Misalnya kasus jatuhnya pesawat, dalam kasus ini PR diharapkan bisa memberikan statement jika memang sudah ada kepastian dan mengabarkan bahwa perusahaan telah memberikan aneka tindakan untuk menangani masalah yang terjadi.
Kita ambil contoh lagi krisis di perusahaan Buka lapak ada sebuah cuitan dari Achmad Zaky dalam Twitternya yang memicu gerakan "Uninstall Bukalapak, Muncul Viral LupaBapak, TutupLapak."Â
Dalam perustiwa ini, PR dari perusahaan Bukalapak langsung bergerak dengan baik sehingga bisa mempertemukan Achmad Zaky dengan Presiden Jokowi dan bahkan bisa mendapatkan foto pertemuan mereka berdua yang merupakan foto bernilai tinggi untuk kepentingan PR dalam memperbaiki situasi yaitu pertama adalah upaya kuratif adalah mengidentifikasi, mengisolasi, dan menangani krisis.Â
Jika krisis sudah mulai nampak, maka praktisi PR harus langsung mengidentifikasi krisis tersebut terlebih dahulu seperti mencari tau dari mana asal mulanya krisis ini, penyebabnya krisis ini dapat terjadi, dan yang terakhir dampak apa yang terjadi akibat dari krisis tersebut. Lalu krisis tersebut harus segera diisolasi agar tidak menyebar dan bisa mempengaruhi sistem lain. Setelahnya krisis harus ditangani dan seorang PR sudah dibekali dengan kemampuan menangani krisis tersebut.Â
Dalam hal ini seorang humas pemerintahan harus dapat melihat kegelisahan yang ada dalam masyarakat seperti kegelisahan para pegawai atau karyawan di perusahaan. Lalu mengambil tindakan yang tegas dan tepat untuk meredakan kegelisahan tersebut. Upaya yang kedua adalah preventif adalah menumbuhkan kepercayaan public kembali, membina hubungan yang baik dengan aparat pemerintah, membangun benteng pertahanan dari lini terbawah, dan menyiapkan program manajemen krisis.Â
Pada saat sekarang ini masyarakat sudah melek akan internet dan media massa. Seorang PR harus bisa memanfaatkan kecanggihan dan kemudahan yang ada dan menjadikannya lebih efektif.Â
Salah satunya adalah dengan memanfaatkan media yang ada. Dengan memanfaatkan media relations, praktisi PR akan lebih mudah menjalankan tugasnya dan lebih mudah untuk membangun citra perusahaan atau instansi. Itu dikarenakan media saat ini mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menggiring opini publik. Sehingga kepercayaan dari publik kepada perusahaan atau instansi tersebut akan terus terbentuk selama media tetap bekerja sama dalam membangun image perusahaan atau instansi tersebut.
Dalam memahami benar krisisnya dan sepakat informasi mana yang boleh dishare, mana yang tidak. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah segera membentuk tim krisis dalam sebuah perusahaan  dan memusatkan semua informasi yang masuk dan keluar hanya melalui Tim PR atau Tim Krisis.Â
Menunjuk juru bicara resmi dari sebuah perusahaan dan menentukan seberapa sering CEO perlu dimunculkan dalam berhadapan dengan publik. Terus memberikan sebuah edukasi dan informasi kepada seluruh karyawan tentang kejadiannya, termasuk Do dan Don't bagi karyawan. Selanjutnya tim krisis harus mempersiapkan berbagai statement yang berbeda sesuai dengan jenis publiknya, namun dengan pesan yang sama.Â
Misalnya, semua bintang iklan dan brand ambassador, para distributor, pelanggan utama, pemerintah yang relevan, dan sebagainya. Lalu evaluasi dilakukan pagi dan sore secara konsisten, berupa review and preview. Dengan begitu, perusahaan akan semakin bisa mengatisipasi pertanyaan media dan stakeholders lainnya.Â
Selanjutnya memantau berbagai media, baik tradisional maupun sosial media. Lalu yang terakhir melakukan update kepada manajemen secara kontinyu seusai rapat evaluasi, sehingga semua tim memiliki pemahaman yang sama.