Mohon tunggu...
Anjar Sugianto
Anjar Sugianto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Siput Si Mulut Besar

24 Oktober 2017   04:44 Diperbarui: 24 Oktober 2017   06:27 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Hei bocah kecil!" teriak Puput memanggil  Mahmud si semut hitam yang sedang bergotong-royong membawa makanan. Bercucuran keringat dengan secuil buah pepaya di atasnya.

"Hai Puput! Sedang apa kau di sini?" tanya Mahmud sembari berjalan merayap di atas dahan.

"Aku hanya berjalan-jalan menikmati indahnya dunia ini. Kebetulan sekali dapat berjumpa denganmu. Bagaimana kalo kau bergabung saja dengan ku? Kita bisa berpetualang bersama seperti saat kita kecil dulu." Bujuk Puput kepada Mahmud. Tanpa berpikir panjang ia lepas secuil buah pepaya di dekapannya. Mahmud berlari kencang mendekati Puput.

"Mau kemana kamu nak?" tanya Ibu Mahmud dari dalam gerombolan. "Kenapa kau tinggalkan pekerjaanmu begitu saja?"

"Ayolah bu. Mahmud hanya ingin bermain sebentar dengan Puput. Mahmud bosan hilir mudik mengangkat makanan terus. Padahal anak-anak yang lain asik dengan dunia mereka! Lihat anak-anak belalang, mereka hanya bermain lompat-lompatan, kupu-kupu kejar-kejaran di taman. Sedangkan aku? cuma bekerja terus-terusan. Mahmud berjanji nanti bantu lagi setelah pulang bermain, Bu!" rajuk Mahmud untuk meyakinkan sang ibu.

"Ya sudah sana kamu bermain dulu, tetapi jangan pergi jauh-jauh!" tegas ibu Mahmud. Dengan hati riang, Puput dan Mahmud berjalan-jalan. Mereka bercanda ria sepanjang perjalanan.

"Kamu tak merasa lelah setiap hari mencari makanan seperti itu? Padahal tubuhmu kecil seperti tidak mempunyai kekuatan, beda denganku. Coba kamu lihat, kemana-mana aku selalu membawa rumah. Ini membuktikan kalau diriku tak selemah dirimu dan hewan-hewan lain" ucap Puput.

"Iya, aku tahu kamu selalu membawa rumah, tetapi kamu tidak boleh meremehkan hewan lain seperti itu. Belum tentu semua yang kamu pikir itu selalu benar. Oke, sekarang aku akan angkat batu yang besarnya dua kali lipat dari tubuhku dan ku bawa sepanjang perjalanan. Akan ku buktikan kalau omongan kamu itu salah!" Sahut Mahmud dengan nada kesal.

"Ha ha ha, baik mari kita buktikan siapa yang benar. Kita buktikan siapa yang lebih kuat, aku atau kamu!" tantang Puput. Saat itu juga Mahmud mengambil sebongkah batu dan diangkat di atas punggungnya. Mereka berjalan menyusuri pinggiran sungai yang bertanah miring. Semilir angin mulai kencang, cahaya matahari mulai terselimuti awan mendung. Seekor Merpati turun dan hinggap di hadapan Puput dan Mahmud.

"Hei, apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian berjalan di tepi sungai? Kalian tak melihat lingkungan sekitar? Apa kalian tak sadar kalau hujan akan turun?" tanya merpati dengan heran.

"Kami sedang melakukan sebuah tantangan untuk membuktikan siapa yang paling kuat" jawab Puput.

"Kalian ingin bunuh diri? Sebentar lagi hujan turun, air akan memenuhi hulu dan membanjiri sungai. Bahkan dapat meluap hingga tepi sungai." Sahut merpati sambil terbang pergi menjahui sungai.

"Kamu juga ingin mengikuti merpati? Sana pergi saja. Akui saja kalau kamu itu lemah dan penakut. Hahaha." ejek Puput terhadap Mahmud.

"Bukannya aku seperti itu Put, tapi ada benarnya juga apa yang dikatakan merpati. Sebentar lagi hujan akan turun, sungai ini pasti akan meluap. Alangkah baiknya kalau kita sudahi saja permainan ini demi keselamatan kita." Ajak Mahmud.

"Tak usah berkata sok bijak begitu, Mud. Akui saja kalau kamu menyerah. Lagi pula cangkang ini juga dapat melindungiku dari apapun." Ucap Puput dengan sombong.

 "Terserah apa katamu" sahut Mahmud sambil melempar batu yang ia bawa. Mahmud mulai menjauhi tepi sungai. Seketika itu hujan turun dengan lebatnya. Terdengan suara gaduh dari hulu sungai. Dalam hitungan detik, air telah memenuhi sungai. Puput masuk ke dalam cangkang bermaksud melindungi diri dari banjir. Akan tetapi hempasan air sungai terlalu besar, rumah cangkang Puput tak mampu menahannya. Puput pun terseret gelombang banjir.anjar@2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun