Ketika awal-awal PJJ, jika sekelas ada 15 anak, sementara batas maksimal tatap muka satu kelompok adalah empat anak, maka guru biasanya akan berkunjung sebanyak tiga-empat kali di tempat yang berbeda.Â
Namun, kini untuk menghendaki tatap muka ada kebijakan baru, yaitu maksimal sejumlah dua kali dalam seminggu di sekolah. Sehingga dari 15 anak tersebut, guru bisa mengajar sebanyak lima kali untuk masing-masing kelompok dalam seharinya.
Sebelum pandemi, satu APE dapat dipergunakan secara bersama-sama oleh anak didik. Kini, RPPH dibuat sederhana dari segi tampilan dan bahasa karena mesti dibagikan ke seluruh wali murid, supaya mudah dipahami dan dijalankan oleh mereka.Â
Tema mingguan yang sudah ada sebelumnya, seperti tema "Diri Sendiri", "Keluargaku", "Alat Transportasi", dan sebagainya. Kemudian berganti menjadi tema "Halaman Rumahku", "Ruang Ibadah", "Dapur", dan lain-lain.Â
Khusus untuk tema yang disertai praktek dan ibadah harian, guru mesti melakukan proses pengambilan video dan setelah diedit baru diunggah di kanal Youtube milik lembaga sekolah atau grup WA wali murid. Sehingga, dapat diakses oleh setiap anak didik.
Kendala teknis selama pelaksanaan PJJ sejauh ini, sebagian besar sudah dapat diatasi dan mulai tertata, walau masih jauh dari kata ideal dan memenuhi 'tuntutan' dari sebagian pihak wali murid. Ada satu hal yang terasa janggal, berkaitan dengan stimulasi karakter dan pendekatan kepada anak didik.Â
Biasanya, guru dapat memberikan sejumlah sentuhan. Ketika anak menangis, guru memberikan pelukan, membelai kepala sang anak saat memberikan pengertian, menggenggam tangan anak untuk meyakinkan sesuatu atau menyalurkan energi positif, duduk bersebelahan tanpa khawatir jarak saat meminta anak didik mengutarakan pendapat. Semua itu, tidak lagi bisa dilakukan. Di samping, pastinya, ada sosok orang tua yang terus mendampingi proses PJJ anak didik.
Suka dan duka mengiringi perjuangan yang tengah mereka lakukan. Merasa sedih karena semakin jarang bertatap muka langsung dan melakukan pembelajaran di kelas dengan anak didik serta berbagi pengalaman mengajar harian bersama teman sejawat.Â
Ada saja materi dan indikator capaian pembelajaran anak didik yang tidak sesuai atau belum memenuhi target. Namun, rasa syukur masih tetap bersemayam, sebab bertambah waktu bersama dengan keluarga. Membersamai tumbuh kembang anak-anak ketika berada di rumah. Apapun itu, semua mesti dijalani dengan sepenuh hati. Untuk terus bisa membersamai anak sendiri dan anak didik.
Harapan para guru dan kita semuah cukup satu: semoga Yang Maha Kuasa lekas mengangkat pandemi ini dari muka bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H