkan Sang Adipati Mrapat sebagai tokoh sejarah, sebagaimana diajarkan para mentornya orang-orang Belanda yang telah memiliki tradisi berpikir ilmiyah rasional, dan menjauhkan diri dari tradisi logika mistik yang bersifat subyektik dan personal. Barang kali inilah warisan terbesar Patih Wiryaatmaja. Tradisi berpikiri rasional. Sungguh sayang sekali, jika warisan tradisi itu dilupakan oleh orang-orang Banyumas.  Wallahualam.[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun