“ Selamat sore Raden, ada salam dari Ki Ajar Wirangrong. Hamba ditugaskan untuk menjemput Raden. Marilah ikuti hamba Raden,” ujar salah seorang cantrik yang sangat cekatan, mengantarkan Raden Banyak Catra ke tempat pondokan untuk istirahat. Cantrik yang lain menuntun kuda Banyak Catra dibawa ke tempat penambatan.
"Sampaikan salam kembali kepada Yang Mulia Eyang Ajar Wirangrong, Cantrik. Sampaikan pula terimakasihku atas segala keramahtamahan yang aku terima yang belum tentu aku bisa membalas segala budi mulianya,” jawab Raden Banyak Catra sambil berjalan mengikuti cantrik penjemput tamu itu, menuju ke pondok yang memang khusus disediakan untuk para tamu padepokan yang hendak bermalam.
Raden Banyak Catra kagum juga dengan keramah tamahan penyambutan yang ditujukan kepadanya. Sambil berjalanmelewati sejumlahbangunan komplek padepokan yang teratur dan tertata dengan baik itu,Raden Banyak Catraberkata sendiri di dalam benaknya:
” Sungguh Ki Ajar Wirangrong, seorang brahmana kekasih Dewa. Dia dianugerahi ilmu yangluar biasa. Dari mana dia tahukedatanganku?. Adakah ayahanda memberitahukannya?”
Sebuah pertanyaan yang akhirnya lenyap sendiri, karena dia tidak bisa menjawabnya. Yang muncul kemudian adalah rasa hormat dan kagum kepada Ki Ajar Wirangrong yang dipandangnya sebagai seorang brahmana berilmu tinggi. Tidak salah bila ayahnya, Sri Baginda Raja Prabu Siliwangi menyuruhnya untuk menghadapnya guna memohon pertolongan dan petunjuknya, dimanakah gerangan ada seorang gadis cantik yang wajahnya mirip wajah ibundanya. Memang itulah tujuan Raden Banyak Catra singgah di Padepokan Ki Ajar Wirangrong.(bersambung)
***