Polemik PT Semen Indonesia sudah bergulir sejak tahun 2010. Sampai kini, kasus ini masih terus berlanjut. Kelompok kontra semakin ekspansif melakukan penolakan, hingga ke depan Istana. Sementara kelompok pro semen juga tidak diam.
Kelompok pro semen pun semakin mendulang dukungan yang memenangkan posisi mereka. Lebih dari itu, dukungan dan keputusan pemerintah Indonesia sudah berpihak pada PT. Semen Indonesia, khususnya warga Rembang.
Salah satunya, orang nomor satu Bupati Rembang, Abdul Hafidz angkat bicara menyikapi polemik yang tidak berujung ini. Dalam pemantauan dan realitas di lapangan, Bupati Rembang kemarin dengan gamblang menyebut bahwa aksi penolakan atas aktivitas pertambangan karst PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng merupakan kelompok masyarakat dari luar Rembang. Masyarakat Rembang yang menolak sebenarnya hanya segelintir, bahkan jumlahnya tidak mencapai 5 persen.
"Mereka penolak semen itu ada yang dari Blora dan Pati. Kalau yang menolak itu sangat kecil sekali, tidak sampai 5 persen dan bukan warga Rembang yang terkena dampak," tuturnya.
Sebagai pimpinan daerah, Bupati Abdul Hafidz benar-benar mengetahui banyak warganya sekitar pertambangan karts yang mendapatkan manfaat dari aktivitas PT Semen Indonesia, utamanya adalah lapangan pekerjaan. Tudingan aktivitas penambangan karst di Watuputih, Pegunungan Kendeng, Rembang, merusak alam dan merusak sumber air tidaklah benar. Karena, aktivitas pertambangan dilakukan sudah berbasis lingkungan. Kelompok kontra saja yang bersihkeras tidak mau merubah pandangannya.
"Bagi yang kontra pasti tidak merasakan manfaat. Kalau yang pro ya pasti merasakan manfaat. Jadi ini hanya persoalan ego saja," jelas Hafidz.
Bupati Abdul Hafidz juga kembali menyoroti fakta-fakta yang lain, yakni aktivitas penambangan liar sejak 1996 hingga sekarang di sekitar Pegunungan Kendeng yang sama sekali tidak dipersoalkan masyarakat Kendeng. Padahal, lokasinya tidak jauh dari Pabrik Semen Rembang yang berpolemik ini.
Bupati Rembang ini menginginkan pendirian pabrik PT Semen Indonesia tetap bisa terus berjalan dan justru ingin PT Semen Indonesia menjadi contoh penambangan yang baik tidak merusak lingkungan bagi penambangan lainnya. Selain itu, karena proses pendirian pabrik sudah mencapai 97 persen dan uang yang ditanam untuk investasi bernilai Rp 5 triliun. Uang yang tidak kecil ini adalah uang negara.
Forum Masyarakat Madani Rembang (FMMR) juga menunjukkan sikap yang sama untuk mendukung keberlanjutan PT Semen Indonesia tetap berdiri. Melalui Jumali, Koordinator FMMR dalam jumpa pers di Rembang, Selasa (4/4) siang, mengatakan bahwa FMMR mendukung keberlanjutan PT Semen Indonesia dengan menuntut KLHS dapat didasarkan pada kebenaran yang obyektif tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Karena, penolakan warga selama ini berasal dari luar Rembang yang berarti melanggar.
FMMR nyaris mengutuk keras politisasi yang terjadi terhadap pembangunan pabrik semen di Rembang yang dilakukan LSM dan oknum di luar wilayah Rembang yang sudah meresahkan warga Rembang dan masyarakat Indonesia menyeluruh. FMMR menyakini bahwa KLHS pasri sudah didasarkan pada kajian yang profesional, berbasis data dan fakta ilmiah sebagaimana disampaikan oleh para pakar dan ahli juga ESDM bahwa tidak ada indikasi keberadaan aliran sungai bawah tanah di Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih di Rembang. Kawasan PT Semen Indonesia bukan merupakan wilayah terlarang untuk segala aktivitas pertambangan.
Melihat semakin menguatnya dukungan kepada PT Semen Indonesia, membuat penulis dan mayoritas masyarakat Indonesia tentunya benar-benar merasa bahwa sejatinya penolakan Pabrik Semen Rembang selama ini memang dimainkan oleh oknum-oknum yang tak bertanggungjawab. PT Semen Indonesia adalah milik negara, BUMNm yang nyatanya dapat menjadi benteng masuknya semen asing ke Indonesia, bahkan BUMN Semen Indonesia ini sebagai bukti kemandirian program dan kedaulatan bangsa Indonesia. Apabila ditutup, jelas warga Rembang akan kehilangan peluang dan kesempatan untuk hidup sejahtera yang jumlahnya mencapai 6.075 tenaga kerja.