Oleh Veeramalla Anjaiah
Hingga tahun 1947, India dikuasai oleh rezim kolonial Inggris. Pada saat itu India disebut sebagai British India, yang mencakup India, Pakistan dan Bangladesh saat ini. Berdasarkan agama, British India pada tanggal 14-15 Agustus 1947 terpecah menjadi dua negara, yaitu India dan Pakistan, termasuk Bangladesh saat ini.
Pada akhir pemerintahan kolonial Inggris pada bulan Agustus 1947, terdapat 562 wilayah kerajaan (princely states) di India serikat. Inggris dulunya mempunyai kendali atas negara-negara ini tetapi tidak pernah ikut campur dalam urusan internal mereka. Mereka diperintah oleh raja atau nawab setempat.
Pada saat kemerdekaan, negara-negara tersebut diberi pilihan untuk bergabung dengan India atau Pakistan atau tetap merdeka. Kebanyakan dari mereka bergabung dengan India, sementara sebagian lagi bergabung dengan Pakistan. Jammu dan Kashmir (J&K) yang mayoritas Muslim adalah salah satu wilayah kerajaan yang menunda keputusannya untuk bergabung dengan salah satu dari mereka.
Wilayah J&K, seperti Indonesia, adalah masyarakat multi-agama. Mayoritas penduduk J&K beragama Islam. Umat Hindu, Sikh, Buddha dan sebagian umat Kristen juga hidup rukun di kawasan ini.
Penguasa J&K Maharajah Hari Singh, seorang Hindu, baru mengambil keputusan untuk bergabung dengan India atau Pakistan pada bulan Oktober 1947. Pakistan tidak sabar dan ingin merebut negara tersebut dengan cara apa pun.
Pada tanggal 22 Oktober 1947, Kashmir menyaksikan titik balik yang mengerikan ketika 20.000 milisi suku Pashtun  didampingi oleh Angkatan Darat Pakistan, melancarkan "Operasi Gulmarg" untuk menduduki sebagian besar J&K.
Milisi tersebut bertanggung jawab atas penjarahan, perampokan, pemerkosaan dan pembunuhan. Mereka melakukan genosida terhadap warga Kashmir. Mereka berbaris sangat dekat dengan ibu kota J&K, Srinagar. Masyarakat Kashmir menyebut tanggal 22 Oktober sebagai "Hari Hitam" dalam sejarah mereka. Ini juga merupakan awal dari perang Indo-Pakistan pertama pada 22 Oktober.