Oleh Veeramalla Anjaiah
Kerajaan Bhutan adalah negara yang terkurung daratan di Asia Selatan. Negara tersebut adalah negara pegunungan dan dikenal sebagai Druk Yul atau "Tanah Naga Guntur", sebuah nama yang mencerminkan warisan budayanya. Buddhisme Vajrayana adalah agama negara Bhutan.
Bhutan adalah negeri yang kaya akan spiritualitas. Warisannya yang dinamis terjalin dengan mitos-mitos kuno, ajaran-ajaran mendalam dan pengabdian yang tak tergoyahkan. Di tengah lanskap suci ini ada Guru Padmasambhava, guru tantra terhormat yang membawa agama Buddha ke Bhutan pada abad ke-8.
Menurut situs lionsroar.com, Padmasambhava, juga dikenal sebagai Guru Rinpoche, adalah seorang guru tantra India yang memainkan peran utama dalam membawa Buddhisme Vajrayana ke Tibet pada abad kedelapan. Pada masa pemerintahan Raja Trisong Selain itu, Padmasambhava membantu mendirikan biara Buddha pertama di Samye dan ia dianggap sebagai pendiri aliran Nyingma ("kuno"), yang tertua dari empat tradisi utama Buddha Tibet.
Di sekeliling Guru Padmasambhava, bagaikan mandala pelindung dan pembimbing yang bercahaya, berdirilah delapan Bodhisattva yang agung.
"Makhluk surgawi ini, yang dilukis dengan warna cerah di seluruh thangka dan dipahat dalam patung yang rumit, lebih dari sekadar figur penghormatan. Mereka adalah perwujudan kualitas spesifik yang bergema di hati setiap orang Bhutan: kebijaksanaan, kasih sayang, kekuatan dan banyak lagi. Setiap Bodhisattva memiliki atribut unik, senjata simbolis, atau tangan lembut yang terulur untuk memberkati, yang mencerminkan esensi individu dan jalan yang mereka terangi," lapor surat kabar The Bhutan Live baru-baru ini.
Mari kita berdiskusi tentang legenda dan mitos yang beredar di sekitar para penjaga surgawi ini, mengungkap hubungan mendalam mereka dengan masa lalu dan masa kini Bhutan.
Avalokiteshvara, perwujudan kasih sayang, menatap ke bawah dengan seribu mata, selalu waspada terhadap penderitaan dunia. Tangannya yang terulur, memegang permata pengabul keinginan, melambangkan tekadnya yang tak tergoyahkan untuk mewujudkannya. Para ibu di Bhutan membisikkan namanya saat mereka menggendong anak-anak mereka, mencari perlindungan lembut darinya.
Vajrapani, si murka yang tak terkalahkan, mengacungkan petir, melambangkan kekuatan untuk menghancurkan ketidaktahuan dan kenegatifan. Wajahnya yang galak dan bentuk ototnya mewakili kekuatan kebenaran yang tak tergoyahkan. Para pejuang Bhutan memanggil namanya sebelum berperang, mencari keberanian dan tekad yang tak tergoyahkan.
Manjushri, perwujudan kebijaksanaan, memegang pedang yang menyala-nyala, memutuskan ikatan yang mengikat kita pada ilusi. Wajah mudanya dan kitab kebijaksanaannya memberikan isyarat kepada kita menuju pencerahan. Para pelajar Bhutan melantunkan mantranya sebelum ujian, mencari kejernihan dan kecerdasannya yang tajam.