Bagi keluarga yang kurang mampu. kebutuhanya tidak hanya kuota, tapi juga perangkat hp untuk kegiatan belajar.
Mungkin ini menjadi penyataan dini bagi saya yang bukan pengamat pendidikan, bukan guru dan bukan pelaksana harian disekolah. Seenaknya sendiri menyatakan menolak bantuan ini.
Tapi saya adalah seorang wali murid, juga seorang relawan. Beberapa kali bertemu dengan adik-adik yatim, mengeluh dengan pembelajarang secara online.
Karena kondisi lapangan, banyak kejadian orang tua rela mencuri demi anaknya bisa belajar daring. Disisi lain, bagi keluarga yang masih mampu. Mereka masih bisa bermain tik tok maupun game online saat dirumah. Akses kuota masih berlebih.
Kabar berita di MetroTV satu bulan yang lalu. Seorang bapak di Bandar Lampung harus berurusan dengan polisi, karena nekat mencuri laptop untuk kegiatan belajar online anaknya.
lalu seorang siswa SD di Yogyakarta harus meminjam hp tetangganya untuk belajar secara daring. Dia yang sehari-hari membantu ibunya jualan camilan. Belum bisa membeli hp.
Lagian, bagi mereka yang mampu dan tinggal diperkotaan. Sebagian besar ramai-ramai memasang jaringan wifi yang kuotanya tak terbatas.
Beberapa warung kopi di Sidaorjo, membuka akses internet gratis bagi siswa yang tidak mempu, bahkan memberikan minuman gratis buat mereka.
Sehingga diharapkan pemerintah mengkaji kembali tetang kebijakan anggaran yang mencapai 9 triliun rupiah. Mangkaji dampak sosial program ini.
Jangan seperti bantuan tunai saat awal pandemi kemarin, yang habis mendapatkan bantuan tunai malah ramai-ramai kepasar untuk beli asesoris, baju dan lain sebaginya. Karena kebutuhan pangan mereka sudah tercukupi.
Sehingga tidak hanya kuota, bisa juga bantuan untuk pembelian hp atau biasiswa untuk mereka yang sampai saat ini sedang menunggak SPP sekolah, karena orang tuanya terkena PHK atau jualannya yang lagi sepi. Bukan malah membantu mereka yang sudah mampu beli. Tidak perlu ditambah kuota data internet untuk kegiatan belajar daring mereka.
Kita sudah mengetahui, bahwa pertumbuhan ekonomi bangsa ini berjalan kurang baik. Penerimaan pajak dan pendapatan negara menurun. Beberapa perusahaan BUMN mengalami kerugian puluhan triliun rupiah.
Sehingga seharusnya pemerintah bisa benar-benar mengefektifkan anggaran bantuan yang akan dikeluarkan, tidak sekedar rakyat senang. Karena menyenangkan semua rakyat adalah hal yang mustahil.