Kemudian, Abah Yai mengambil sebungkus rokok dari suguhan. Di dalamnya ada kertas putih kecil. Beliau menyerahkan kertas itu kepada Gus Syur sambil berkata, “Coba, iki tugelen nganggo tanganmu.” Gus Syur mencoba menyobek kertas itu dengan kedua tangannya. Namun anehnya, ia tidak mampu. Semua orang yang tadinya terkesima hanya bisa saling pandang. Gus Syur, dengan sedikit gelisah, akhirnya meninggalkan tempat itu.
Saya merenung dalam-dalam. Betapa seringnya kita terjebak menilai seseorang hanya dari apa yang terlihat. Kewalian bukanlah soal tampilan, tetapi hubungan hati yang mendalam dengan Sang Pencipta. Dan Abah Yai, dengan segala kesederhanaannya, telah mengajarkan saya sebuah hikmah besar—bahwa yang sejati tidak selalu tampak di permukaan.
Kisah ini menggambarkan pelajaran tentang keikhlasan, kebijaksanaan, dan cara pandang yang mendalam terhadap spiritualitas. Semoga bermanfaat. Sebenarnya ada lagi cerita Gus Syur yang menancapkan foto seseorang yang benci kepada dirinya di sebuah kuburan. Lantas orang tersebut meninggal dunia. Tunggu cerita selanjutnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H