Sementara itu, hampir seluruh parjurit jaga malam yang berada di gardu dan tengah tidur-tiduran di lantai pendopo, langsung terbangun begitu mendengar suara teriakan minta tolong. Komandan jaga Jigjayuda langsung mempin anak buahnya yang bersenjata lengkap menuju taman kaputren. Dia langsung tahu pastilah kelima prajurit yang ditugaskan untuk mengintai pencuri di kaputren itu bertindak ceroboh.
“Dasar tolol Si Kerempeng!. Kenapa dia bertindak sendiri dan tidak lapor kepadaku?. Akibatnya begini ini. Ingin naik pangkat, tapi ceroboh. Dasar Kerempeng tolol. Mana mau Khandeg Wilis punya suami tolol sepert itu?” kata Jigjayuda dalam hati menggerutu, sambil terus bergegas melangkah siap-siap untuk menangkap pencuri yang telah berhasil masuk kaputren.
Malam itu Ndalem Kadipaten dijaga oleh dua puluh orang prajurit jaga. Lima prajurit sudah ditugaskan ke kaputren. Kini yang tersisa tinggal lima belas orang. Komandan jaga membawa dua belas orang prajurit bersenjata lengkap. Tiga orang ditugaskan untuk berjaga di pintu gerbang depan untuk menutup jalan ke luar bagi pencuri.
Ketika Komandan jaga Jigjayuda sudah sampai di halaman bangsal Pancaniti, dilihatnya sebuah sosok berkelebat menuju lapangan terbuka ditengah taman bangsal Pancaniti. Raden Kamandaka kembali berdiri dengan kuda-kuda harimau menangkap mangsa. Hal itu menunjukkan Raden Kamandaka ingin menyelesaikan pertarungan dengan cepat, mengingat fajar pagi tidak lama lagi akan segera bertukar dengan malam.
“He Pencuri ! Sebutkan siapa namamu dan dari mana asalmu, sebelum Engkau menjadi mayat, agar aku mudah mengurus jazadmu!” kata Jigjayuda.
Karena Raden Kamandaka tidak menjawab, Jigjyuda memberi komando agar menangkap sosok yang berada dalam kegelapan itu dengan cara melakukan pengepungan menggunakan ujung tombak. Dua belas orang prajurit segera mengepung Raden Kamandaka dengan membentuk formasi melingkar rapat, ujung tombak diarahkan kepada Raden Kamandaka.
“Maju!” Jigjayuda memberi komando. Sekarang dua belas mata tombak mengarah kepada Raden Kamandaka yang berada di pusat kepungan. Makin lama, ujung tombak semakin dekat, dan ruang lingkaran pengepungan juga semakin sempit. Mereka sebenarnya ingin menangkap pencuri itu hidup-hidup(bersambung)