Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Adipati Wirasaba VI Wafat Tahun 1570 M?(05)

5 Desember 2015   14:24 Diperbarui: 5 Januari 2016   10:59 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Kanjeng Purwokerto dan sebagian trah Martadireja mencari-cari tahun wafatnya Adipati Wirasaba, mereka menghubungkannya dengan tahun wafatnya Sunan Gunung Jati yang mudah diingat yakni tahun 1570. Dengan demikian telah terjadi proses diakronis dan konsep kesejajaran antara tahun wafatnya Adipati Wirasaba VI   dengan tahun wafatnya Sunan Gunung Jati. Adipati Wirasaba VI adalah Yang Dipertuan di Wirasaba, sedang Sunan Gunung Jati adalah Wali Keramat di Pulau Jawa. Angka 1570 sebagai tahun wafatnya Sunan Gunung Jati, telah diingat oleh Kanjeng Purwokerto dan sebagian trah Martadireja sebagai tahun wafatnya Adipati Wirasaba VI.

Kanjeng Purwokerto yang menulis babad untuk memuja Adipati Mrapat, segera mencantumkam angka 1570 sebagai tahun wafatnya Adipati Wirasaba VI. Dan sesuai dengan konsep kesinambungan para penguasa Jawa, tahun 1571 pun ditetapkanlah sebagai awal masa pemerintahan pengganti Adipati Wirasaba VI, yakni Adipati Mrapat.

Menarik juga untuk diketahui, bahwa leluhur Kanjeng Purwokerto bukanlah wong Banyumas asli. Leluhur Kanjeng Purwokerto berasalal dari aristokrat Kraton Surakarta. Tetapi karena dia lahir di Banyumas, tentu merasa sebagai wong Banyumas. Dan tentunya punya hak untuk memuja Sang Adipati Mrapat.

Demikianlah analisa filologi, munculnya angka 1570 sebagai tahun wafatnya Adipati Wirasaba VI dan angka tahun 1571 sebagai tahun Adipati Mrapat memulai masa pemerintahannya di Banyumas yang tercantum dalam naskah babad Cokrokesuma yang salinannya menjadi Babad Kranji-Kedungwoeloeh.

Tetapi benarkah tahun 1570 adalah tahun wafatnya Adipati Wirasaba VI sebagaimana yang tercantum pada Naskah Kranji-Kedungwoeloeh? Analisa historis harus dilakukan dengan mencermati konflik dan ketegangan politik apa yang terjadi antara Wirasaba dan Pajang pada tahun 1570.

Sebagaimana kita ketahui, Adipati Wirasaba VI, wafat akibat pembunuhan yang dilakukan gandek raja atas perintah Adiwijaya yang dikenang dengan rasa getir oleh rakyat Banyumas dengan menciptakan kisah tragedi Sabtu Pahing. Dalam kisah tragedi Sabtu Pahing, dikisahkan seolah-olah Raja Pajang Adiwijaya melakukan perintah pembunuhan terhadap Adipati Wirasaba VI itu, hanya karena Sang Raja telah khilaf atau lalai.

Padahal dalam konsep kekuasaan Jawa, tidak pernah dikenal ada raja dan penguasa yang lalai atau khilaf. Sebab raja adalah citra dewa di dunia dalam konsep Hindu-Budha atau wakil Tuhan dalam konsep Islam. Raja yang lalai atau khilaf, selalu ditengarai oleh rakyat Jawa, sebagai pertanda mulai akan perginya wahyu kedaton dari Sang Raja dan juga pertanda akan munculnya dinasti baru dan raja baru yang lebih menjanjikan bagi terwujudnya keadilan dan kebenaran. Namun apa pun alasannya, pembunuhan atas Yang Dipertuan Wirasaba oleh Raja Pajang Adiwijoyo, membuktikan terjadinya konflik Pajang –Wirasaba. Paling tidak Raja Pajang meragukan kesetiaan Adipati Wirasaba VI kepada Pajang, adalah alasan yang paling kuat yang menjadi penyebab terjadinya tragedi Sabtu Pahing.

Bagaimanakah hubungan Pajang dengan Cirebon? Cirebon adalah Kerajaaan Islam yang secara geografis lebih dekat ke Banyumas dari pada ke Pajang.

Sekalipun hubungan Pajang dengan Cirebon tidak serasi, karena dua alasan:

  1. Pajang kecewa dengan Cirebon dan Banten yang semula berada di bawah pengaruh Demak. Alih-alih mau mengakui kedaulatan Pajang atas Cirebon dan Banten. Cirebon dan Banten di bawah pengaruh Sunan Gunung Jati, melepaskan diri dari Pajang, menyatakan sebagai wilayah yang berdaulat sendiri.
  2. Adiwijaya, Raja Pajang, tidak bisa melupakan Sunan Gunung Jati yang telah menghabisi nyawa guru spiritualnya Syekh Siti Jenar pada tahun 1545 M.

Tetapi Adiwijaya tetap menaruh hormat pada Sunan Gunungjati, sehingga pelan-pelan merelakan Cirebon dan Banten melepaskan diri dari Demak dan Pajang.

Karena tahun 1570 adalah tahun wafatnya Wali Kramat Sunan Gunung Jati, mustahil Adiwijaya membuka konflik dengan Wirasaba pada tahun itu. Paling tidak tahun 1570 merupakan masa tenang tanpa konflik antara Kerajaan Pajang dengan kadipaten bawahan mana pun yang dianggapnya tidak setia kepada Pajang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun