Wayan tak kuasa memberi tahu Alnara. Ia tak tega melihat keponakan manisnya itu bersedih.
"Ibu udah pergi Nara" Jawab Wayan singkat.
"Pergi kemana? Kenapa om ga kasih tau Nara?" pertanyaanya menuntut dengan wajah yang kesal.
"Ibu udah beristirahat diatas sana" Jawab Wayan dengan lemas. Ia tahu Alnara akan sangat terpukul mengetahui hal ini. Ia juga syok setelah tahu hal ini beberapa jam yang lalu saat masih mengantar Alnara di tempat lomba.
"Ga mungkin, Ibu gaakan ningalin Nara" Alnara tidak terima dengan kenyataan ini. Ia ingin ini semua hanyalah kebohongan tapi apa boleh buat ini semua kenyataan yang harus Alnara hadapi.
"Om bohong kan om pasti bohong dimana sekarang Ibu?!" Teriaknya histeris didepan Wayan yang diam mematung tak tahu harus apa.
Orang orang disekeliling mereka melihat kejadian tersebut dengan iba. Mereka melihat pergolakan emosi yang kuat antara Wayan dan Alnara.
Alnara berlari keluar menangis sejadi jadinya. Dunia sekan tahu bahwa Alnara sedang berduka dan ikut menurunkan tetesan hujan yang seolah mendukung ia untuk bersedih karena kehilangan ibunya. Suara tangisnya terpedam oleh suara guyuran hujan yang deras. Dari jauh Wayan ikut berlari menghampirinya dan menenangkannya.
"Nara, Ibu bakal sedih kalo Nara nangis terus kaya gini. Nara gamau kan Ibu sedih?" Ujar Citra ditengah pelukan mereka.
-Flashback off-
Seminggu ini Citra selalu ada disamping Nara untuk menemaninya dan menenangkannya disaat Alnara sedang kambuh seperti ini. Citra tau ini sangat berat untuk Alnara. Apalangi Alnara harus pulang ke Jakarta tempat yang sangat ia hindari selama ini. Mereka melanjutkan kegiatan memasukan barang barang Alnara ke kardus.