Revolusi mental yang digadang-gadangkan dalam kampanye 2014 oleh Jokowi dan JK dengan partai pengusung utama PDIP layak untuk dievaluasi. Banyak kalangan menilai implementasi revolusi mental gagal dalam tataran kebijakan pemerintahan. Â
Jokowi sebagai petugas Partai dari PDIP hal ini disampaikan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri. Seakan tidak berdaya untuk mengelola kebijakan implementasi revolusi mental. Seperti yang digadang-gadangkan.
Kisruh Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang diterima KPU dari Kemendagri yang dikritisi berbagai kalangan menjadi pertanyaan mendasar tentang revolusi mental dalam hal birokrasi kependudukan. Sebab menteri dalam negeri dalam kabinet berasal dari politisi PDIP Tjahjo Kumolo. Yang kita ketahui Tjahjo Kumulo termasuk pejabat teras PDI P yakni Sekjen partai.
Sepantasnya 4,5 tahun menjadi sebagai partai pemenang di DPR RI 2014-2019 PDI P mampu mengawal lewat kebijakan penyelesaian data penduduk Indonesia dengan KTP-el. Hal ini lewat kerja Menteri Dalam Negeri dan pegawasan dan pengawalan dari fraksi PDI P di parlemen.
Semestinya perbaikan Data Penduduk telah tuntas di kementrian dalam negeri. Namun nyatanya data penduduk menjadi kisruh ketika digunakan untuk Daftar Pemilih dalam pemilu. Di mana KPU mesti melakukan pekerjaan pencacahan langsung atau coklit KPU yang menyasar setiap rumah pemilih. Sebab sebelumnya KPU telah menetapkan DPT untuk Pemilihan Kepala Daerah Serentak.
Dan data tersebut semestinya menjadi bahan perbaikan Data Penduduk bagi Kementerian dalam Negeri. Faktanya hal ini tidak menjadi perbaikan data penduduk. Ini merupakan indikasi kegagalan dalam melakukan pekerjaan birokrasi melayani penduduk.
Di sisi lain, revolusi mental bidang pemberantasan korupsi. PDI P adalah juara dan belum terkalahkan menyetor politisi dan kader yang tertangkap melakukan korupsi, terutama kepala daerah dari PDI P.
Dan saat ini PDIP seperti 'bersembunyi' dalam momen Pimilu serantak Pilpres dan Pileg. Mengharapkan efek ekor jas dari calon presiden Jokowi. Dan jargon Revolusi mental digantikan dengan kampanye kartu sakti yang berjumlah 3 buah.
Kegagalan PDI P mengelola dan mengawasi kebijakan pemerintahan dengan penerapan revolusi mental mesti ditanggung oleh petugas partai PDIP sebagai sasaran tembak kritik masyarakat dari berbagai kalangan.
Di masa lalu PDI P secara partai dan para politisi, mampu mengeluarkan air mata ketika memperjuangkan aspirasi dan membela wong cilik. Melakukan demo besar-besaran meminta pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM dan mencabut beberapa subsidi untuk rakyat.