Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Kisah Cinta Dewi Ciptarasa - Raden Kamandaka(48)

7 Oktober 2014   13:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:05 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kenapa penyadap itu mudah sekali ditarik ke dalam bisnis Nyai Kertisara?” tanya Raden Silih Warna penasaran.

“Ya, karena Kamandaka membagikan kepada mereka secara gratis semua peralatan untuk menderes. Penduduk yang berminat sudah cukup kalau memiliki ketampilan memanjat pohon kelapa. Pongkor, sabit sampai kain lancing, diberikan secara gratis. Nyai Kertisara juga aktif mengajari istri para penyadap itu cara-cara yang baik dan benar mengolah air nira jadi gula,” kata Ki Patih menjawab pertanyaan Raden Silihwarna.

“Apakah Kamandaka pernah tinggal di sekitar Pakuan Paman? Kalau tidak, agak mengherankan. Kenapa cara-cara yang dilakukan Kamandaka mendorong penduduk untuk giat dalam usaha produksi, mirip  dengan apa yang dilakukan Ayahanda Sri Baginda? Sri Baginda  saat itu mendorong para petani untuk menanam lada dan pala di ladang-ladang dan kebun mereka. Sri-Baginda juga menampung dan membeli hasil panen para petani. Demikian pula pemasarannya ditangani oleh petugas yang ditunjuk Sri Baginda. Bedanya hanya jenis barang yang dihasilkannya.”

“Sepengetahuan Paman Patih belum pernah. Memang pengakuannya sih berasal dari lereng Tangkuban Perahu. Tetapi Paman yakin, Kamandaka berbohong. Menurut dugaan Paman, Kamandaka itu pemuda yang berasal dari grumbul yang berada di sekitar Gunung Tugel, di sebelah utara Sungai Ciserayu . Bukankah pamannya Ki Kertisara berasal dari sana?”  berkata Ki Patih meyakinkan Raden Silihwarna.

“Asal usul Kamandaka masih belum jelas,” kata Raden Banyakngampar. “Ananda punya dugaan kuat Kamandaka mengenal dengan baik tradisi penduduk di Pakuan Pajajaran, Lereng Tangkuban Perahu dan tradisi penduduk disekitar Galuh. Misalnya di sekitar Sungai Citanduy, Cimuntur dan Cikijing sampai Kalipucang di bagian hilir Citanduy, di sana banyak tumbuh pohon kelapa dan pohon aren. Tampaknya tidak jauh berbeda dengan keadaan di sepanjang Sungai Logawa dan Sungai Ciserayu. Penduduk di sekitar Sungai Citanduy, Cimuntur dan Cikijing, banyak yang pandai menyadap pohon kelapa dan pohon aren.”

“Jauh sebelum Kerajaan Galuh berdiri, banyak penduduk di sekitar Sungai Cimanuk, Citanduy, Cimuntur dan Cikijing yang sudah memiliki ketrampilan  mencari nafkah sebagai penyadap,” lanjut Raden Banyakngampar. ”Di samping sebagai penyadap para penduduk di sekitar sungai-sungai di Galuh itu, juga mencari nafkah dengan menggeluti usaha sebagai peladang, pemburu dan pedagang. Menurut ceritera penduduk, menjadi penyadap pada saat itu merupakan usaha mencari nafkah yang terhormat juga. Mereka belajar kepada seorang putra raja yang bernama Sang Katungmaralah. Dia lima bersaudara, putra ke-tiga Sang Raja Kandiawan di Medangjati. Dari kelima putra Raja Kandiawan itu, hanya Si Bungsu Wretikandayun yang bersedia membantu Ayahandanya Raja Kandiawan. Kakak Sang Katungmaralah yang sulung, Sang Mangkukuhan, lebih senang mencari nafkah sebagai peladang. Kakaknya yang nomor dua, Sang Karungkalah, lebih suka mencari nafkah dengan menjadi pemburu.Dan adiknya, Sang Sandanggreba, kakak Si Bungsu Wrtikandayun, lebih suka mencari nafkah sebagai pedagang.”

“Wajar jika tahta Raja Kandiawan di Medangjati akhirnya diserahkan kepada Si Bungsu Wretikandayun. Dialah yang membangun Kerajaan Galuh Kawali yang terletak di antara Sungai Citanduy dan Cimuntur yang merupakan kelanjutan kerajaan Medangjati. Sang Katungmaralah  itulah yang dianggap sebagai Sang Guru  pelindung para penyadap di lembah Sungai Citanduy, Cimuntur, Cikijing sampai Kalipucang. Nampaknya Kamandaka dengan cerdik menempatkan diri sebagai pelindung para penyadap di Sungai Ciserayu, mengikuti jejak Sang Katungmaralah, putra Raja Medangjati Sang Kandiawan. Jika dugaan Ananda benar, berarti Kamandaka memang pernah bermukim di sebelah barat Sungai Citanduy. Entah di Galuh, entah di Tangkuban Perahu. Atau bisa jadi malah pernah bermukim di Pakuan Pajajaran” kata Raden Banyakngampar mencoba menyimpulkan.

“Aku dengan Ki Sulap Pangebatan pernah memborong ratusan sabit dari pasar Karanglewas, betulkah Ki Patih,”  tanya Kanjeng Adipati, masih mempersoalkan kegiatan Ki Sulap Pangebatan.

“Benar Kanjeng Adipati. Sabit yang dibelinya buatan tukang pandai besi dari Kadipaten Pasirluhur juga. Semua sabit diberikan secara gratis pada para penyadap,” jawab Ki Patih dengan nada suara yang datar dan sedikit getir.

“Memang berita terakhir dari kegiatan Kamandaka itu sangat mencemaskan,” kata Kanjeng Adipati dengan nada murung. “Jika tidak dicegah, Kamandaka bisa jadi penguasa di wilayah segitiga Sungai Cingcinggoling dan Ciserayu. Para penduduk Kadipaten Pasirluhur yang tingal di Kaliwedi, hampir semua jadi pendukung setia Kamandaka.”

“Bahkan hasil penyelidikan terakhir dari Ngabehi Nitipraja, setiap hari ada saja penduduk yang bergabung melamar jadi penyadap. Sebagian besar mereka berasal dari penduduk yang tinggal di sekitar Gunung Tugel ke timur sampai grumbul Kaliori, Srowot,Tularan dan Kalianja. Jika suatu saat Kamandaka membentuk pasukan sabit, dan bekerja sama dengan Wirasaba, tentu akan sangat berbahaya. Wilayah segitiga dua sungai itu, bisa lepas dari Kadipaten Pasirluhur yang berarti juga lepas dari Kerajaan Pajajaran,”  kata Kanjeng Adipati memberikan peringatan, masih dengan nada murung.

Raden Silihwarna dan Ki Patih terdiam merenungkan kekhawatiran Kanjeng Adipati.(bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun