Bukankah akhir-akhir ini sering berita viral mengenai jenazah covid ditolak. Kemudian diklarifikasi oleh dokter ahli, bahwa jenazah covid yang dimakamkan sesuai protokoler/SOP itu aman.
Ditambah dengan berita bahwa siapa pun yang menolak jenazah maka akan ditangkap oleh aparat. Adalagi, bukahkah Anda sudah mendengar atau membaca bahwa penolak jenazah covid yang ada di Semarang kemarin dibuly habis-habisan oleh netizen? Ditambah doa-doa terkena azab dan lain sebagainya.
Namun masih ada tokoh masyarakat. Maupun pimpinan sekitar yang menolak jika ada pemakaman jenazah yang terkena corona dikampungnya.
Apakah yang menolak itu tidak takut ditangkap aparat? Apakah dia tidak gentar dibuly oleh warganet seluruh Indonesia? Didoakan terkena virus corona dia dan keluarganya.
Entahlah! Bisa jadi sang penolak tidak mengikuti dengan baik perkembangan berita yang ada di media sosial. Atau dikoran dan di TV.
Yang dia fikirkan hanya bagaimana dia dianggap penyelamat desanya. Dianggap pahlawan. Istiqomah dianggap sebagai tokoh masyarakat. Bisa jadi dia mau mengikuti pemilihan kepala desa di preode yang akan datang.
Tapi yang disayangkan. Itu mengorbankan kesedihan orang lain. Sebuah keluarga yang anggota keluarganya meninggal. Ditolak di pemakaman umum didesanya.
Kasian sang keluarga. Harus menanggung pukulan berkali-kali derita. Sudah kehilangan keluarga. Saat sakit tidak boleh dijenguk. Lalu ditambah lagi jenazah keluarganya tersebut ditolak. Karena kesok tahuan seorang tokoh masyarakat.
Kesok tahuan tokoh masyarakat tentang corona juga berdampak ke pasien OTG (Orang yang positif corona tapi tanpa gejala). Juga pada ODP (Orang dalam pemantauan).
Mereka diusir deri kampungnya. Di kosnya diusir langsung oleh pemilik kos. Walaupun dia tenaga medis. Yang merawat pasien corona. Berjuang agar pasien yang positif segera sembuh dan bisa beraktifitas seperti sedia kala. Yang merawat agar pandemi ini tidak semakin meluas.
Bukankah ini ketololan? Ungkap Dr Tirta di aku Instagramnya.