“Raden Banyakcatra?” tanya Ki Patih, ketika kembali ingat kepada nama yang baru disebut Raden Banyakngampar yang sedang menikmati pisang kepok rebus yang manis itu.
Ki Patih diam lagi, keningnya berkerut lagi. Ki Patih mencoba mengingat-ingat nama itu. Tetapi memang dia merasa belum pernah mendengar nama itu. Hanya saja kalau dilihat sepintas kilas wajah dan penampilan ksatria Pajajaran yang ada di depannya itu, mirip sekali dengan Kamandaka.
“Apakah Kamandaka itu Raden Banyakcatra? Tetapi jika Kamandaka putra Kerajaan Pajajaran yang sedang dicarinya, tidak mungkin dia melakukan perbuatan yang memalukan itu. Sebab buat apa?” Ki Patih bertanya-tanya dalam hati.
Akhirnya Ki Patih menyimpulkan dari informasi yang diperoleh dari Kanjeng Adipati, Kamandaka bukanlah Raden Banyakcatra. Sebab menurut hasil penyelidikan Kanjeng Adipati, Kamandaka itu keponakan seorang penjudi botoh sabung ayam dengan reputasi yang jelek, Ki Kertisara Pangebatan.
“Kira-kira seperti apakah wajah mendiang ibunda Raden ?” tanya Ki Patih.
“Ayahanda Sri Banginda Prabu Siliwangi pernah menyebutkan bahwa wajah mendiang ibu mirip wajah Dyah Pitaloka yang gugur di medan Bubat,” jawab Raden Banyakngampar.
Kembali Ki Patih diam sejenak. Tentu saja Ki Patih tahu, siapa Dyah Pitaloka, Mawar Galuh yang telah membuat Raja Hayam Wuruk mabuk kepayang. Sayang sekali kisah cinta Raja Hayam Wuruk- Dyah Pitaloka itu berakhir dengan tragedi Bubat yang menyebabkan kematian Dyah Pitaloka.
“Sepengetahuan Paman, Sang Dewi Dyah Pitaloka dipusarakan di makam keluarga raja-raja Galuh di Sanghiyang Linggahijyang, di Kawali. Karena itu jika sukma Sang Dewi Dyah Pitaloka akan berinkarnasi, pastilah pilihannya akan jatuh pada gadis-gadis di Kadipaten Galuh. Karena itu, seharusnya Raden mencari kakak Raden, bukan di Pasirluhur, tetapi di Kadipaten Galuh. Paman yakin, Raden Banyakcatra ada di Kadipaten Galuh.”
“Ya, itulah Paman, kesalahan Ananda, tidak mampir lebih dulu ke Kadipaten Galuh. Karena menurut ayahnda Sri Baginda, kanda Banyakcatra pernah berceritera bahwa semua kadipaten di sebelah barat Sungai Citanduy sudah pernah didatangi untuk mencari gadis idaman hatinya. Tetapi jerih payahnya tidak berhasil. Menurut pengakuan kanda Banyakcatra kepada ayahanda, hanya kadipaten-kadipaten yang ada di sebelah timur Sungai Citanduy yang belum pernah didatangi. Karena itu, menurut ayahanda, kanda Banyakcatra pastilah ada di Kadipaten Pasirluhur,” Raden Banyakngampar menjelaskan kepada Ki Patih.
Seorang bujang yang dipanggil Ki Patih datang menghadap, ”Hamba siap menerima perintah Ndara Patih,” kata bujang laki-laki itu dengan taksim.
“Kuda tamuku ini, bawalah ke tempat penambatan kuda di belakang. Besok dimandikan bareng-bareng dengan kuda kepatihan. Siapkan dan aturlah yang baik kamar khusus untuk menerima tamu, dan siapkan pula santap siang,” Ki Patih memberikan perintah kepada bujang lelaki itu yang segera mundur setelah menerima perintah.