Kshitigarbha, penjaga dunia bawah, memegang permata pengabul keinginan, menawarkan penghiburan bagi mereka yang terjebak di alam penderitaan. Sikapnya yang lembut dan tongkatnya, dihiasi dengan lonceng, membimbing jiwa-jiwa yang tersesat menuju pembebasan. Keluarga-keluarga Bhutan mengingatnya saat pemakaman, berdoa untuk perjalanan damai orang yang mereka cintai.
Samantabhadra, perwujudan kebaikan universal, mengendarai gajah putih, melambangkan kekuatan perbuatan bajik. Sepuluh tangannya, masing-masing memegang alat musik, mewakili banyak cara untuk memberi manfaat bagi orang lain. Para peziarah Bhutan memanggil namanya saat mereka memulai perjalanan, mencari berkah darinya untuk jalan yang sukses dan bermakna.
Maitreya, calon Buddha, duduk bermeditasi, memancarkan janji pencerahan bagi semua makhluk. Senyuman damai dan jubah emasnya menandakan potensi belas kasih yang tak terbatas yang ada dalam diri kita masing-masing. Anak-anak Bhutan diajarkan untuk meniru kesabaran dan kebaikannya, memupuk benih-benih calon Buddha.
Vajrasattva, sang pemurni, memegang vajra dan lonceng, melambangkan kekuatan untuk membersihkan negativitas dan mengubah kekotoran batin. Wujudnya yang putih dan ekspresinya yang damai melambangkan kemurnian tertinggi, yang dapat dicapai melalui latihan yang tak tergoyahkan. Para biksu Bhutan melantunkan mantranya selama ritual penyucian, mencari rahmat pembersihannya.
Dan terakhir, Akasagarbha, perwujudan kebijaksanaan bagaikan ruang angkasa, muncul dari awan, memegang permata yang mengabulkan segala keinginan. Ia mewakili potensi pikiran yang tak terbatas, bagaikan hamparan langit yang luas. Seniman Bhutan memanggil namanya saat mereka memulai kreasinya, mencari inspirasi dan imajinasinya yang tak terbatas.
"Delapan Bodhisattva ini bukan sekadar sosok yang dihormati; mereka adalah kekuatan aktif dalam jiwa orang-orang Bhutan. Ikonografi mereka menghiasi biara-biara dan rumah-rumah, mantra-mantra mereka bergema melalui roda doa dan bisikan devosi. Mereka dimintai berkah di saat-saat sulit, bimbingan di saat-saat ragu dan perlindungan dalam perjalanan hidup," komentar The Bhutan Live.
Bodhisattva ini mempunyai hubungan dengan India, tempat agama Buddha pertama kali berkembang, menggarisbawahi warisan spiritual bersama yang mengikat kedua negara. Biara Padmasambhava Mahavihara, juga dikenal sebagai Biara Thupten Mindolling, terletak di Jeerango, distrik Gajapati, di negara bagian Odisha, India, sebagai biara utama milik Keturunan Ripa. Konon biara ini merupakan biara Buddha terbesar di India Timur.
Sama seperti delapan jari-jari sebuah roda yang memancar dari pusatnya, demikian pula para penjaga surgawi ini mengulurkan berkah mereka, mengingatkan kita bahwa jalan kita, meskipun unik, pada akhirnya saling berhubungan.
Mereka memiliki kekuatan untuk mengatasi hal-hal negatif dan keyakinan tak tergoyahkan yang membimbing kita menuju pencerahan. Karena di dalam diri kita masing-masing terdapat potensi untuk menjadi Bodhisattva, penjaga tidak hanya alam spiritual Bhutan, namun juga cinta dan kasih sayang tak terbatas yang menerangi dunia.
Penulis adalah seorang jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.