_Sajak Putih_
Beribu saat dalam kenangan
surut perlahan
kita dengarkan bumi menerima tanpa mengaduh
sewaktu detik pun jatuh
kita dengar bumi yang tua dalam setia
Kasih tanpa suara
sewaktu bayang-bayang kita memanjang
mengabur batas ruang
kita pun bisu tersekat dalam pesona
sewaktu ia pun memanggil-manggil
sewaktu Kata membuat kita begitu terpencil
di luar cuaca
Sumber: Duka-Mu Abadi (1969)
Puisi "Sajak Putih" karya Sapardi Djoko Damono merupakan sebuah karya sastra yang kaya akan keindahan bahasa dan makna simbolik. Penggunaan bahasa kiasan dalam puisi ini menjadi salah satu daya tarik utamanya. Melalui bahasa kiasan, Sapardi berhasil menciptakan suasana yang mendalam dan multi interpretasi.
Salah satu ciri khas puisi ini adalah penggunaan personifikasi terhadap benda-benda alam. Bumi, misalnya, digambarkan sebagai entitas yang memiliki perasaan dan kesadaran. "Kita dengar bumi yang tua dalam setia" adalah contoh yang jelas. Bumi tidak hanya menjadi latar, tetapi juga menjadi subjek yang turut merasakan perjalanan waktu dan kehidupan manusia. Personifikasi ini memberikan dimensi yang lebih emosional pada puisi.
Selain personifikasi, Sapardi juga banyak menggunakan metafora. "Surut perlahan" adalah sebuah metafora yang menggambarkan proses pelupaan atau hilangnya sesuatu secara perlahan. Metafora ini menciptakan imaji yang kuat tentang waktu yang tak dapat dihentikan dan ingatan yang semakin memudar.
Penggunaan hiperbola juga memperkaya makna puisi. Ungkapan "beribu saat dalam kenangan" adalah contoh hiperbola yang menunjukkan betapa banyak momen yang tersimpan dalam ingatan. Penggunaan hiperbola ini memberikan kesan yang dramatis dan menekankan pentingnya kenangan dalam kehidupan manusia.
Simbolisme juga menjadi elemen penting dalam puisi ini. Bayang-bayang, misalnya, menjadi simbol dari waktu yang terus berjalan dan kematian yang tak terhindarkan. "Sewaktu bayang-bayang kita memanjang" adalah sebuah simbolisme yang kuat yang mengisyaratkan tentang finitude kehidupan manusia.
Secara keseluruhan, bahasa kiasan dalam puisi "Sajak Putih" berfungsi untuk menciptakan kedalaman makna dan keindahan estetika. Melalui penggunaan personifikasi, metafora, hiperbola, dan simbolisme, Sapardi berhasil mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kehidupan, waktu, dan kematian. Puisi ini mengajak kita untuk lebih peka terhadap keindahan alam dan menghargai setiap momen yang kita miliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H