Mohon tunggu...
Anjar Setyaningrum
Anjar Setyaningrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas PGRI Kanjuruhan Malang

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi "Sajak Putih"

18 November 2024   17:05 Diperbarui: 18 November 2024   17:07 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://jateng.tribunnews.com/

_Sajak Putih_

Beribu saat dalam kenangan

surut perlahan

kita dengarkan bumi menerima tanpa mengaduh

sewaktu detik pun jatuh

kita dengar bumi yang tua dalam setia

Kasih tanpa suara

sewaktu bayang-bayang kita memanjang

mengabur batas ruang

kita pun bisu tersekat dalam pesona

sewaktu ia pun memanggil-manggil

sewaktu Kata membuat kita begitu terpencil

di luar cuaca

Sumber: Duka-Mu Abadi (1969)

Puisi "Sajak Putih" karya Sapardi Djoko Damono merupakan sebuah karya sastra yang kaya akan keindahan bahasa dan makna simbolik. Penggunaan bahasa kiasan dalam puisi ini menjadi salah satu daya tarik utamanya. Melalui bahasa kiasan, Sapardi berhasil menciptakan suasana yang mendalam dan multi interpretasi.

Salah satu ciri khas puisi ini adalah penggunaan personifikasi terhadap benda-benda alam. Bumi, misalnya, digambarkan sebagai entitas yang memiliki perasaan dan kesadaran. "Kita dengar bumi yang tua dalam setia" adalah contoh yang jelas. Bumi tidak hanya menjadi latar, tetapi juga menjadi subjek yang turut merasakan perjalanan waktu dan kehidupan manusia. Personifikasi ini memberikan dimensi yang lebih emosional pada puisi.

Selain personifikasi, Sapardi juga banyak menggunakan metafora. "Surut perlahan" adalah sebuah metafora yang menggambarkan proses pelupaan atau hilangnya sesuatu secara perlahan. Metafora ini menciptakan imaji yang kuat tentang waktu yang tak dapat dihentikan dan ingatan yang semakin memudar.

Penggunaan hiperbola juga memperkaya makna puisi. Ungkapan "beribu saat dalam kenangan" adalah contoh hiperbola yang menunjukkan betapa banyak momen yang tersimpan dalam ingatan. Penggunaan hiperbola ini memberikan kesan yang dramatis dan menekankan pentingnya kenangan dalam kehidupan manusia.

Simbolisme juga menjadi elemen penting dalam puisi ini. Bayang-bayang, misalnya, menjadi simbol dari waktu yang terus berjalan dan kematian yang tak terhindarkan. "Sewaktu bayang-bayang kita memanjang" adalah sebuah simbolisme yang kuat yang mengisyaratkan tentang finitude kehidupan manusia.

Secara keseluruhan, bahasa kiasan dalam puisi "Sajak Putih" berfungsi untuk menciptakan kedalaman makna dan keindahan estetika. Melalui penggunaan personifikasi, metafora, hiperbola, dan simbolisme, Sapardi berhasil mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kehidupan, waktu, dan kematian. Puisi ini mengajak kita untuk lebih peka terhadap keindahan alam dan menghargai setiap momen yang kita miliki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun