Mohon tunggu...
anjasni muarti
anjasni muarti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Selalu ada malam setelah siang

Kemandirian mesti diperjuangkan dalam Kesetaraan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

PDI-P Gagal Mengawal Kebijakan Revolusi Mental Pemerintahan Jokowi-JK

9 April 2019   14:15 Diperbarui: 9 April 2019   14:50 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum PDI P Megawati Soekarno Putri. Sumber gambar: IDN Times

Revolusi mental yang digadang-gadangkan dalam kampanye 2014 oleh Jokowi dan JK dengan partai pengusung utama PDIP layak untuk dievaluasi. Banyak kalangan menilai implementasi revolusi mental gagal dalam tataran kebijakan pemerintahan.  

Jokowi sebagai petugas Partai dari PDIP hal ini disampaikan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri. Seakan tidak berdaya untuk mengelola kebijakan implementasi revolusi mental. Seperti yang digadang-gadangkan.

Kisruh Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang diterima KPU dari Kemendagri yang dikritisi berbagai kalangan menjadi pertanyaan mendasar tentang revolusi mental dalam hal birokrasi kependudukan. Sebab menteri dalam negeri dalam kabinet berasal dari politisi PDIP Tjahjo Kumolo. Yang kita ketahui Tjahjo Kumulo termasuk pejabat teras PDI P yakni Sekjen partai.

Sepantasnya 4,5 tahun menjadi sebagai partai pemenang di DPR RI 2014-2019 PDI P mampu mengawal lewat kebijakan penyelesaian data penduduk Indonesia dengan KTP-el. Hal ini lewat kerja Menteri Dalam Negeri dan pegawasan dan pengawalan dari fraksi PDI P di parlemen.

Semestinya perbaikan Data Penduduk telah tuntas di kementrian dalam negeri. Namun nyatanya data penduduk menjadi kisruh ketika digunakan untuk Daftar Pemilih dalam pemilu. Di mana KPU mesti melakukan pekerjaan pencacahan langsung atau coklit KPU yang menyasar setiap rumah pemilih. Sebab sebelumnya KPU telah menetapkan DPT untuk Pemilihan Kepala Daerah Serentak.

Dan data tersebut semestinya menjadi bahan perbaikan Data Penduduk bagi Kementerian dalam Negeri. Faktanya hal ini tidak menjadi perbaikan data penduduk. Ini merupakan indikasi kegagalan dalam melakukan pekerjaan birokrasi melayani penduduk.

Di sisi lain, revolusi mental bidang pemberantasan korupsi. PDI P adalah juara dan belum terkalahkan menyetor politisi dan kader yang tertangkap melakukan korupsi, terutama kepala daerah dari PDI P.

Dan saat ini PDIP seperti 'bersembunyi' dalam momen Pimilu serantak Pilpres dan Pileg. Mengharapkan efek ekor jas dari calon presiden Jokowi. Dan jargon Revolusi mental digantikan dengan kampanye kartu sakti yang berjumlah 3 buah.

Kegagalan PDI P mengelola dan mengawasi kebijakan pemerintahan dengan penerapan revolusi mental mesti ditanggung oleh petugas partai PDIP sebagai sasaran tembak kritik masyarakat dari berbagai kalangan.

Di masa lalu PDI P secara partai dan para politisi, mampu mengeluarkan air mata ketika memperjuangkan aspirasi dan membela wong cilik. Melakukan demo besar-besaran meminta pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM dan mencabut beberapa subsidi untuk rakyat.

Dan sekarang, ketika mendapatkan kekuasaan dan kewenangan untuk mengelola pemerintah. Air mata politis PDIP dan semua gimmick politik wong cilik hilang. Tidak terdegar bagaimana teriakan lantang, rombongan besar demonstran dan kritik tajam terhadap pengelolaan kebijakan pemerintahan.

Hari ini pun, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri terkesan mengambil sikap diam tentang banyak persoalan bangsa. Tidak ada ucapan yang terdengar, tulisan yang dapat dibaca. Apa yang diperjuangkan PDI P untuk wong cilik untuk lima tahun kedepan.

Hanya yang bersuara dan berkata beberapa jajaran politisi PDIP yang bersileweran diberbagai media.

Atau memang PDI P lebih cocok menjadi partai oposisi dengan gaya parlemen jalanan dari pada menjadi Partai pemenang di pemerintahan.

Gagal dalam merevolusi mental politisi dan partai sendiri dengan Jargon Revolusi Mental, dan sekarang dibungkus dengan revitalisasi revolusi mental. Ya mental mental jadinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun