Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perkawinan Anak Melumpuhkan Kehidupan Jutaan Anak Perempuan di Pakistan

3 April 2024   08:53 Diperbarui: 3 April 2024   09:07 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gadis kecil Pakistan yang menjadi seorang pengantin. | Sumber: medium.com
Gadis kecil Pakistan yang menjadi seorang pengantin. | Sumber: medium.com

Saat ditanya oleh kantor berita AsiaNews, Shazia George, direktur Asosiasi Perempuan untuk Kesadaran dan Motivasi (AWAM), menggarisbawahi bahwa 11,4 juta anak perempuan, dalam kelompok usia antara 10 dan 14 tahun, "belum pernah bersekolah dan persentase tertingginya adalah perempuan".

Aktivis ini juga menyoroti kurangnya fasilitas sekolah, praktik adat, pernikahan di bawah umur, pelecehan seksual dan tidak memadainya jumlah sekolah untuk anak perempuan/wanita yang pada akhirnya meningkatkan angka putus sekolah di kalangan anak perempuan.

"Meningkatnya tren pernikahan paksa dan perkawinan anak, meningkatnya jumlah kekerasan terhadap perempuan dan kejahatan terkait kehormatan memerlukan upaya bersama dari pemerintah dan non-pemerintah untuk mengubah konteksnya," ujar Shazia kepada AsiaNews.

Para ahli menyebutkan kesehatan yang buruk dan eksploitasi seksual sebagai dua akibat penting dari perkawinan anak.

Amjad Latif, manajer advokasi dan komunikasi Rahnuma, sebuah organisasi anggota Asosiasi Keluarga Berencana Pakistan, mengatakan mereka yang mengunjungi fasilitas medis menghadapi masalah kesehatan akibat pernikahan dini. Ia menunjukkan bahwa gadis-gadis muda juga menghadapi eksploitasi seksual karena ketidaktahuan dan kurangnya kemandirian finansial.

Oleh karena itu, banyak perempuan di Pakistan yang masih terikat pada praktik yang menyebabkan masalah kesehatan dan emosional yang serius. Pemerintah, di samping segala konvensi dan pidatonya, tetap tidak menyadari kebutuhan penting dari setidaknya setengah dari penduduknya.

Penulis adalah seorang jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun