Mohon tunggu...
Ankiq Taofiqurohman
Ankiq Taofiqurohman Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Orang gunung penyuka laut dan penganut teori konspirasi. Mencoba menulis untuk terapi kegamangan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tato, Antara Seni dan Gengsi

17 Maret 2019   10:47 Diperbarui: 19 Maret 2019   10:12 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: manado.tribunnews.com

Tato atau seni merajah tubuh merupakan bagian dari budaya masyarakat Polynesia, termasuk juga suku-suku di Nusantara. Suku Mentawai di Sumatera, Dayak di Kalimantan atau Moi di Papua merupakan suku-suku di Indonesia yang menggunakan tato sebagai bagian dari ritual adatnya. Bahkan tato Suku Mentawai ditengarai sebagai budaya tato tertua di dunia. 

Merajah tubuh sudah menjadi budaya manusia jauh sebelum masehi. Baru-baru ini ilmuwan berhasil mengungkap adanya tato pada mumi yang berusia 1000 tahun, walaupun belum diketahui makna dari tato tersebut, tapi sedikitnya sudah memberikan jejak tentang tato pada peradaban manusia. 

Pada zaman Romawi tato digunakan untuk menghukum atau menandai budaknya agar tidak hilang. Kemudian para pelaut-pelaut eropa zaman dulu menggunakan tato untuk memberikan tanda pada tubuhnya, dengan harapan jika suatu saat dirinya tidak selamat di lautan maka jenazahnya dapat dikenali dari tato. 

Memasuki masa perang dunia kedua, beberapa kesatuan tentara Nazi menggunakan tato, yang dirajah di dekat ketiak, untuk menuliskan golongan darahnya. Selain untuk tentaranya, Nazi juga menggunakan tato untuk menandai kaum Yahudi di kamp konsentrasi.

Di Indonesia, para pemilik rajah tubuh pernah mengalami masa-masa kelam di warsa 70-80an. Masa tersebut dikenal istilah petrus (penembakan misterius). Di Bandung dan sekitarnya dikenal dengan istilah "dikarungan". Mereka yang memiliki tato dan terindikasi perbuatan kriminal, kemungkinan besar akan menghilang dan baru ditemukan dalam karung dengan luka tembak di tubuh. 

Namun sekarang, tato sudah bergeser menjadi gaya hidup. Banyak artis dengan rajah ditubuhnya tampil pada layar kaca hampir tiap hari. Dulu seorang chef yang ditabukan bertato karena alasan kebersihan, kini sudah jamak memiliki tato, bahkan salah satu menteri Jokowi pun ada yang memiliki tato.

Dari bentuk dan posisi tatonya, sedikit banyak bisa dikenali tujuan seseorang memilikinya. Paling mudah mengenali tujuan orang bertato itu dari warna tatonya. Jika tato yang dibuat memiliki warna dan pola artistik yang jelas, maka dapat disimpulkan pemilik tato itu memang mengenal dan menyukai seni merajah tubuh. 

Biasanya orang seperti ini akan memikirkan masak-masak tujuan dia bertato, karena tato seperti ini sangatlah mahal (harga tato dihitung berdasarkan kerumitan dan bahan yang digunakan). 

Sebaliknya, jika tato yang digoreskan hanya berwarna hitam dan tidak memiliki bentuk yang artistik, dapatlah diasumsikan si pemilik hanya ingin eksis (gengsi) atau bahkan sekedar tampil untuk menakuti. Biasannya tipe yang terakhir ini akan menyesali tubuhnya telah dirajah.

Orang yang paham akan seni tato memilih tempat yang sesuai dengan anggota tubuhnya, tidak asal corat-coret di kulit saja, karena bagi mereka tato dirajahkan agar menambah percaya diri, bukan malah merusak pemandangan. 

Pemilik tato yang faham, akan merawat tatonya agar tidak berubah karena seiring waktu kulit akan mengendor dan goresan tinta pada kulit akan memudar. Tentu tidaklah menjadi indah jika di masa muda tatonya berbentuk beruang saat tua berbentuk marmut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun