Dalam Lingkungan masyarakat Adat Dayak di Kalimantan Tengah ada ketentuan bahwa perceraian dapat dilakukan di Lembaga Kedamangan. Lembaga tersebut dilindungi oleh pemerintah setempat melalui Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan adat Dayak di Kalimantan Tengah.Â
Permasalahan perceraian Adat Dayak melalui Lembaga Kedamangan yang dimaksud peneliti di sini adalah perceraian yang dilakukan oleh Lembaga Adat untuk yang beragama Islam, tetapi peneliti juga akan mengambil sample dari yang bukan beragama Islam juga.Â
Proses perceraian tersebut dilakukan secara hukum Adat Dayak dengan berbagai tahapan-tahapan dan syarat-syarat yang harus dilewati dan dipenuhi oleh para pasangan yang ingin melakukan perceraian.Â
Setelah melakukan tahapan-tahapan perceraian Adat tersebut kantor Kedamangan akan mengeluarkan surat keterangan cerai Adat dan akta cerai Adat yang ditandatangani oleh pihak yang melakukan perceraian, Mantir, Kepala Kedamangan.Â
Perceraian di Lembaga Kedamangan dibedakan menjadi dua hal yaitu perceraian sepihak (hanya satu pihak yang mengiginkan perceraian) dan perceraian atas keinginan bersama (kedua belah pihak bersedia untuk bercerai).
Pembedaaan ini terjadi karena perceraian menurut Adat Dayak adalah suatu perbuatan yang tidak terpuji, setiap perceraian selalu disebabkan karena ada kesalahan diantara suami istri, dan untuk itu ada sanksi bagi pihak yang bersalah menyebabkan perceraian. Perceraian dalam masyarakat Adat Dayak tidak bisa dilepaskan dari perjanjian perkawinan yang dilakukan.Â
Dalam surat kawin dituangkan perjanjian kawin yang memuat beberapa ketentuan atas kesepakatan bersama, salah satunya mengatur tentang perceraian yang berisi hal-hal sebagai berikut:
- Pihak yang bersalah menyebabkan perceraian dikenakan sanksi Adat dengan membayar kepada pihak yang tidak bersalah sebesar kesepakatan (berupa uang atau emas murni).
- Pelaku (maskawin) tetap menjadi hak istri.
- Harta benda yang diperoleh selama berumah tangga (barang rupa tangan) menjadi hak anak-anak dan hak yang tidak bersalah.
 Berdasarkan perjanjian kawin itu, pihak yang menyebabkan perceraian akan mendapat sanksi. Ketentuan tentang perceraian masyarakat Adat Dayak diatur dalam hukum Adat Dayak pasal 3 tentang singer Hatulang belom (denda perceraian sepihak) dan pasal 4 Singer Hatulang Palekak sama handak (denda perceraian atas kehendak bersama). Adapun denda perceraian sepihak antara lain
- Sesuai dengan perjanjian kawin.
- Mantir Adat dapat menambahkan atau memberatkan denda setinggitingginya 30 kati (Rp 3.000.000) kepada pihak yang bersalah jika dipandang perlu.
- Jika ada anak maka harta bersama dibagi antara pihak yang tidak bersalah dan anak.
 Sedangkan denda bagi perceraian atas keinginan bersama adalah membagi harta bersama sesuai perjanjian kawin. Jika ada anak maka harta menjadi hak anak semuanya. Jika tidak ada anak, maka harta dibagi bersama.
 Tahapan-tahapan perceraian yang harus dilalui oleh pasangan suami istri sebagaimana dalam ketentuan Hukum Adat Dayak Ngaju Kalimantan Tengah Bab VII tentang tahapan-tahapan penyelesaian sengketa peradilan Adat Dayak di kota Palangka Raya, menyebutkan bahwa:
- Tahap pertama, pihak yang ingin melakukan perceraian melaporkan kepada Mantir/Let Adat di kecamatannya. Atau membuat surat pengaduan yang di tujukan kepada Mantir/Let Adat di kecamatannya.
- Tahap kedua, Mantir/Let adat melakukan penyelidikan kasus tersebut apakah sama antara pernyataan dengan surat pengaduan tersebut.
- Tahap ketiga, pemberitahuan kepada para pihak bahwa peradilan adat akan digelar, Lembaga Kedamangan akan membuat surat panggilan kepada para pihak yang ingin bercerai tetapi tidak dipertemukan antara termohon dengan pemohon.Â
- Tahap keempat, pemanggilan pertama kepada yang melakukan pengaduan terlebih dahulu, sebelum memasuki pokok perkara, Mantir/Let adat menawarkan perdamaian terlebih dahulu, apabila pemohon menerima tawaran untuk berdamai maka Lembaga Kedamangan akan menarik surat pengaduan pemohon tersebut.
- Â Tahap kelima, jika pemohon tidak mau berdamai, maka hakim Adat membuka sidang yang dimulai dengan mendengar keterangan, bukti-bukti dan memberikan pertanyaan kepada pemohon, Kerapatan Mantir/Let Adat melakukan pemanggilan kepada termohon dan memberikan pertanyaan yang sama dengan pemohon kemudian Kerapatan Mantir/Let Adat meneliti sejauh mana kebenaran keterangan pemohon dan termohon dengan surat pengaduan tersebut.
- Tahap keenam, Kerapatan Mantir/Let adat menanyakan kepada pemohon apa yang dikehendaki dalam pengaduan dan keteraangan pemohon. Dan Kerapatan Mantir/Let Adat melakukan musyawarah. pihak yang dinyatakan bersalah dikenai singer. Sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat peran peradilan Adat, maka keputusan penyelesaian perkara itu dicatatkan dan diarsipkan dalam sebuah buku induk registrasi perkara Adat.
Permasalahan hukum adat keberadaanya secara konstitusional telah diakui keberadaannya dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen, dalam pasal 18 B ayat.