Oleh Veeramalla Anjaiah
Perdamaian yang rapuh di sepanjang perbatasan Afghanistan-Pakistan sekali lagi hancur akibat bentrokan hebat meletus antara pasukan keamanan kedua negara. Pecahnya kekerasan terbaru berpusat di sekitar Provinsi Khost di Afghanistan Tenggara dan distrik Kurram di Pakistan telah memicu kembali ketegangan yang sudah berlangsung lama dan mengungkap ketidakpercayaan yang sudah mengakar yang terus mengganggu hubungan antara kedua negara tetangga, lapor kantor berita Khaama.
Pertempuran yang dimulai pada tanggal 4 September dan sejak itu telah menimbulkan banyak gejolak, dilaporkan dipicu oleh upaya Afghanistan untuk membangun pos keamanan di tempat yang diklaim Pakistan sebagai wilayah yang disengketakan. Tindakan yang tampaknya rutin ini dengan cepat berubah menjadi serangkaian baku tembak, dengan kedua belah pihak menggunakan persenjataan berat dan menimbulkan korban. Eskalasi ini menyoroti ketidakstabilan wilayah tersebut dan sifat hubungan yang sangat sensitif antara Afghanistan dan Pakistan.
Menurut surat kabar Dawn, bentrokan antara pasukan keamanan Pakistan dan Taliban Afghanistan di perbatasan dekat distrik Kurram mengakibatkan tewasnya delapan tentara Afghanistan, termasuk dua komandan "utama", dan luka-luka pada sedikitnya 16 orang.
Beberapa sumber mengatakan pihak Afghanistan menyerang pos pemeriksaan Pakistan dengan senjata berat di daerah Palosin di perbatasan Pakistan-Afghanistan baru-baru ini.
"Kami mendapat laporan tentang kerugian besar di pihak [Afghanistan] lainnya. Sejauh ini, delapan Taliban Afganistan telah tewas dan 16 lainnya mengalami luka-luka akibat tembakan balasan oleh pasukan Pakistan," kata berbagai sumber, seraya menambahkan dua komandan "utama", Khalil dan Jan Muhammad, yang juga tewas.
Menurut kantor berita Khaama, inti dari konflik ini terletak pada Garis Durand yang disengketakan, perbatasan era kolonial yang dibuat oleh Inggris pada tahun 1893 yang telah lama menjadi sumber ketegangan.
Upaya sepihak Pakistan untuk memagari perbatasan ini hanya memperburuk ketegangan, menyentuh hati masyarakat Pashtun yang tinggal di kedua sisi garis dan menuai kecaman dari para pemimpin Taliban yang menolak untuk mengakui legitimasinya.
Pakistan juga mengklaim bahwa kedua negara sepakat untuk tidak membangun pos terdepan baru di Garis Durand. Namun, kehadiran militernya yang besar di daerah tersebut dan keputusan untuk mulai memagari perbatasan pada tahun 2017 tidak banyak membantu meredakan ketegangan. Dalam sebuah artikel yang diunggah oleh kantor berita Al Jazeera, Menteri Pertahanan Pakistan, Khawaja Asif, menekankan pentingnya menjaga kedaulatan Pakistan, meski memerlukan serangan lintas batas ke Afghanistan. "Ini juga merupakan pelanggaran norma internasional ketika tanah Afghanistan digunakan untuk mengekspor terorisme, dengan mereka yang bertanggung jawab menerima perlindungan dan tempat berlindung yang aman dari orang-orang di sini," lapor Al Jazeera mengutip pernyataan Asif.
Tanggapan Pakistan terhadap situasi ini biasanya sangat keras. Ada laporan tentang Angkatan Udara Pakistan yang melakukan beberapa penerbangan di wilayah tersebut, yang jelas merupakan sebuah unjuk kekuatan yang berisiko semakin mengobarkan ketegangan. Sikap agresif ini merupakan lambang pendekatan Pakistan yang lebih luas terhadap masalah perbatasan, yang sering kali memprioritaskan kekuatan militer daripada solusi diplomatik. Narasi lembaga Pakistan berkisar pada klaim peningkatan serangan lintas perbatasan, khususnya dari kelompok-kelompok seperti Tehrik-e-Taliban Pakistan (TTP). Islamabad telah berulang kali menuduh Afghanistan melindungi para militan ini dan memfasilitasi operasi mereka melawan Pakistan. Namun, tuduhan ini tidak berdasar jika dibandingkan dengan sejarah Pakistan sendiri dalam mendukung dan membina kelompok-kelompok ekstremis sebagai alat kebijakan luar negeri.
