Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Kisah Cinta Dewi Ciptarasa - Raden Kamandaka(43)

10 September 2014   12:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:08 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SERI 43

Seorang bujang laki-laki muncul di ruang tamu, membawa minuman dan makanan kecil. Ki Patih segera  mempersilahkan tamunya minum air nira yang masih segar untuk mengusir haus.

“Paman Patih, Ananda jauh-jauh dari Kraton Pajajaran berkunjung ke Kadipaten Pasirluhur ini, bukan dalam urusan soal-soal pemerintahan Kerajaan Pajajaran. Tetapi ini masalah urusan keluarga.”

“Urusan keluarga? Boleh Paman tahu? Barangkali Paman bisa membantunya?”

“Benar sekali Paman Patih. Ananda sangat membutuhkan bantuan Paman Patih,”  kata Raden Banyakngampar, ”Ananda punya kakak kandung yang namanya Banyakcatra.”

Raden Banyakngampar pun menceriterakan masalah yang tengah menimpa keluarga Kerajaan Pajajaran kepada Ki Patih Reksanata. Semua hal yang menjadi penyebab pengembaraan kakaknya yang sedang dicarinya itu, dikisahkan semuanya. Ki Patih Reksanata mendengarkannya dengan sabar dan penuh perhatian.

“Kanda Banyakcatra diberi waktu satu tahun untuk berkelana mencari wanita calon istri yang didambakannya itu. Tetapi tenggang waktu yang dijanjikan kanda Banyakcatra, sudah lewat. Satu tahun lebih, Kanda Banyakcatra  menghilang dari Kraton Pajajaran, tanpa ada kabar beritanya. Tentu saja hal itu membuat ayahanda Sri Baginda Prabu Siliwangi gelisah, karena khawatir akan keselamatan kanda Banyakcatra,” kata Raden Banyakngampar.

“Saat itu Ananda sudah lima tahun meninggalkan Kraton Pajajaran, karena Ananda sedang mendalami ilmu Ketuhanan di Padepokan Megamendung. Sudah lima tahun pula Ananda tidak pernah berjumpa dengan kanda Banyakcatra,” kata Banyakngampar melanjutkan ceriteranya.

“Akhirnya Ananda disusul agar pulang ke Kraton Pajajaran. Sri Baginda menugaskan kepada Ananda, agar  mencari kanda Banyakcatra. Itulah Paman Patih, yang menyebabkan Ananda jauh-jauh datang dari Kraton Pajajaran. Barangkali saja Paman Patih mengetahui keberadaan kanda Banyakcatra.”

Ki Patih mengerutkan keningnya sebentar, seakan-akan sedang mencoba mengingat-ingat sesuatu. Tapi  Ki Patih lalu  mengajak tamunya menikmati pisang kepok rebus yang disajikannya. Angin dari halaman kepatihan bertiup masuk ke dalam serambi ruang tamu, menghalau udara panas musim kemarau.

“Raden Banyakcatra?” tanya Ki Patih, ketika kembali ingat kepada nama yang baru disebut  Raden Banyakngampar yang sedang  menikmati pisang kepok rebus yang manis itu.

Ki Patih  diam lagi, keningnya berkerut lagi. Ki Patih  mencoba mengingat-ingat nama itu. Tetapi memang dia merasa belum pernah mendengar nama itu. Hanya saja  kalau dilihat sepintas kilas wajah dan penampilan ksatria Pajajaran yang ada di depannya itu,  mirip sekali dengan Kamandaka.

“Apakah Kamandaka itu Raden Banyakcatra? Tetapi jika Kamandaka putra Kerajaan Pajajaran yang sedang dicarinya, tidak mungkin dia melakukan perbuatan yang memalukan itu. Sebab buat apa?” Ki Patih bertanya-tanya  dalam hati.

Akhirnya Ki Patih menyimpulkan dari  informasi yang diperoleh dari Kanjeng Adipati,  Kamandaka bukanlah Raden Banyakcatra. Sebab menurut hasil penyelidikan Kanjeng Adipati, Kamandaka itu keponakan seorang penjudi botoh sabung ayam  dengan reputasi yang jelek, Ki Kertisara Pangebatan.

“Kira-kira seperti apakah wajah mendiang ibunda  Raden ?” tanya Ki Patih.

“Ayahanda Sri Banginda Prabu Siliwangi pernah menyebutkan bahwa wajah mendiang ibu mirip wajah  Dyah Pitaloka yang gugur di medan Bubat,” jawab Raden Banyakngampar.

Kembali Ki Patih diam sejenak. Tentu saja Ki Patih tahu, siapa Dyah Pitaloka, Mawar Galuh yang telah membuat Raja Hayam Wuruk  mabuk kepayang. Sayang sekali kisah cinta Raja Hayam Wuruk- Dyah Pitaloka itu berakhir dengan tragedi Bubat yang  menyebabkan kematian Dyah Pitaloka.

“Sepengetahuan Paman, Sang Dewi Dyah Pitaloka dipusarakan di makam keluarga raja-raja Galuh di Sanghiyang Linggahijyang, di Kawali. Karena itu jika sukma Sang Dewi Dyah Pitaloka akan berinkarnasi, pastilah pilihannya akan jatuh pada gadis-gadis di Kadipaten Galuh. Karena itu, seharusnya Raden mencari kakak Raden, bukan di Pasirluhur, tetapi di Kadipaten Galuh. Paman yakin, Raden Banyakcatra ada di Kadipaten Galuh.”

“Ya, itulah Paman, kesalahan Ananda, tidak mampir lebih dulu ke Kadipaten Galuh. Karena menurut ayahnda Sri Baginda, kanda Banyakcatra pernah berceritera bahwa semua kadipaten di sebelah barat Sungai Citanduy sudah pernah didatangi untuk mencari gadis idaman hatinya. Tetapi jerih payahnya tidak berhasil. Menurut pengakuan kanda Banyakcatra kepada ayahanda, hanya kadipaten-kadipaten yang ada di sebelah timur Sungai Citanduy yang belum pernah didatangi. Karena itu, menurut ayahanda, kanda Banyakcatra pastilah ada di Kadipaten Pasirluhur,” Raden Banyakngampar menjelaskan kepada Ki Patih.

Seorang bujang yang dipanggil Ki Patih datang menghadap, ”Hamba siap menerima perintah Ndara Patih,” kata bujang laki-laki itu dengan taksim.

“Kuda tamuku ini, bawalah ke tempat penambatan kuda di belakang. Besok dimandikan bareng-bareng dengan kuda kepatihan. Siapkan dan aturlah  yang baik kamar khusus untuk menerima tamu, dan siapkan pula santap siang,” Ki Patih memberikan perintah kepada bujang lelaki itu yang segera mundur setelah menerima perintah.

“Marilah kita bicarakan satu-satu, untuk memudahkan dalam pencariaan keberadaan Raden Banyakcatra yang sedang menghilang itu. Pertama soal inkarnasi. Soal inkarnasi itu memang tidak mudah diketahui. Hanya para dewa yang tahu. Hanya Paman berpendapat inkarnasi itu mestinya terjadi pada lingkungan keluarga terdekat dulu. Pertanyaan Paman, apakah Sri Baginda Raja Siliwangi dikaruniai  seorang putri?”

Mendengar pertanyaan seperti itu, tiba-tiba Raden Banyakngampar ingat adik tirinya yang cantik jelita Dyah Ayu Ratna Pamekas.

“Bisa jadi Paman Patih benar, inkarnasi sukma Dyah Pitaloka itu pastilah terjadi di lingkungan keluarga terdekat lebih dahulu,” kata Raden Banyakngampar.

“Ananda punya  dua adik tiri dari Ibu Kumudaningrum, istri selir ayahnda yang kemudian menjadi permaisuri menggantikan ibu Ananda.  Banyakbelabur adalah putra yang sulung, lalu adiknya, Dyah Ayu Ratna Pamakas.”

Raden Banyakngampar menjawab dengan agak malu-malu dan tersipu-sipu. Sebab diam-diam Raden Banyakngampar mencintai adik tirinya itu.

“Paman menduga, bisa saja salah,” kata Ki Patih,” Adik tiri Ananda  itu pastilah cantik jelita. Dia lebih mirip ibu Ananda Banyakcatra dan Raden Banyakngampar, ketimbang ibunya sendiri. Sebab apa? Sebab Dyah Ayu Ratna Pamekas sama dengan ibunda Raden, keduanya adalah  inkarnasi Dyah Pitaloka! Tapi itu hanya dugaan Paman saja yang bisa jadi keliru. Karena itu jika bukan  kehendak dewa, mestinya Raden Banyakcatra masih berada di sisi barat Cintanduy dan tidak mungkin menyeberang ke timur, sebab makam Dyah Pitaloka itu ada di Galuh Kawali.”

“Masalahnya Kanda Banyakcatra pernah berkata akan mencari gadis idamannya di kadipaten yang ada di sebelah timur Sungai Citanduy yang belum pernah didatanginya,Paman Patih,” kata Raden Banyakngampar menyanggah  Ki Patih Reksanata.

“Ya, bisa jadi benar, Raden Banyakcatra telah menyeberangi Sungai Citanduy untuk mencari gadis idamannya, Raden,” kata Ki Patih pada akhirnya.

“Tetapi sebenarnya apa yang dilakukan kakak Raden  yang  telah menempuh perjalanan yang begitu jauh dan tak kenal lelah  itu, tidak lain  hanyalah sebuah pelarian saja.Kalau sudah lelah, pada akhirnya akan kembali juga. Namanya saja pelarian untuk menghindari kenyataan.Sekalipun begitu  langkah yang sudah ditempuh kakak kandung Raden itu sudah benar. Kakak Raden itu, sedang menghindari cinta yang rumit terhadap adik tiri Raden yang wajahnya mirip Ibunda Raden itu,” kata Ki Patih menarik kesimpulan.

Siang itu udara di ruang tamu Dalem Kepatihan cukup panas, untunglah angin berulang kali bertiup  mendatangi beranda ruang tamu. Bahkan seekor kupu-kupu berwarna coklat ikut-ikutan terbang masuk dan hinggap sebentar di dinding ruang tamu.

“Itu namanya kupu dayoh, Raden,” kata Ki Patih saat melihat Raden Banyakngampar memperhatikan kupu-kupu coklat yang kesasar masuk ruang tamu Dalem Kepatihan.

“Kupu itu memberi tanda, Raden akan tinggal cukup lama di Dalem Kepatihan,” kata Ki Patih mencoba menjelaskan suatu kepercayaan yang dianut penduduk Pasirluhur. Raden Banyakngampar tersenyum senang mendapat tambahan penjelasan soal kupu dayoh yang tiba-tiba ikut menjadi tamu itu.

Ki Patih Reksanata memang memiliki kegemaran mengamati masalah-masalah yang berkaitan dengan soal-soal firasat, kejiwaan, watak seseorang, dan soal ramal meramal. Termasuk yang menjadi perhatian Ki Patih  adalah soal-soal yang berkaitan dengan masalah inkarnasi, moksa, cinta dan masalah kejiwaan lainnya.

“Sejak ibunda Ananda berdua meninggal,” Ki Patih melanjutkan membicarakan Raden Banyakcatra, “Kakak Raden itu telah kehilangan sosok seorang ibu yang dicintainya. Dia lalu berusaha mencarinya dan menemukan sosok ibu yang telah hilang itu ada pada diri adik tirinya, Dyah Ayu Ratna Pamekas yang wajahnya mirip ibu Raden berdua itu.”

“Tentu saja Raden Banyakcatra takut jatuh cinta pada Dyah Ayu Ratna Pamekas,” kata Ki Patih melanjutkan,”  Sebab tidak mungkin seorang kakak mengawini adiknya sendiri, sekalipun hanya adik tiri. Itulah sebabnya Raden Banyakcatra meninggalkan Kraton Pajajaran untuk mencari sosok pengganti ibunya pada gadis lain di luar keluarganya. Jika Raden Banyakcatra tetap di Kraton Pajajaran, dia akan terus gelisah dan tersiksa, karena akan berada dalam bayang-bayang jatuh cinta pada adik tirinya. Lain halnya bila Raden Banyakcatra sudah menemukan sosok gadis lain di luar kraton.”(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun