Mohon tunggu...
Anjani Ningrum
Anjani Ningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Psikologi

Remember Allah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pentingnya Menanamkan Budaya Literasi pada Anak Usia Dini (PAUD)

14 Januari 2023   16:41 Diperbarui: 14 Januari 2023   16:49 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Literasi merupakan kemampuan dasar yang seharusnya peserta didik miliki sejak dini dan sudah didapatkan ketika di sekolah tingkat TK. Kemampuan literasi yang dimaksud yaitu membaca dan menulis. Dua keterampilan tersebut yang nantinya menjadi dasar untuk anak mampu dalam berbicara dan menulis sejak dini. Pada umumnya pembelajaran literasi masih mendominasi pada kegiatan membaca anak. Literasi diperkenalkan kepada anak tidak dengan banyak teknik dan media. 

Namun berbeda dengan pendapat Flewitt, 2011 (dikutip oleh Gunanti, Amir;2019) menyatakan bahwa, dalam mencapai kesiapan perkembangan literasi anak perlu membutuhkan berbagai macam media. Sebab pada anak usia dini belum mengenal banyak terkait tulisan atau bahkan ada yang belum bisa membaca dan menulis. 

Dalam proses literasi seorang anak tidak hanya membaca dan menulis, melainkan segala hal yang berhubungan dengan bahasa, menyimak maupun berbicara pun juga termasuk. Dalam kegiatan berliterasi dapat melatih komunikasi anak. Sesuai dengan yang dikemukakan Hurlock (dikutip oleh Nia, Aprilla, Mia;2021) belajar komunikasi merupakan juga salah satu tugas perkembangan anak usia dini. Literasi awal atau literasi emergen adalah kemampuan penting yang harus dicapai oleh anak sebelum masuk dalam fase sekolah (Yesi, Mohammad;2022).

Sehingga khususnya pada sekolah tingkat TK dalam menanamkan budaya literasi, para guru harus menyiapkan metode dan media yang menyenangkan bagi anak. Sebab berdasar teori behavioristic yang diungkap B.F Skinner, yaitu dalam pemerolehan bahasa pada anak yang pertama dikendalikan dari luar melalui rangsangan lingkungan. Dan prosesnya ditentukan berdasarkan lama latihan di lingkungan, sedangkan kemampuan berkomunikasi berasal dari proses-proses peniruan. Selain kemampuan dalam hal membaca dan menulis, seorang guru juga harus memperhatikan aspek lain yang seharusnya anak dapatkan, yaitu sikap dan pengetahuan. 

Dalam konteks kurikulum terbaru yaitu kurikulum 2013, pembelajaran bahasa ditujukan untuk dapat mencapai 4 kompetensi utama yaitu meliputi; kompetensi religi, sosial, pengetahuan, dan keterampilan (Nia, Aprilla, Mia;2021). Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan yang mengembangkan berbagai aspek perkembangan, mulai dari perkembangan psikomotor, kognitif, bahasa, agama, dan moral serta perkembangan seni (Nia, Aprilla, Mia;2021). 

Salah satu perkembangan yang perlu distimulasi adalah pada bahasa. Bahasa di sini sebagai pondasi dari perkembangan literasi. Literasi pada anak usia dini mengikutsertakan kesadaran dasar dan pemahaman bahasa (Gunanti, Amir;2019).

Namun sayangnya yang sesuai fakta berdasarkan UNESCO, mengatakan bahwa Indonesia berada di urutan ke dua dari bawah terkait literasi dunia, yang artinya minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah dan memprihatinkan , yaitu 0,001%. Dan dapat dikatakan dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca. Tidak berbeda jauh dengan riset bertajuk World's Most Literate Nations Ranked yang telah dilakukan oleh Central Connecticut State Univercity pada Maret 2016, menyatakan Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara terkait minat baca. 

Terdapat sekitar 99% yang tidak menyukai membaca dan 1% nya menyukai, dengan keadaan tersebut Indonesia berada di bawah pas dengan Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Sangat disayangkan jika dilihat dari segi penilaian infrasruktur dalam mendukung membaca, Indonesia berada peringkat di atas negara-negara Eropa. Berdasarkan Data Badan Statistik Tahun 2006, belum menjadikan membaca sebagai sumber utama dalam memperoleh informasi. 

Bahkan mereka lebih memilih menonton tv dan mendengarkan radio daripada membaca buku atau pun Koran. Sehingga sudah jelas bahwa budaya membaca atau literasi pada masyarakat Indonesia khususnya di kalangan anak-anak dikatakan masih minim.

Terdapat dua faktor yang menyebabkan rendahnya budaya literasi, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya lebih menyukai gadget daripada buku, kurangnya minat dalam membaca yang dimana dapat disebabkan oleh faktor eksternal yaitu kurangnya bimbingan dari orang tua dan para guru, serta keadaan lingkungan sekitar yang kurang berkontribusi dalam upaya menanamkan budaya literasi. Menurut J. Witanto;2018 (dikutip oleh Azma, Ala, Kayla;2021) faktor penyebab rendahnya budaya literasi di Indonesia meliputi:

  • Permasalahan di dalam lingkungan sekolah; Keterbatasan pada sarana dan prasarana membaca, seperti tidak adanya perpustakaan atau keadaan perpustakaan yang kurang layak untuk dipakai, buku-buku bacaan yang tidak bervariasi, situasi belajar yang kurang memotivasi peserta didik untuk mempelajari buku yang diluar buku paket. Dan biasanya pun pembelajaran di kelas lebih sering berpacu pada guru atau hanya sekedar kegiatan mentransfer ilmu saja dimana peserta didik hanya diberi pengetahuan atau informasi berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh guru saja. Dan jarang adanya kegiatan berdiskusi sehingga kurangnya motivasi peserta didik dalam mencari informasi ke sumber yang lain. Kurangnya guru dalam role mode perihal membaca. Saat ini masih ada saja beberapa guru yang belum menjadikan literasi atau budaya membaca sebagai kebutuhan dalam pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat ketika adanya waktu luang, yang dimana tidak menggunakan untuk kegiatan membaca melainkan hanya mengobrol, senda gurau, atau kegiatan lainnya yang tidak melibatkan sama sekali terkait membaca.
  • Permasalahan di Luar Lingkungan Sekolah; Meningkatnya penggunaan teknologi informasi elektronik, handphone, dan internet menyebabkan kurangnya minat masyarakat pada aktivitas membaca buku serta masih banyak keluarga yang belum menanamkan kebiasaan membaca, seperti tidak memberi contoh anak dengan kebiasaan membaca buku di waktu senggang. Sehingga anak jadi tidak memiliki panutan dari apa yang orang tua lakukan selama di rumah. Mereka lebih sering membiarkan anak-anak mereka menonton televisi, bermain handphone. Sehingga dari kebiasaan itu lah yang membuat anak lebih akrab dengan televisi daripada handphone.

Karena rendahnya budaya literasi, adapun dampak yang terjadi yang sangat merugikan. Yaitu;

  • Sering terjadinya suatu masalah, yang dimana anak sulit memahami, menguasai serta menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam manifestasikan produk yang berkualitas.
  • Kurangnya wawasan dan pengetahuan yang membuat pola pikir seorang anak terbatas dan tidak positif sehingga mudah terpengaruh berbagai pengetahuan yang tidak benar atau pemahaman yang negatif.
  • Tidak berkembangnya kreativitas pada anak.
  • Seorang anak tidak akan mengetahui informasi terbaru sehingga dapat menghambat dalam meningkatkan kualitas diri.
  • Dari adanya ketidaktahuan seorang anak yang dikarenakan ketidakmauan dalam menambah ilmu pengetahuan, meningkatkan kualitas diri dengan banyak informasi dapat menyebabkan sikap ketidakpedulian, yang nantinya juga membuat seorang anak menutup diri dan lebih sibuk dengan dunia sendiri, mengabaikan lingkungan sekitarnya, dan kesulitan dalam kehidupan sosialnya.
  • Merugian negara, sebab seorang anak merupakan bibit generasi muda yang merupakan aset sumber daya dalam berkontribusi pada kemajuan bangsa yang berkualitas.

Dari permasalahan yang telah tersampaikan di atas, ada beberapa metode yang bisa diterapkan oleh guru PAUD maupun orangtua dalam menanamkan sekaligus mengembangkan budaya literasi pada anak:

  • Metode mendongeng; Mendongeng adalah seni rakyat tertua (karya sastra) yang masih bisa digunakan untuk generasi muda terkait sejarah, budaya, dan nilai moral. Dongeng sangat efektif diterapkan pada anak-anak sebab terdapat pembelajaran yang menguatkan karakter anak serta dapat merangsang suatu proses pola pikir anak yang kritis dan inovatif. Di dalam dongeng terdapat karakter kesukaan anak, bersifat kreatif, imajinatif, karena berkaitan dengan dunia fiksi, seperti kurcaci, binatang yang berbicara, dan lainnya. Literasi dengan metode ini mengandung aspek perkembangan kejiwaan dan untuk belajar terkait emosi. Dalam memberikan anak dongeng harus dengan baik dan yang bermutu, maka harus menentukan tujuan, pemilihan materi yang akan diceritakan pada anak, menentukan media sesuai dengan usia anak. Dan yang paling penting untuk mengetahui pemahaman, maka diperlukan umpan balik (adanya interaksi maupun diskusi) dalam pelaksanaannya.
  •  Media Big Book; Big book adalah buku bergambar dengan penuh wana dan berukuran besar sebagai media membaca, sebagai alat guru dalam menyampaikan cerita di kelas. Media ini bertujuan memperkenalkan tata bahasa dan kosakata yang dapat dikemas dalam bentuk cerita.
  • Permainan Tradisioanal; Bermain merupakan proses persiapan diri untuk anak memasuki dunia selanjutnya. Dalam permainan anak dapat belajar eksplorasi, mengembangkan keterampilan fisik, dan berpikir melalui imajinasi, sekaligus memberikan peluang yang besar untuk anak berinteraksi dengan teman sebayanya, orang dewasa atau orang lain. Sehingga dalam prosesnya anak mampu dalam mengembangkan keterampilan bahasa dan kosakata baru, mengembangkan kreativitas, pemecahan masalah, dan keterampilan sosial. Oleh karena itu selain sebagai pendukung anak, permainan tradisional juga sebagai pelestarian aset budaya, dan di lembaga pendidikan perlu adanya permainan tradisional. Seperti; bakiak, egrang, gobak sodor, dan permainan tradisional lainnya. Ketika permainan sudah tersedia, anak-anak dapat memainkan di sela waktu istirahat atau pun setelah pulang yang sekaligus upaya untuk mengurangi anak pada kencanduan handphone.
  • Media buku besar dan boneka jari; Media tersebut digunakan dalam bercerita atau biasa disebut story telling dan membaca story reading. Selanjutnya para guru bermain peran, mempraktekkan hasil pelatihan. Selama praktek guru menggunakan media boneka tangan agar menghibur para anak.

Permasalahan rendahnya budaya literasi (minat baca) masyarakat Indonesia khususnya pada anak-anak, harus segera ditangani agar masyarakat Indonesia lebih cerdas dan mampu berfikir positif, berkembang menjadi bangsa yang maju, mampu menciptakan sumber daya manusia yang unggul. 

Oleh karena itu budaya literasi sangat perlu ditanamkan sejak dini, agar anak sudah mengenali literasi sejak dini dan terbiasa melakukannya di dalam kegiatan sehari-hari hingga dalam tingkatan selanjutnya. Dalam proses berliterasi tidak hanya membaca dan menulis saja, melainkan banyak hal yang berhubungan dengan bahasa yaitu, menyimak dan berbicara (berkomunikasi).

Di sini lah peran seorang para guru yang menjadi faktor utama dalam mendorong terlaksananya budaya literasi pada anak didik melalui teknik dan media yang simpel dan menyenangkan agar mudah diterima oleh anak-anak sekaligus penentu keberhasilan atau penghambat upaya-upaya peningkatan suatu inovasi dan mutu pendidikan dalam tingkat sekolah, terkhusus di satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Yang dimana guru PAUD bertugas dalam mendidik, mengajar, membimbing, melatih, mengarahkan, menilai, mengevaluasi anak usia dini. 

Dengan berkembangnya literasi maka anak bisa menguasai kemampuan dalam membaca dan menulis pada tingkat setelahnya. Guru PAUD juga sangat diharapkan harus sangat mampu menyesuaikan cara-cara pembelajaran yang efektif sesuai kondisi terkini, guru harus cepat beradaptasi dengan berbagai perubahan dan kebijakan yang berlaku adanya agar anak tetap mendapat layanan pendidikan yang terbaik sehingga dapat tercapainya tujuan pembelajaran serta anak tumbuh dan berkembang dengan optimal.

Referensi:

Devega, Evita. "Teknologi Masyarakat Indonesia: Malas Baca Tapi Cerewet di Medsos." www.kominfo.go.id . Diakses pada Sabtu 14 Januari 2023. https://www.kominfo.go.id/content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media.  

Dwi, Vidya, "Upaya Untuk Meningkatkan Minat Literasi Anak Usia Dini." Bunga Rampai Usia Ema, Vol.4, No.1 (2018): 18-19.

Garzia, Meyke, "Permainan Tradisional Dalam Literasi Budaya Dan Perkembangan Anak Usia Dini Pada Abad 21." Jurnal Educhild (Pendidikan & Sosial), Vol.9, No.2 (2020): 83-88.

Gunanti & Amir, "Pengembangan Media Big Book Untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Anak Usia 5-6 Tahun." Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.9, No.1 (2019): 19-28.

KBBI Daring "Literasi" kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses pada Sabtu 14 Januari 2023. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Literasi

Kurniawati, Nia, dkk., "Memadukan Inovasi dan Kearifan Lokal dalam Pengajaran Literasi pada Anak Usia Dini: Pendampingan Gerakan Literasi." Journal Of Empowerment, Vol.2, No.1 (2021): 126-128.

Rizky, Azmi, dkk., "Pengaruh Kurangnya Literasi serta Kemampuan dalam Berpikir Kritis yang Masih Rendah dalam Pendidikan di Indonesia." Current Research in Education: Conference Series Jurnal, Vol.01, No.01 (2021): 4-8.

Sumaryanti, Lilis, "Membudayakan Literasi Pada Anak Usia Dini Dengan Metode Mendongen." Al Asasiyya: Journal Basic Of Education, Vol.03, No.01 (2018): 117-119.

Susanti, Wiwi. "Menanamkan Budaya Literasi pada Anak Usia Dini." www.kumparan.com . Diakses pada Sabtu 14 Januari 2023. https://kumparan.com/wiwisusanti952/menanamkan-budaya-literasi-pada-anak-usia-dini-1vmrBJY6yWv

Yesi & Mohammad, "Analisis Literasi Digital Tenaga Pendidik pada Pendidikan Anak Usia Dini." Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol.6, No.4 (2022): 7.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun