Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Adipati Wirasaba VI Wafat Tahun 1570 M?(05)

5 Desember 2015   14:24 Diperbarui: 5 Januari 2016   10:59 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara itu Patih Purwokerto Raden Aria Wiryaatmaja juga menulis Babad Banyumas pada tahun 1898. Dengan demikian Kanjeng Purwokerto itu hidup sejaman dengan Patih Aria Wiryaatmaja. Dan Naskah Babad Banyumas Wiryaatmajan, sejaman dengan Naskah Babad Banyumas Cakrakesuman atau Babad Kranji-Kedungwoeloeh. Bedanya hanya 9 tahun(1889-1898).

Hanya empat tahun setelah diangkat jadi Bupati Purwokerto, Kanjeng Purwokerto sudah menulis Babad Banyumas, yaitu pada tahun 1889. Tetapi ternyata Asisten Residen lebih suka menugaskan Patih Aria Wiryaatmaja untuk menuliskan Babad Banyumas dari pada menugaskan Kanjeng Purwokerto yang merasa lebih dekat dengan Bupati Martadireja. Bisa jadi pertimbangan Asisten Residen, Sang Patih dinilai lebih kompeten dan lebih memiliki bakat intelektual yang memadai dari Kanjeng Purwokerto.

Patih Arya Wiryaatmaja, mampu menyelesaikan kitab Babad Banyumas pesanan Asisten Residen, pada tahun 1898 M, sembilan tahun setelah Kanjeng Purwokerto menyelesaikan kitab babad yang ditulisnya. Tentu saja Babad Banyumas susunan Patih Arya Wiryaatmaja itu bukan hanya lebih populer. Tetapi kualitas isinya dan gaya bahasanya jauh lebih baik dari kitab Babad Banyumas susunan Kanjeng Purwokerto.

Memang Patih Aria Wiryaatmaja sangat populer, bukan hanya karena diminta oleh Asisten Residen WPD De Wolf van Westerode untuk menyusun Babad Banyumas. Patih Aria Wiryaatmaja juga tokoh perintis pendirian Bank Penolong dan Tabungan di Purwokerto pada tahun 1896 yang menjadi cikal bakal Bank Rakyat, Rumah Gadai, Bank Desa dan Lumbung Desa yang dirintis bersama-sama Asisten Residen Westerode. Dia hidup sejaman dengan Bupati Banyumas Martawijaya III (1879-1913), sebelumnya Bupati Purwokerto (1860 -1879 ). Patih Raden Aria Wiryaatmaja juga hidup sejaman dengan Kanjeng Purwokerto yang diduga oleh Sugeng Priyadi sebagai Tumenggung Cakrakusuma.

Siapakah Kanjeng Purwokerto atau Bupati Cakrakesuma?

Bupati Cakrakesuma adalah putra Bupati Banyumas, Cakranegara II. Cakrakesuma naik menjadi Bupati Purwokerto pada tahun 1885 M. Sebelumnya dia adalah Asisten Wedana Banteran. Sebelum Cakrakesuma ditetapkan jadi Bupati Purwokerto, kursi Bupati Purwokerto sempat vakum selama 3 tahun, yaitu dari tahun 1882 – 1885 M. Sebabnya adalah Bupati Cakraseputra yang diangkat menjadi Bupati Purwokerto pada tahun 1879 menggantikan Bupati Martadireja III( 1860 – 1879 M), yang dipindah ke Banyumas, selama menduduki kursi Bupati Purwokerto, sakit-sakitan.

Kurang jelas, apa sebab Pemerintah Hindia Belanda, membiarkan kursi Bupati Purwokerto kosong selama 3 tahun ( 1882 – 1885 M) ?. Kuat dugaan bahwa Pemerintah Hindia Belanda sengaja mengosongkan kursi Bupati Purwokerto, dalam rangka memberikan keleluasaan kepada Patih Purwokerto, Raden Arya Wiryaatmaja untuk melakukan konsolidasi dan menata manajemen Kabupaten Purwokerto.

Sebagai sosok yang bintangnya terus naik, popularitas Patih Aria Wiryaatmaja mampu menyamai popularitas Bupati Martadireja III( 1860 – 1879 ). Tapi setelah Bupati Martadireja III pindah ke Banyumas, sisa-sisa anak buah Bupati Martadireja III yang tertinggal di Purwokerto rupanya terpecah jadi dua. Di antara mereka, ada yang bergabung dan dibawah kendali Patih Aria Wiryaatmaja dan ada pula yang tersingkir dari lingkaran dalam kekuasaan Kabupaten Purwokerto dan berada dibawah kendali Kanjeng Purwokerto.

Ketika Kanjeng Purwokerto Cakrakesumo diangkat menduduki kursi Bupati Purwokerto setelah masa vakum selama 3 tahun, peran Kanjeng Purwokerto Cakrakesuma itu hanyalah bersifat simbolis. Dia tidak mungkin menandingi popularitas dan kecakapan Patih Arya Wiryaatmaja dalam mengendalikan pemerintahan Kabupaten Purwokerto. Namun sekalipun peranan Kanjeng Purwokerto sebagai bupati hanya sebatas simbolik, seremonial dan senantiasa berada dibawah baying-bayang popularitas Patih Arya Wiryaatmaja, dia mendapat dukungan dari kelompok yang tersingkir dari kekuasaan.

Tidak semua mantan anak buah Martawijaya terlempar dari lingkaran dalam elit Kabupaten Purwokerto yang dikuasai Patih Aria Wiryaatmaja. Ada pula kelompok trah Martadireja yang tetap setia pada Patih Aria Wiryaatmaja setelah Martawijaya III pindah dari Purwokerto ke Banyumas(1879). Tetapi mereka juga tetap menghormati Martadireja III dan leluhur mereka.

Adapun kelompok Kanjeng Purwokerto ini merupakan kelompok yang lebih religious, rajin menyelenggarakan acara sadranan dan haul hari kematian di makam leluhurnya dan tentu saja rajin melaksanakan ziarah kubur ke makam-makam keramat. Sekalipun mereka adalah kelompok di luar arus utama, mereka merasa lebih dekat dengan Bupati Martadireja dan tentu saja mereka juga merasa lebih dekat dengan Sang Adipati Mrapat yang  merupakan leluhur Martadireja dan dipuja sebagai leluhur mereka juga. Mereka memandang Patih Aria Wiryaatmaja, adalah trah tersendiri yang berada di luar trah Martadireja yang dinilai bernasib mujur karena lebih dipercaya oleh Pemerintah Hindia Belanda di Batavia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun