Wisatawan di Karachi sangat rentan terhadap kejahatan jalanan dan insiden terkait terorisme.
"Selain itu, kota ini berjuang dengan permasalahan seperti transportasi umum yang tidak memadai, sanitasi yang buruk dan seringnya pemadaman listrik, yang semakin mengurangi profil keamanan kota tersebut," jelas surat kabar The Express Tribune.
Muhammad Hanif, seorang pemilik toko berusia 60 tahun, telah melihat Karachi dalam kondisi terbaik dan terburuknya.
"Tidak ada lagi orang yang aman di Karachi, dan kami hanya hidup dalam rahmat Tuhan. Alih-alih berurusan dengan penjahat, polisi malah terlibat dalam penerimaan suap dari pemilik bisnis di pasar," ungkapnya kepada majalah The Diplomat.
Para pemilik toko di pasar sudah mulai menutup usahanya lebih awal agar tidak dirampok.
Muhammad Ahmed, 30, pemilik toko yang menjual produk kosmetik, biasanya membuka tokonya hingga larut malam sebelum kekhawatiran akan keamanan memaksanya untuk memikirkan kembali pendekatan tersebut.
"Banyak pelanggan yang terlambat berbelanja, tetapi setelah beberapa bulan, saya mulai menutup toko sekitar jam 9 malam," tuturnya kepada The Diplomat.
Ahmed Baloch, 37, pemilik toko garmen di Bohri Bazaar, telah menjadi korban kejahatan jalanan lebih dari satu kali. Tujuh tahun lalu, sepedanya, yang ia beli setelah menabung 45.000 rupee (kira-kira AS$160), dirampas dengan todongan senjata, dan lima bulan lalu, ponselnya dirampas.
Kota lain di Asia Tenggara, Manila, Filipina, masuk dalam 10 kota paling berisiko di dunia. Dengan rating 91,49 dari 100, Manila menduduki peringkat ke-5 dalam daftar tersebut.
Di antara kota teraman untuk dikunjungi di dunia, menurut Forbes Advisor, adalah Singapura yang menempati peringkat nomor satu dalam daftar tersebut. Negara ini menerima skor risiko 0 karena rendahnya ancaman terhadap bencana alam, keamanan kesehatan dan infrastruktur.