Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel:Kisah Cinta Dewi Cipta Rasa - Raden Kamandaka(27)

18 Juli 2014   12:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:00 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SERI 27

Sang Dewi menyambutnya dengan mengulurkan tangan kanannya dengan maksud mengajak Raden Kamandaka bersalaman. Raden Kamandaka cepat menyambut tangan Sang Dewi kemudian mencium punggung telapak tangannya. Alangkah lembut dan halusnya kulit yang kuning bercahaya  bak warna gading itu , pikir Raden Kamandaka. Aroma harum wangi-wangian dari Sang Dewi menyebar memenuhi udara malam yang dingin di dalam kamar  yang luas itu.

“ Panggil saja  Dewi atau apa sajalah, Raden. Raden toh sudah tahu namaku. Biyung Emban, buatkan minuman dan sajikan pula makanan,” perintah Sang Dewi kepada emban pengasuhnya, sambil mengajak Raden Kamandaka duduk .

“Duh Sang Dewi, Hamba hanyalah anak angkat Ki Patih saja. Nama Hamba Kamandaka. Hanya warga Dalem Kepatihan saja yang memberi tambahan nama Raden kepada Hamba. Keahlian Hamba memang menjala ikan dan menyelam untuk menangkap ikan. Pantaskah Hamba memanggil Ndara Putri, Dewi? “

Sang Dewi Cipta Rasa tersenyum. Dia tahu, tamunya itu sedang menyembunyikan sesuatu tentang dirinya.

“ Sudahlah Raden, tidak usah berputar-putar. Aku suka kepada seorang pria yang jujur. Bukankah aku sudah mengirimkan salam persahabatan kepada Raden lewat Biyung Emban?. Dasar sebuah persahabatan sejati, Raden, adalah kejujujuran. Jika Raden tidak mau jujur kepadaku dan menyembunyikan sesuatu kepadaku, lebih baik persahabatan ini, kita akhiri sampai di sini saja. Raden boleh meninggalkan kamar ini. Sebab jika Raden tidak mau jujur kepadaku, Raden memang tidak layak menjadi sahabat sejati.  Sebenarnya Raden ini ksatria dari mana?. Hanya seorang ksatria yang berilmu tinggi yang memiliki keberanian  masuk kaputren tanpa diketahui oleh penjaga, bukan?. Silahkan jawab dengan jujur Raden.”

Raden Kamandaka kini benar-benar terpojok. Dia sungguh tidak mengira, mendapat pertanyaan yang sangat sulit. Haruskah dia membuka identitas dirinya?. Hem, Eyang  Ki Ajar Wirangrong, maafkanlah Hamba, jika Hamba harus mengakhiri penyamaran Hamba kepada Dinda Dewi Cipta Rasa. Dia sepenuhnya benar, Eyang Wiku. Hamba tidak mungkin berbohong kepadanya. Bukankah dia itu calon istri Hamba, jika Dewa menghendaki?.

“Duh Dinda Dewi Cipta Rasa, maafkanlah Kakanda,” kata Raden Kamandaka setelah diam beberapa saat. “ Namaku sebenarnya Banyak Catra. Aku putra sulung Sri Baginda Prabu Siliwangi dari Kraton Pajajaran. Adikku tiga orang, Banyak Ngampar, Banyak Belabur dan Ratna Pamekas, Si Bungsu.” Akhirnya Raden Kamandaka menjelaskan kisah pengembaraanya dari awal sampai akhir, dan juga tujuan dari penyamarannya, tidak ada yang kelewat satu pun.

“Dinda Dewi, Kakanda sudah memenuhi permintaan Dinda. Tidak ada lagi yang aku sembunyikan darimu, Dinda Dewi.”

Betapa terkejutnya Dyah Ayu Dewi Cipta Rasa, mendengar pengakuan Raden Kamandaka. Tentu saja dia merasa  gembira, karena dugaannya tidak keliru. Ternyata memang Raden Kamandaka bukan orang kebanyakan, sebagaimana anggapan  sebagian besar orang-orang di  Kadipaten Pasirluhur. Wajah Sang Dewi semakin bercahaya dan matanya yang bundar itu pun semakin berbinar-binar bak bintang malam.

“Terimakasih Kanda, telah jujur kepada Dinda. Jika Dewa mentakdirkan, nistaya Kanda Kamandaka adalah pria calon suami yang selama ini Dinda  cari. Tetapi Dinda  telah bersumpah. Dinda  hanya akan mengabdi dan setia kepada seorang pria, hanya jika  pria itu juga setia kepada Dinda. Adakah pria itu Kanda Banyak Catra?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun