Pakistan telah memasang firewall nasional sejalan dengan "Tembok Api Besar China", yang memblokir IP, membatasi akses ke situs web atau aplikasi media sosial tertentu dan mengendalikan atau membentuk kembali konten internet. "Ini adalah firewall geo-fencing yang akan dapat melacak konten secara real-time," kata seorang sumber. "Firewall sebelumnya dapat memperlambat internet, tetapi ini jauh lebih maju. Pemerintah telah mengaktifkan proksi yang mengalihkan lalu lintas ke dan dari situs media sosial."
Pada bulan April 2024, menurut Daily Asian Age, Pakistan melarang platform media sosial X dengan alasan kekhawatiran atas keamanan nasional, ketertiban umum dan integritas bangsa. Khususnya, larangan tersebut diberlakukan menyusul tuduhan kecurangan dalam pemilihan umum di Pakistan. Aktivis hak digital Usama Khilji mengatakan pelarangan X merupakan olok-olok terhadap semua lembaga negara karena tidak transparan, tidak merujuk pada hukum, tidak ada pemberitahuan publik dan bahkan pembenaran logis.
"Tidak dapat diterima bahwa seluruh platform media sosial yang penting dalam wacana politik demokratis, platform yang memberikan suara kepada warga negara dan kemampuan untuk mengakses informasi, diblokir tepat setelah pemilihan umum ketika bukti kredibel kecurangan muncul," lapor Daily Asian Age mengutip pernyataan Khilji.
"Aturan hukum dan penegakan hak serta transparansi menguntungkan semua warga negara. Mari kita hentikan kemerosotan ke arah otoritarianisme."
Para menteri dan pejabat pemerintah Pakistan telah berjuang untuk menanggapi tuduhan pemasangan firewall untuk memantau aktivitas di internet. Menteri Negara Bidang Teknologi Informasi Shaza Fatima Khawaja mengatakan bahwa ia "tidak mengetahui" adanya pengujian firewall.
Banyak orang di Pakistan percaya bahwa konten media sosial yang penting telah menjadi target utama firewall, meskipun pemerintah menyebutkan alasan keamanan nasional. Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan (HRCP) Asad Iqbal Butt mengecam pemerintah karena mengendalikan internet padahal internet telah menjadi sarana untuk melaksanakan hak sipil, politik, ekonomi dan sosial bagi kaum muda.
Para aktivis mengatakan mereka yakin bahwa Pakistan membangun firewall ala China untuk mengendalikan ruang daring dan membungkam perbedaan pendapat. Shahzad Ahmad, direktur pengawas digital lokal Bytes for All, mengatakan perusahaannya memiliki bukti "teknologi yang cukup" untuk membuktikan bahwa firewall itu ada di Pakistan.
Penggunaan firewall untuk mengendalikan media daring dan sosial tidak baik bagi demokrasi Pakistan.
Penulis adalah jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H