"China menjunjung tinggi kedaulatan dan hak maritim Pulau Huangyan, dan kami menyarankan pihak Filipina untuk tidak memprovokasi dan menimbulkan masalah," ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin dalam konferensi pers rutin.
Menteri Pertahanan Filipina Gilbert Teodoro mengatakan bahwa pemotongan penjagaan oleh Filipina bukanlah sebuah provokasi.
"Kami bereaksi terhadap tindakan mereka," tutur Teodoro dalam sidang senat baru-baru ini.
Sebuah kapal dari Biro Perikanan dan Sumber Daya Perairan Filipina "secara ilegal" memasuki wilayah tersebut pada tanggal 22 September dan "bergegas" ke laguna di perairan dangkal tersebut meskipun ada teriakan peringatan, kata penjaga pantai China dalam sebuah pernyataan.
Hal ini mendorong pengerahan jaring "sementara" untuk menghalangi jalannya, katanya.
"Setelah itu, [penjaga pantai China] mengambil inisiatif untuk mengambil kembali jaring penghalang tersebut pada tanggal 23 September dan melanjutkan kontrol normal. Apa yang disebut sebagai 'pembongkaran' penghalang jaring oleh Filipina adalah sebuah rekayasa belaka," papar penjaga pantai Filipina.
Berdasarkan peta Sembilan Garis Putus yang ilegal, China mengklaim lebih dari 80 persen wilayah LCS. Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei Darussalam memiliki klaim yang tumpang tindih dengan China di LCS. China juga mengklaim sebagian ZEE Indonesia, yang bukan merupakan negara pengklaim, di Laut Natuna Utara.
Menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982, setiap negara pantai berhak mendapatkan jarak 200 mil laut (370 km) dari pantainya.
Putusan tahun 2016 yang dikeluarkan Pengadilan Permanen Arbitrase (PCA) menyatakan bahwa Scarborough Shoal bukanlah sebuah pulau, melainkan fitur batuan, dan tidak berhak atas ZEE atau landas kontinen, sehingga membatalkan klaim China.
China tidak berpartisipasi dalam kasus Den Haag yang diajukan oleh Filipina dan mengatakan bahwa China tidak akan mengakui keputusan tersebut.