Desakan Pakistan bahwa tidak ada pihak yang dapat secara sepihak membangun pos-pos terdepan baru berdasarkan kesepakatan bersama adalah argumen yang mudah yang mengabaikan konteks yang lebih luas dari sengketa perbatasan. Garis Durand, yang ingin ditegakkan Pakistan sebagai perbatasan internasional, tidak pernah diterima oleh Afghanistan. Upaya Pakistan untuk memaksakan batas ini secara sepihak melalui pagar dan kehadiran militer merupakan akar dari konflik yang sedang berlangsung. Pemerintahan Taliban di Kabul, pada bagiannya, telah mengambil sikap tegas terhadap perambahan Pakistan. Pemerintah setempat di provinsi Khost telah menginstruksikan personel keamanan perbatasan untuk mencegah masuknya orang yang tidak sah dan dengan cepat menanggapi setiap pelanggaran kedaulatan Afghanistan. Posisi tegas ini mencerminkan meningkatnya ketegasan dari pemerintah Taliban, yang semakin bersedia untuk menantang klaim teritorial Pakistan dan tindakan militer di sepanjang perbatasan.
Masyarakat internasional sebagian besar tetap bungkam mengenai konflik perbatasan ini, mungkin melihatnya sebagai bab lain dalam kisah panjang ketegangan Afghanistan-Pakistan. Namun, sikap apatis ini mengabaikan potensi konflik lokal tersebut untuk meningkat menjadi ketidakstabilan regional yang lebih luas.Â
Perserikatan Bangsa-Bangsa, meskipun mengakui keberadaan kelompok militan di Afghanistan, telah gagal dalam mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah mendasar yang memicu sengketa perbatasan ini. Klaim Pakistan tentang korban dalam menghadapi terorisme lintas batas sangat kontras dengan tindakannya sendiri.
Sejarah panjang negara tersebut dalam mendukung kelompok-kelompok ekstremis, termasuk faksi-faksi Taliban, telah berkontribusi secara signifikan terhadap ketidakstabilan di kawasan tersebut. Pendekatan selektif Pakistan untuk memerangi terorisme, menargetkan beberapa kelompok sementara diduga membina yang lain, telah mengikis kredibilitasnya di panggung internasional.
Bentrokan perbatasan saat ini juga mengungkap keterbatasan strategi Pakistan di Afghanistan. Setelah lama berupaya memengaruhi urusan Afghanistan melalui campuran manuver diplomatik dan dukungan terselubung untuk faksi-faksi tertentu, Pakistan kini berselisih dengan pemerintah Taliban yang semakin tegas dan tidak mau tunduk pada tekanan eksternal.Â
Sementara konflik terus memanas, dampak kemanusiaan pada masyarakat lokal tidak dapat diabaikan. Penduduk di kedua sisi perbatasan, banyak di antaranya memiliki ikatan etnis dan keluarga, terperangkap dalam baku tembak pertikaian geopolitik ini. Pengungsian warga sipil dan terganggunya kehidupan sehari-hari menjadi pengingat nyata akan biaya manusia dari sengketa perbatasan yang tampaknya abstrak ini.
Langkah ke depan memerlukan penilaian ulang yang mendasar atas hubungan Afghanistan-Pakistan. Perbatasan kolonial yang sudah ketinggalan zaman dan penegakan Garis Durand yang kaku telah terbukti menjadi sumber konflik yang terus-menerus, bukan stabilitas. Pendekatan yang lebih fleksibel terhadap pengelolaan perbatasan, yang memperhitungkan realitas etnis dan sosial yang kompleks di wilayah tersebut, sangat dibutuhkan.Â
Pakistan, khususnya, harus mempertimbangkan kembali pendekatannya yang keras terhadap masalah perbatasan. Penggunaan kekuatan militer dan tindakan sepihak seperti pemagaran hanya akan mengasingkan otoritas Afghanistan dan penduduk setempat. Pendekatan yang lebih konstruktif akan melibatkan dialog yang tulus dan kemauan untuk mengatasi masalah yang sah dari semua pihak yang terlibat.
Bagi Afghanistan, tantangannya terletak pada upaya menyeimbangkan penegasan kedaulatannya dengan kebutuhan akan stabilitas regional. Pemerintah Taliban, meskipun dibenarkan dalam melindungi wilayah Afghanistan, juga harus berupaya mengatasi kekhawatiran internasional tentang kelompok militan yang beroperasi dari wilayah Afghanistan.Â
Bentrokan perbatasan baru-baru ini antara Afghanistan dan Pakistan lebih dari sekadar insiden yang terisolasi; hal itu merupakan gejala dari masalah yang lebih dalam dan belum terselesaikan yang terus mengganggu wilayah tersebut. Prospek perdamaian abadi di sepanjang perbatasan tetap sulit dipahami hingga kedua negara bersedia terlibat dalam dialog yang jujur dan melangkah maju melampaui batas-batas era kolonial yang telah lama tidak relevan lagi.
Penulis adalah jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H