Hari ini, gelombang unjuk rasa terus dilakukan oleh rakyat, buruh, mahasiswa sebagai bentuk penolakan berlakunya UU Ciptakerja. Mulai dari Bandung, Jogjakarta, Padang, Banten, Bekasi. Dan telah menelan korban dari mahasiswa terluka di Bekasi.
Dan ini menjadi fakta tidak terbantahkan, bahwa UU Ciptaker ditolak oleh rakyat Indonesia sejak awal, bernama RUU Omnibus Law. Apalagi semenjak awal Presiden Jokowi telah meminta kepada DPR RI untuk dapat menyelesaikan UU Cilaka oleh DPR RI dalam 100 hari untuk disahkan menjadi UU.
Pembahasan RUU Cipteker di DPR RI sarat dengan 'kongkalikong' dan menggunakan cara-cara yang jauh dari adab dan moralitas. Pembahasan di Badan Legislasi dan Badan Musyawarah DPR jauh dari akuntabilitas dan transparansi. Sampai pembahasan dan pengesehan pun dilakukan diluar gedung DPR RI dan kemudian disahkan pada hari sabtu malam minggu. Di saat rakyat telah istirahat.
Tentu ini bentuk cacat pembahasan RUU Ciptaker yang mengatur hajat hidup rakyat, buruh. Apalagi pengesahan di tingkat paripurna DPR RI pun dilakukan dengan tergesa pada hari Senin (6/10) dan terkesan dipaksakan.
Di samping proses yang cacat prosedural di DPR RI. Fitnah juga menjadi senjata untuk mendegradasi tokoh-tokoh yang terang benderang mengkritisi dan memberikan masukan perbaikan RUU Ciptaker, seperti Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Termasuk juga dari kalangan akademisi seperti Prof. Jimly, Prof. Refly Harun dan Said Didu, pun tidak lepas dari sasaran fitnah oleh buzzer.
Jika ditelaah secara seksama, fitnah yang dimainkan oleh buzzer bertujuan mengadu domba, memutar balikkan fakta dan mengarahkan opini publik bahwa penolakan buruh, mahasiswa dan eleman rakyat lainnya adalah perbuatan para tokoh-tokoh bangsa.
Fitnah yang ditebarkan kepada publik oleh buzzer, terutama bagi SBY adalah semenjak awal telah mendukung RUU Ciptaker. Kemudian dilanjutkan dengan fitnah bahwa gelombang aksi penolakan dari buruh, mahasiswa dan eleman lainnya dimotori oleh keluarga SBY.
Dua fitnah ini, sungguh tidak masuk diakal dan juga sangat jauh dari kebenaran. Untuk fitnah pertama memutarbalikkan fakta dari pertemuan antara SBY dengan Airlangga Hartarto di Cikeas. Dalam pertemuan tersebut, SBY memberikan penegasan bahwa untuk membangun bangsa dapat dilakukan denan posisi berbeda.
Terkait RUU Ciptaker, SBY memberikan saran kepada pemerintah, terutama bagi Airlangga Hartarto untuk memberikan penjelasan kepada rakyat terkait RUU Ciptaker yang menyangkut isu-isu sensitif terkait persoalan ekonomi yang berdampak kepada rakyat.
Tidak ada sedikitpun, pernyataan bahwa SBY selaku tokoh bangsa mendukung RUU Ciptaker yang nyata ditolak oleh banyak kalangan.
Sedangkan, fitnah bahwa unjuk rasa yang dilakukan oleh elemen buruh, mahasiswa dan juga oleh rakyat adalah scenario dari Cikeas. Itu sangat tendensius, dan sangat jauh dari kenyataan. Dan ini fitnah tidak lebih dari upaya adu domba.
Faktanya, unjuk rasa yang sejak hari Senin sampai hari ini, adalah bentuk kekecewaan dari berbagai kalangan dan rakyat. Semenjak awal dengan tegas menolak RUU Ciptaker dibahas dan disahkan menjadi UU Ciptaker oleh Pemerintah dan juga 7 partai politik pendukung pemerintah.
Dan rakyat pun, sangat mengetahui bahwa di masa 10 tahun Pemerintahan SBY dan Partai Demokrat tidak ada Undang-Undang yang merugikan rakyat dan ditolak habis-habisan karena mengabaikan suara rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H