Mohon tunggu...
Anjas Wijanarko
Anjas Wijanarko Mohon Tunggu... -

Karyawan tetap sebuah perusahaan swasta, kalau sudah mapan ingin budidaya jamur dan ternak lele.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fotografer dan SIPA 2011

30 Juni 2011   07:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:03 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang telah diketahui bersama, bahwa besok pada hari Jumat tanggal 1 Juli 2011, Kota Solo akan menyelenggarakan sebuah event besar yang bertajuk Solo International Performing Art 2011 atau yang lebih akrab disebut SIPA 2011, sebuah event berskala internasional yang mengundang banyak artis nasional maupun internasional.

Sudah tidak bisa disangkal lagi, bahwa acara event di Solo bak magnet besar yang mampu menyedot ribuan penonton. Bahkan tidak sedikit pula masyarakat luar Solo berbondong-bondong ingin menyaksikan pertunjukan tersebut, tak terkecuali para fotografer yang ingin mengabadikan peristiwa spektakuler tersebut.

Apabila boleh mengibaratkan, SIPA adalah seorang gadis yang cantik yang menebarkan pesonanya, sementara fotografer adalah seorang pria philogynik yang tidak akan melewatkan kesempatan untuk mengagumi sang gadis.

Namun yang terjadi terkadang tidaklah sesuai dengan apa yang diharapkan. Seringkali panitia event merasa kerepotan mengatur para fotografer yang seringkali dengan seenaknya menempatkan diri dan memotret pertunjukan tanpa menghiraukan penonton lain yang sedang menikmati pertunjukan. Namun di sisi lain, para fotografer juga sering merasa disudutkan bahwa kehadiran mereka hanyalah menjadi pengganggu acara yang semestinya bisa dinikmati secara bersama-sama tanpa mengganggu penonton lainnya. Akibatnya sering kita temui konflik di lapangan.

Sebetulnya dengan menyadari posisi masing-masing tentunya konflik itu tidak perlu terjadi. Para panitia seharusnya menyadari bahwa keberadaan para fotografer itu bukan hanya sebagai pengganggu saja. Kemampuan para fotografer menangkap moment-moment spektakuler yang seringkali luput dari pandangan penonton dan kemampuan mereka membekukan adegan dalam sebuah frame foto seringkali membuat yang “mulanya tampak biasa” menjadi “sesuatu yang luar biasa”. Semestinya ini sebuah potensi yang bisa diolah dan pada akhirnya bisa membawa dampak positif terhadap event tersebut. Sesuatu yang sangat disayangkan apabila itu tidak bisa diolah secara positif. Apalagi para fotografer biasanya mempunyai jaringan tersendiri dalam lingkungannya, diantaranya melalui klub foto atau yang sekarang menjadi trend diantara mereka adalah melalui jaringan media sosial. Sekedar catatan, sampai saat ini para penghobi fotografi sering memaparkan hasil karyanya melalui facebook atau twitter yang disadari atau tidak disadari bisa menjadi ajang promosi bagi sebuah event, baik itu promosi tentang kejelekan atau kebaikan sebuah event tergantung pengalaman pribadi penghobi fotografi itu sendiri saat memotret sebuah event.

Namun disisi lain para fotografer juga dituntut untuk menyadari, bahwa ibarat sebuah pertunjukan drama, fotografer bukanlah seorang pelakon atau sutradara. Mereka adalah bagian dari penonton yang akhirnya juga akan merasa terganggu apabila ada orang lain berlalu lalang atau menghalangi pandangan kameranya. Seorang fotografer sejati dituntut untuk selalu bisa menempatkan diri dalam sebuah event pertunjukan, dimana dia bisa memotret dengan tenang dan dalam sudut pandang yang baik tanpa mengganggu penonton yang lain. Menjaga kondusifitas sebuah event tentunya juga akan sangat membantu bagi para fotografer itu sendiri yang ingin melaksanakan kegiatannya.

Maka dari itu, panitia selaku penyelenggara dan pengambil keputusan dalam sebuah event, seharusnya bisa melihat dari sudut pandang obyektif. Satu sisi harus dilihat bahwa penghobi fotografi menyimpan potensi besar untuk membantu promosi event yang akan dilaksanakan, namun di sisi lain harus menjaga kondusifitas event agar berjalan tertib dan lancar sesuai dengan yang diharapkan. Tak ada salahnya merangkul para penghobi fotografi sebagai salah satu ujung tombak pemasaran event mereka. Misalnya saja, sekedar usulan, memberi tempat khusus bagi penghobi fotografi dengan mempertimbangkan saran dari para penghobi itu sendiri, memberikan tanda pengenal khusus (id-card) bagi para penghobi yang hendak memotret dan berani menindak tegas para fotografer yang dinilai melanggar peraturan, misalnya memotret di luar area khusus atau menempati area khusus fotografer tanpa menggunakan id card. Seringkali masalah timbul hanya karena masalah kecemburuan saja dimana ada orang-orang tertentu ketika melanggar kesepakatan dibiarkan saja, sementara yang sudah mentaati kesepakatan justru sering tidak mendapat apa yang sudah disepakati sebelumnya.

Sekarang, tidak ada jeleknya masing-masing pihak interopeksi diri. Segala sesuatu yang diawali dengan buruk sangka hanya akan membuat keputusan yang keliru juga. Tidak semua fotografer suka membuat kekacauan dan berperilaku seenaknya sendiri. Namun para fotografer hendaknya juga menghormati keputusan yang telah dibuat oleh panitia.

Semoga SIPA 2011 berjalan sukses dan bisa lebih baik di tahun depan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun