Sekitar bulan februari 2016. Saya sangat bangga ketika mendengar Indonesia berencana membeli sebuah pesawat Sukhoi SU 35. Pesawat ini memiliki teknologi mutakhir termasuk tidak bisa deteksi oleh radar. Meskipun pesawat anti radar sudah mulai muncul sejak perang dunia II pada eranya Adolf Hitler. Namun sampai sekarang saya masih tidak bisa membayangkan. Bagaimana bisa, radar berkekuatan gelombang inframerah tidak mampu mendeteksi keberadaan pesawat siluman itu??
Dalam pelajaran fisika yang sempat saya pelajari ketika SMA radar (Radio Detecting and ranging) terdiri dari gelombang elektromagnet yang biasa digunakan untuk maping termasuk juga mendeteksi keberadaan pesawat. Anehnya untuk pesawat tempur siluman. Radar tidak bisa melakukan pencarian. Setelah mencari tahu dengan membaca buku dan referensi dari internet ternyata pesawat siluman tidak menyerap gelombang radar yang datang seperti hal pesawat penumpang. Akan tetapi menolak gelombang dan mencegah gelombang itu kembali ke kontrol unit radar. Hasilnya pendeteksi radar tidak mampu untuk mengetahui bahwa ada pesawat yang sedang menyelinap. Deteksi radar hanya melaporkan ada partikel kecil yang datang layaknya burung terbang.
Selain untuk pesawat tempur dalam rangka mempertahankan kedaulatan negara. Ternyata penolakan gelombang radar seperti halnya pesawat siluman juga diterapkan untuk kaca film. Semua itu diadopsi dengan sempurna oleh produsen kaca film V-Kool. Hal ini saya ketahui ketika mengikuti acara kunjungan kompasiana ke flagship outlet V-Kool di Jalan trembesi Kemayoran, Jakarta Pusat. Kaca Film V-Kool tidak mengikuti fungsi anti radar pesawat. Tetapi mengadopsi proses penolakannya terhadap gelombang sinar matahari yang datang ke bumi. Jika ditelaah elemen cahaya matahari yang datang ke bumi bukan saja sinar terang di saat siang yang biasa kita lihat. Melainkan ada inframerah, Ultraviolet dan cahaya tampak. Tiga elemen cahaya matahari ini tidak sepenuhnya bermanfaat bagi manusia.
Inframerah merupakan elemen terbesar cahaya matahari. Setiap cahaya yang datang terdiri dari 53% inframerah. Oleh karena itu inframerah bersifat panas bila menerpa kulit manusia. Elemen kedua adalah sinar ultraviolet sebesar 3%. Meskipun dalam porsi kecil namun spektrum cahaya ini cukup berbahaya untuk kulit tubuh kita. Penyakit yang bisa ditimbulkan oleh sinar ultraviolet adalah kerutan, kanker kulit penuaan dini, sampai yang terparah katarak dan kerusakan kornea mata. Terakhir adalah Spektrum cahaya tampak sebesar 44%. Cahaya ini yang paling bermanfaat karena sebagai penerangan ketika berkendara yang memungkinkan kita melihat warna dan bentuk.
Lantas bagaimana teknologi kaca film yang baik untuk menghalang sebagian cahaya yang cukup berbahaya itu??? Persepsi salah yang sering kali kita dengar adalah “kaca film yang baik merupakan kaca film yang gelap”. Hal ini tentu kurang masuk akal jika di analisis lebih dalam. Jika kaca film gelap lebih bagus maka di saat malam hari tentu penerangan yang minim dan gelapnya kaca bisa berbuntut pada kecelakaan. Pak billy dari pihak V-Kool mengungkapkan “kaca film yang baik adalah kaca film yang menolak inframerah dan ultraviolet semaksimal mungkin namun tetap mempertahankan visible light (cahaya tampak).”
Hari minggu 29 mei 2016 saya juga diajak berkeliling flagship Outlet kemayoran untuk menguji kinerja kaca film V-Kool bersama dengan 30 kompasianer lain. Bapak sondy selaku staff di flagship outlet V-Kool menjelaskan satu per satu pengujian kaca film V-kool. Pertama saya diajak untuk menguji penolakan panas dengan alat rotating heat demo. Di alat ini terdapat 4 buah kaca film masing-masing yaitu kaca polos, kaca film non V-Kool, kaca film V-kool VIP dan V-Kool 70. Lampu dengan cahaya tinggi dipancarkan ke masing-masing jenis kaca. Satu per satu di putar untuk melihat perbedaan V-kool dengan kaca polos dan kaca film merk lain. Para kompasianer dapat dengan mudah membedakan panas yang ditimbulkan ketika lampu mulai menyorot ke kaca. Dengan kaca Film V-kool cahaya tetap terpancar namun panas yang ditimbulkan sangat minim.